Sukses

Lifestyle

Editor Says: Aan Mansyur Bukan Semata Sosok di Balik Puisi Rangga

Fimela.com, Jakarta Sebelum tahun kemarin, ketika ada menyebut nama Aan Mansyur, maka dalam hitungan detik otak akan mencari informasi dan berujung pada ketidaktahuan. Anonim, asing, siapa pula ia?  Namun setelah diungkap sebagai sosok di balik indah puisi-puisi Rangga, cowok berkacamata ini pun jadi figur yang sangat familiar.

Ya, Rangga yang tengah saya coba bicarakan ini adalah salah satu tokoh utama di film Ada Apa dengan Cinta (AADC) karya duo kribo, Mira Lesmana dan Riri Riza, di mana pada seri pertamanya diarsiteki Rudy Soedjarwo. Sekarang, mari sama-sama kita pikir, sudah berapa juta orang yang jatuh cinta pada rangkaian diksi puisi Rangga?

Aan Mansyur bersama Mira Lesmana. (foto: twitter.com/miralesmana)

Setelah AADC pertama rilis di tahun 2002, tak sedikit cowok yang mencoba ke-rangga-ranggaan. Berambut keriting, diam, terkesan misterius. Efek film bergenre drama tersebut juga menimpa Aku karya Chairil Anwar. Muncul dalam salah satu scene Cinta-Rangga, buku lawas itu pun diburu banyak orang. Tahun berlalu, AADC merilis seri baru, animo akan Aku berpindah ke sosok Aan Mansyur.

Perbendaharaan kata yang (hampir) sempurna, susunan kalimat demi kalimat yang enak dan mudah dibaca, serta pesan tak eksplisit jadi ciri khas karya Aan. Sebagian publik menobatkannya sebagai penyair, sementara ada juga yang bersikeras menyebut lelaki kelahiran Bone, Sulawesi Selatan ini penulis. Namun, Aan masih punya sisi lain yang menarik untuk ditelisik.

Aan Mansyur. (gadis_buku/Instagram)

Bagian diri Aan yang satu ini mungkin tak pernah kamu duga. Pasalnya, ia begitu membelakangi citra diri yang selama ini terbentuk di sekeliling figur pemilik akun Twitter @hurufkecil tersebut. Di mata kebanyakan publik, mungkin juga termasuk kamu, cowok yang memilih 'bahasa perempuan' di karyanya ini sarat akan puisi nan menghanyutkan.

Tapi di balik diksi-diksi pengoyak emosi yang tertuang dalam berbait puisi, Aan ternyata seorang pegiat literasi di kota Makassar, tempat ia berumah selama kurang lebih dua puluh tahun belakangan. Jadi, bagaimana sebenarnya sosok Aan di sisi yang sama sekali lain ini?

Pemikir Kritis Berlabel Penyair

Perkenalan tak langsung saya dengan Aan Mansyur terjadi di suatu sore saat tengah scroll timeline Twitter. Sambil lalu dilihat, salah satu teman membagikan semacam link yang dihubungkan ke medium.com. Tak berniat membuka di awal, namun di sanalah saya kala itu, larut dalam pemilihan kata yang begitu rapi dan terkesan hati-hati di akun Medium Aan.

Beberapa merupakan tulisan kritis yang, seperti biasa, tak menyampaikan maskudnya secara gamblang, ada pula puisi-puisi berplot menarik, juga penggalan cerita yang sudah terlebih dulu diterjemahkan Aan. Peristiwa tak sengaja nan menyenangkan itu terjadi beberapa minggu sebelum sosoknya terungkap sebagai figur di balik puisi-puisi Rangga.

Aan Mansyur. (aanmansyur/Instagram)

Ketika pertama nama Aan beken karena AADC, saya sempat terheran dan bertanya 'itu siapa? pernah nulis apa?'. Namun saat menyebutkan hurufkecil (maafkan saya yang hanya ingat username Medium dan Twitter Aan), gelagat familiar pun perlahan mengganti perasaan ganjil yang sedari tadi menyelimuti.

Mungkin karena perkenalan dengan Aan yang demikian, malah sulit bagi saya untuk mengingatnya sebagai pencipta kata-kata indah Rangga. Ia sudah lebih dulu punya banyak identitas di kepala saya, tak semata penyair dengan segudang diksi elok.

Ditambah hasil kepo di waktu-waktu panjang, kesimpulan saya kian bulat saat sekian bulan lalu Aan jadi narasumber di semacam talkshow garapan Bhagavad Sambadha dan Arman Dhani yang diunggah di akun Youtube paguyuban pamitnya meeting. Selama kurang lebih 56 menit, penulis Tiga Puisi Cinta untuk Seorang yang Pergi ini berbicara literasi dan gerakan.

Melihat Api Bekerja karya Aan Mansyur. (dian.nangin/Instagram)

Gagasan tersebut dikonkritkan lewat Kata Kerja, komunitas, yang sebagaimana dijelaskan Aanmerupakan jembatan antara pemikir dan aktivis, di mana keduanya terpisah ngaga jurang terlalu lebar. Aan dan teman-teman di Kata Kerja ingin mereka yang terbisa bergerak juga terbiasa berpikir dan sebaliknya. Mengingat hal itu, jangan lagi heran jika diskusi dan aksi sudah begitu akrab dengan Aan. 

Bila Tak Ada New York Hari Ini terkesan begitu komersilcoba kamu baca Melihat Api Bekerja. Meski (lagi-lagi) tak lugas dan tegas, namun ideologi Aan yang sarat akan pantikan pergerakan lebih banyak muncul di sana. Setelahnya coba tanya pada diri sendiri, masihkah kamu mengidentifikasi Aan Mansyur (bila saya boleh mengutip omongan Bhaga) sebagai penulis dan/atau penyair pop?

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading