Sukses

Fashion

Diary Fimela: Keluar Zona Nyaman, Kisah Inspiratif Ika dari Guru TK Jadi Pengusaha Fashion Ecoprint

Fimela.com, Jakarta Berawal dari rasa penasaran akan ecoprint yang menurutnya menarik, perempuan dengan nama lengkap Siti Mutdrika atau akrab disapa Ika ini mulai menekuni usaha fashion dengan teknik ecoprint. Awal kisah perjalanannya sebagai pengusaha rupanya dimulai dari keberaniannya keluar dari zona nyaman, yakni dari profesi seorang guru TK yang kemudian beralih menjadi pebisnis. Meski sulit, motivasi dari dalam diri dan juga dukungan suami yang membuatnya mampu mempertahankan bisnisnya sampai saat ini.  

“Pas saya jadi guru TK dulu itu ‘kan banyak sekali kegiatan. Terus suami saya khawatir dengan padatnya kegiatan tersebut, apalagi saya juga ada anak-anak di rumah. Jadilah dengan berat hati saya mengundurkan diri jadi guru TK. Sebagai gantinya, karena saya orangnya ini gak mau diem aja di rumah, ya. Saya minta ke suami buat diizinkan buat buka kursus,” jelas Ika saat ditanya alasan perihal perpindahan profesinya.

Perjalanan bisnis yang penuh dengan lika-liku, uniknya usaha yang diberi nama “Sanggar Kreasi Mamalya” ini tidaklah bergerak di bidang fashion melainkan kursus mewarna dan menggambar untuk anak kecil. Didirikan pada tahun 2015, sanggar ini menerima kedatangan para ibu yang ingin menambah skill mewarna dan menggambar anak mereka. Berawal dari hanya beberapa anak, usahanya terus berkembang hingga menerima lebih dari 100 anak.

Langkah Awal Menjejaki Dunia Fashion Kreatif

Titik awal dimana Ika mulai memantapkan hati merambah dunia fashion adalah keinginannya untuk terus berinovasi dan mengembangkan sanggarnya agar bisa menerbitkan lebih banyak keahlian para anggota. Bermula dari pembuatan kerajinan sospeso menjadi tas dan dompet, kemudian bertambah dengan pembuatan batik, dan yang terakhir adalah penerapan ecoprint sebagai teknik pada hampir semua produk fashionnya. 

“Kalau kita hanya monoton dengan satu kegiatan aja, terus enggak punya ide-ide lain itu kayaknya kurang, ya. Namanya sanggar kalau kita belajar keterampilan lebih banyak ‘kan lebih bagus. Akhirnya saya membuka kursus sospeso dengan memanfaatkan kain perca batik,” ungkap Ika. 

Setelah mendapat atensi dari publik melalui pelatihan-pelatihan yang dilakukannya, dia akhirnya membuka kantor pertamanya di lantai 1 gedung Sarinah Malang. Disitu mulai banyak berdatangan klien yang ingin belajar keterampilan dengannya ataupun sekadar melihat produk-produk yang dipajang dan membelinya. Kini sekitar 1500 anggota sudah bergabung dalam Sanggar Kreasi Mamalya ini dan melakukan pelatihan keterampilan sesuai yang mereka minati.

Mantap Menerapkan Teknik Ecoprint pada Produknya

“Pada tahun 2018 saya tertarik sama yang namanya ecoprint. Kok dari daun bisa mencetak hasil (print pada kain) yang bagus. Akhirnya saya ikut kursus ecoprint di Surabaya untuk mendalaminya. Saya ‘kan orangnya kepo, ya. Jadi saya eksperimen sendiri mordan buat ecoprint untuk menghasilkan warna yang lebih cetar. Kebetulan juga pas tahun 2020 ada pandemi, jadi saya fokus mengembangkan ecoprint ini,” tutur Ika lagi. 

Memanfaatkan momen pandemi Covid-19, di saat usahanya di Sarinah tutup Ika akhirnya membangun kantor sanggarnya di depan rumah yang membuatnya lebih mudah memantau kegiatan di sanggar. Selain itu dia juga membuka kursus ecoprint secara daring dan mendapat sambutan yang bagus dari para anggota. Tidak tanggung-tanggung, peserta kursus ini juga datang dari luar negeri seperti Taiwan dan Hongkong. Akhirnya terkenallah produk ecoprint dari sanggar ini yang memang bagus sehingga menarik lebih banyak peminat yang sebagian besar datang dari ibu-ibu maupun penggiat UMKM lainnya. 

 

Selain melakukan pelatihan, Ika juga memasarkan produknya sendiri melalui media sosial Facebook dan WhatsApp. Sengaja dia tidak membuka toko luring pada marketplace sebab barang produksinya hanya dibuat dalam jumlah terbatas setiap edisinya dan langsung terjual habis pada hitungan menit. Itu adalah ciri khas produk dari Sanggar Kreasi Mamalya sehingga terkesan lebih eksklusif dan akhirnya banyak dinanti-nantikan. 

Kini produk ecoprint-nya tidak hanya diterapkan untuk baju, melainkan juga pada mukena, tas, topi, sepatu, dan peralatan keramik dengan menggaet pengrajin di sekitar rumahnya. Tak hanya berhenti di situ saja, Ika juga menerbitkan sebuah buku panduan pembuatan ecoprint agar orang-orang yang ingin belajar lebih paham. 

“Tantangannya dulu kalau ngajar ya tinggal duduk terus ngajar, materi sudah diatur. Kalau sekarang ngatur usaha sendiri, mulai dari produksi sampai produksi. Belum lagi mencari anggota baru. Terus kalau untuk usaha sendiri karena kita tinggal ambil dari alam, ya, buat ecoprint itu jadinya gampang. Sejauh ini tantangan-tantangannya bisa diatasi dan saya terus berusaha untuk mengembangkan lagi sanggar ini,” ujar Ika sebagai penutup dari sesi wawancara. 

Penulis: Malichatus Sa’diyah

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading