Sukses

Health

Terkuak, Ini Penyebab Banyak Pasien COVID-19 Meninggal saat Isoman Kata Ketua IDI

Fimela.com, Jakarta Meningkatnya angka kasus COVID-19 membuat banyak rumah sakit yang kolaps. Mereka tak mampu lagi menampung pasien COVID-19, sehingga pasien dengan gejala ringan hingga sedang harus melakukan perawatan isolasi mandiri atau isoman.

Namun, banyak juga pasien COVID-19 yang melakukan isoman akhirnya meninggal dunia. Salah satu contoh kasus ditemukan di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Ketua Ikatan Dokter Indonesia dr. Daeng M. Faqih sendiri membenarkan tak sedikit pasien COVID-19 yang meninggal saat melakukan isolasi mandiri di rumah. Dia mengungkapkan ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu bisa terjadi.

 

Penyebab pasien COVID-19 meninggal saat isoman

dr. Daeng menekankan bahwa isoman hanya bisa dilakukan oleh pasien Covid-19 tanpa gejala atau gejala ringan. Sementara, pasien dengan gejala sedang, berat, dan kritis harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Akan tetapi, akibat lonjakan kasus positif yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir, banyak diantaranya masyarakat yang sulit mendapatkan tempat tidur di rumah sakit.

“Banyak yang mestinya sudah dirawat di rumah sakit dengan saturasi di bawah 94, bahkan mungkin saturasinya rendah sekali 80 atau 70, karena tidak dapat kamar (di rumah sakit) terpaksa dirawat di rumah. Ini memang agak berat, tapi terpaksa dirawat di rumah karena tidak ada tempat di rumah sakit. Ini memang yang menyebabkan banyak kasus meninggal,” ujar dr.Daeng dalam pertemuan virtual Good Doctor, Kamis (22/07/2021).

Perburukan kondisi pasien yang tidak disadari

Lebih lanjut, dr, Daeng mengatakan orang tanpa gejala (OTG) atau bergejala ringan juga ada yang meninggal saat isoman di rumah. Hal ini disebabkan karena terjadi perburukan kondisi pasien yang tidak disadari sehingga terlambat mendapatkan perawatan medis yang tepat.

“Oleh karena itu, harus ada pengawasan oleh tenaga kesehatan bagi pasien COVID-19 yang isoman. Memang, tidak mungkin datang langsung ke rumah pasien, tetapi pasien bisa memanfaatkan platform telemedicine yang bisa diakses oleh pasien melalui gawainya masing-masing dari rumah,” lanjut dr.Daeng.

Pahami tanda perburukan gejala COVID-19

Selain itu, baik pasien maupun keluarga harus memahami alarm atau tanda tubuh jika terjadi perburukan gejala COVID-19. Gejala pertama yang harus diwaspadai adalah gangguan pernapasan.

“Pertama, kalau terjadi perburukan gejala yang muncul adalah gangguan pernapasan. Karena gangguan pernapasan sebagai tanda terjadinya gejala pneumonia atau radang paru,” jelasnya.

Gejala pneumonia ini ditandai napas yang menjadi lebih cepat dan pendek. Jika diukur respiratori atau kecepatan napas mencapai 24 kali per menit.

“Itu sudah menunjukkan gejala gangguan napas, berarti dia sudah ada gejala pneumonia. Sudah masuk gradasi gejala sedang, bukan lagi gejala ringan, jadi tidak boleh lagi melakukan isoman,” papar dr.Daeng.

Tanda perburukan gejala COVID-19 lainnya

Gejala kedua yang disebutkan dr.Daeng adalah dada terasa tertekan dan sakit meskipun napas tidak cepat. Menurut dr.Daeng, hal ini juga disebut gejala gangguan napas.

“Gejala ketiga, terjadi sianosis yakni kebiruan pada bibir, ujung tangan, juga ujung kuku,” lanjut dr.Daeng.

Dia menjelaskan, sianosis menunjukkan tanda-tanda tubuh kekurangan oksigen yang jika diperiksa kemungkinan saturasinya telah di bawah 94. Dan meskipun oksigen bisa dilakukan secara mandiri dari rumah, tetap ada dosis yang harus diperhatikan.

“Untuk itulah, pentingnya pendampingan dari tenaga medis bagi pasien COVID-19 yang isoman. Karena kebanyakan masyarakat belum mengetahui gejala alarm tadi dan ini bisa dicegah kalau dia selalu terhubung. Maka dari itu, selalu konsultasi ke dokter atau tenaga kesehatan,” tegas dr.Daeng.

#Elevate Women

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading