Sukses

FimelaHood

Republik Ukulele Indonesia, ekosistem rasa keluarga

Fimela.com, Jakarta Bertubuh mungil, berdawai empat, dipetik, dan terdiri dari beberapa jenis suara, alat musik apakah aku? Apakah Sahabat Fimela bisa menjawabnya? Bukan, bukan gitar, bukan juga biola, apalagi harpa. Lalu?

Ya, dialah ukulele. Keberadaan ukulele mungkin agak sedikit termarginalkan jika dibanding alat musik petik gitar. Ditambah lagi, si mini ukulele kerap dimainkan oleh para seniman jalanan. Berbeda dengan gitar, yang kerap dimainakan di atas panggung megah oleh musisi kelas Internasional.

Kendati demikian, pada kenyataannya, peminat alat musik dari Hawaii ini terbilang ramai penggemar yang tersebar di setiap wilayah di Indonesia, dan beberapa dari mereka tergabung dalam Republik Ukulele Indonesia (RUI).

Didirikan pada 2015, RUI yang menjadi wadah para pemain ukulele bertemu dan sharing. Meski sekilas tampak seperti komunitas, tapi pendiri RUI sendiri, Putu Rimadhani Ayodya, merasa lebih berkenan jika RUI disebut ekosistem daripada komunitas.

"Aku ingin membuat sebuah rumah bagi para ukulelist, ini bukan komunitas, jadi nggak bersebrangan dengan siapa pun, RUI adalah ekosistem yang di dalamnya ada luthier, ada komunitas, ada pembuat merchandise, ada yang buat strap, jadi kenapa nggak buat ekosistem saja?," tutur si penyuka musik vintage, jazzy, jive, dan dixie ini.

Lebih lanjut, menurut perempuan yang kerap disapa Aiyu ini, pembentukan RUI sendiri diharapkan bisa mengangkat derajat ukulele agar bisa sejajar dengan alat musik lainnya. "Kamu mau main jazz pakai ukulele? Bisa banget! Kamu mau main musik rockabilly? Bisa banget, dan semua ada di RUI, semua ada dan bisa, itu yang pengin kami tunjukkan ke orang-orang biar ukulele punya panggung di event-event penting," papar perempuan kelahiran Malang ini.

Bahkan, Aiyu mengatakan bahwa komunitas ukulele di Tegal tengah mempersiapkan ukulele koplo. "Komunitas ukulele yang di Tegal lagi bikin ukulele koplo dan itu aku support banget dengan senang hati," katanya.

Tak hanya sekadar berkumpul dan bermain ukulele bersama, di RUI, setiap anggotanya juga bisa menimba ilmu lebih banyak soal musik dan ukulele itu sendiri dari anggota lainnya. "Di dalam RUI isinya ada pengajar musik, pembuat ukulele, songwriter, sehingga bisa saling sharing perawatan ukulele, belajar songwriting, belajar dasar musik, dan banyak hal lainnya," jelas Aiyu.

 

Di RUI, norma kesopanan dijunjung tinggi

Sebagai ekosistem ukulele di Indonesia, secara teknis, RUI juga memiliki kegiatan di setiap regional yang membuat RUI tak hanya sebagai media berkumpul dan belajar, tapi juga mengenalkan diri mereka pada masyarakat lewat event tertentu.

"Di RUI ini ada beberapa kegiatan, seperti Piknik Ukulele yang kegiatannya berupa workshop dan pembekalan, lalu Ukulele Day yang isinya showcasing setelah mendapat pembekalan dan itu berlaku di setiap kota di seluruh Indonesia," jelas perempuan berdarah Malang dan Bali ini.

"Setelah anggotanya sudah solid dan sering manggung, lalu bikin Ukulele Camp di masing-masing daerah dan ukulelist dari seluruh Indonesia datang ke sana, di Ukulele Camp ini, mereka mengonsep acara, mereka membuat ticketing, cari sponsor, dan acara Ukulele Camp ini khusus internal RUI, jadi di sinilah bonding sesama anggota terbentuk," sambungnya.

Aiyu menambahkan jika RUI akan memiliki agenda baru di 2019, yakni Ukulele Fest, acara showcasing nasional di mana seluruh komunitas dan seluruh luthier berkumpul di Gili Trawangan.

 

"Rencananya aku akan bikin camp di Gili Trawangan dalam dua hari, aku ingin menjadikan Gili Trawangan sebagai pulau ukulele, di sana akan ada para ukulelist yang selama ini mungkin kerap jadi guru di Youtube, semua ini masih dipersiapkan, aku nggak mau kecolongan karena ini akan jadi annual event," katanya.

Ada yang unik dari RUI. Menurut ukulelis kelahiran 28 juni 1983 ini, siapa saja boleh gabung dengan RUI meski tidak bisa memainkan dan memiliki ukulele, asalkan memiliki hati yang riang dan santai. Kendati demikian, Aiyu mengimbau pada anggotanya untuk tetap menjaga kesopanan antar anggota, dan jika dilanggar maka ada sanksi yang dikenakan.

"Syarat masuk RUI adalah kamu orang yang sangat happy, kalau kamu banyak masalah dan sering marah-marah, lebih baik kamu selesaikan masalahnya dulu, tapi kami mau tetap sopan. Di grup WhatsApp, siapa pun yang berkata kasar, porno, swearing, SARA, akan dikenakan denda membelikan satu set senar ukulele seluruh orang yang ada di grup hahaha," ungkap Aiyu sembari tertawa.

Kendati berdomisili di Jakarta, Aiyu selalu memantau keadaan komunitas ukulele di setiap daerah. Bahkan, ia tak segan untuk mendatanginya. "Kalau ada komunitas yang anggotanya segitu-gitu saja dan nggak ada kegiatan, aku datangi, aku semangati untuk bikin sesuatu," jelas perempuan lulusan STIE Malangkucecwara Malang ini.

Berkat motivasi dari Aiyu pula, saat ini beberapa anggota ada yang tengah menyiapkan lagu untuk diproduksi dan dengan senang hati, Aiyu yang akan menjadi produser bagi mereka. "Itulah enaknya punya ekosistem, semua transaksi jual beli bisa terjadi di dalam keluarga itu dan bisa saling menguntungkan. Kamu mau mengeluarkan single, yang beli juga saudara sendiri," ungkap pemilik akun @ladyonukulele di Instagram ini.

Wah... Kegiatan seru banget, ya? So, bagaimana, Sahabat Fimela? Tertarik gabung bersama RUI untuk belajar ukulele? Langsung saja kontak mereka melalui Instagramnya di @republikukulele_id untuk info lebih lanjut. Semua kegiatan RUI akan di-share di sana, lho! Jadi kamu nggak akan ketinggalan info, deh!

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading