Sukses

Lifestyle

Eksklusif, Bisnis Jadi Cara Nina Moran Bangun Mental Perempuan

Fimela.com, Jakarta Too many men in business, but not enough women. Apa yang salah? Mengapa terdapat ketimpangan kuantitas antara dua jenis kelamin di bidang usaha komersial dalam dunia perdagangan? Tanya-tanya bernuansa demikian mungkin masih tertinggal tak terjawab hingga hari ini, namun keberadaan Nina Moran sekiranya bisa menambah jumlah di kubu pebisnis perempuan.

***

Kembali ke waktu 12 tahun silam saat Nina bersama dua adiknya, yakni Anita dan Githa Moran, ngotot mendirikan Gogirl!, majalah pertama yang target pasarnya adalah remaja di rentang usia 14 hingga 19 tahun. Bak roller coaster, bukan alur mudah yang ditempuh Nina selama menciptakan dan mempertahan eksistensi Gogirl!.

Eksklusif Nina Moran. (Foto: Galih W. Satria/Bintang.com Digital Imaging: Nurman Abdul Hakim/Bintang.com)

Kesulitan memperoleh modal dan mencapai sepakat dengan vendor tak terlewat dikisahkan ibu dari satu putra dan dua putri tersebut. Belum lagi berbicara tentang malam-malam dengan sedikit tidur. Gogirl! dibangun dengan penuh asa, gantungan mimpi setinggi atap semesta, juga pengorbanan tiada akhir.

Namun, menyerah sepertinya tak ada dalam perbendaharaan kata Nina. Pasal, impian yang diemban bukanlah semata ambisi memiliki majalah, melainkan membangun mental perempuan lewat cara yang satu-satunya ia pahami.

Eksklusif Nina Moran. (Foto: Galih W. Satria/Bintang.com Digital Imaging: Nurman Abdul Hakim/Bintang.com)

"Aku mau empower women from within karena these girls yang mungkin sekarang sudah di usia 25 sampai 33 tahun, kita itu so smart, so critical. Tapi ada satu yang kurang, kita rapuh di dalam," ujar Nina saat ditemui di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (4/5).

Lewat bisnis, Nina merealisasikan mimpinya untuk membangun mental perempuan. Tak hanya dengan mendiktekan cara jadi menarik secara penampilan kasatmata, namun juga bagaimana bangkit kembali, serta berdialog lebih dalam untuk menemukan potensi-potensi yang selama ini mungkin diabadikan. Dengan lontaran kata yang penuh kejutan, berikut kutipan wawancara Bintang.com dengan Nina Moran.

Tak Mudahnya Jadi Pengusaha Perempuan

Jadi pebisnis perempuan, Nina Moran menjabarkan bagaimana ia bertahan di lingkungan yang notabene didominasi lelaki. Sudah berada di dunia bisnis selama kurang lebih 12 tahun, ia menemukan pola berbeda yang diterapkan antara pebisnis perempuan dan lelaki.

Tantangan untuk Jadi Wiraswasta Perempuan?

Sebenarnya kalau jadi wiraswasta secara berwiraswastanya nggak terlalu gimana-gimana. Yang susah kalau aku harus berhubungan sama vendor, cari sponsor buat acara. Kalau dulu, dunia percetakan majalah itu lebih banyak lelaki. Jadi, harus disesuaikan bagaimana komunikasinya. Cara kita berpikir, angle yang dipikirin itu beda.

Lelaki itu melihat lurus, cuma lurus, jauh ke depan, lebih jauh dari perempuan. Tapi cuma satu angle. Kalau kita lagi di tengah negosiasi, biasanya jadi sulit ketemu pikirannya. Cuma pada akhirnya, aku harus menyesuaikan diri ke mereka.

Misal, lawan bicaraku lebih transaksional. Jadi aku harus lebih menonjolkan apa yang bisa dikasih ke mereka. Beda kalau ngomong sama perempuan. Jarang ngomong untung di awal, lebih kepada kita bisa create impact apa. Kalau udah satu visi, baru ngomongin untung.

Eksklusif Nina Moran. (Foto: Galih W. Satria/Bintang.com Digital Imaging: Nurman Abdul Hakim/Bintang.com)

Gogirl! kan sudah dari 2005. 3 sampai 4 tahun awal itu nggak mudah. Setelah 9 tahun kan baru lumayan settle. Jadi dari sebegitu panjang perjalanan, yang paling susah apa?

Ngatur orang. Yang paling susah itu leading people. Yang lain bisa diatur, tapi mengepalai orang lain itu banyak faktor dari diri sendiri. Misal, kalau aku nggak mau keluar dari comfort zone, ya jadinya gitu-gitu aja. Leading orang untuk berubah itu susah. Betul-betul susah. Kalau ada yang nggak mau, kaya mau nyetir kapal, tapi jangkarnya masih kepasang.

Saat nggak bisa menginspirasi, semuanya jadi mandek. Manusia kan punya keinginan masing-masing, punya persepsi masing-masing, dan jadi sulit kalau keinginan kita berbeda dengan mereka. Mereka itu punya kemewahan untuk berhenti dan mencari di perusahaan lain. Tapi aku? I don't have that luxury. Kalau aku berhenti, perusahaan ini berhenti. Sesimpel itu. Kalau nggak berubah, okay, kita punah. Dan yang harus diyakinkan pada perubahan ini, setelah diri sendiri, adalah karyawan.

Apakah perubahan itu kemudian setidaknya mengikis sedikit ideologi Gogirl!?

Nggak. Istilahnya kita orang yang sama, tapi pakai baju berbeda. Lebih kaya gitu. Jadi kita cuma perempuan yang lagi ngikutin zaman tanpa kehilangan identitas. Misalnya lagi model outer wear, ya kita pakai itu.

Eksklusif Nina Moran. (Foto: Galih W. Satria/Bintang.com Digital Imaging: Nurman Abdul Hakim/Bintang.com)

Balik ke 2005, apa sebetulnya tujuan mendirikan Gogirl! yang notabene punya segmen umur dan ide berbeda dari majalah lain?

Sebenarnya kita dari dulu sampai sekarang tetap sama. Passion-nya itu building perempuan dari dalam. Saat itu kita mikirnya, that's the market we understand. Waktu itu aku sama adik-adikku kan baru lulus kuliah. Jadi kalau mulai dari usia kita saat itu, we haven't figure it out yet. Jadi, kita mulai dari usia yang lebih muda.

Kita udah lewatin, tapi belum terlalu jauh. Positioning-nya kaya kita itu kakak-kakaknya mereka. Jadi, kita tahu bagaimana ngobrol sama mereka, tanpa menggurui. Contohnya, banyak perempuan pintar, yang kariernya maju, coba kamu tanya apa dia suka merasa punya self down.

Sering banget bilang ke diri sendiri kalau i'm not good enough kalau ditawarin posisi bergengsi. Beda sama lelaki, kalau 30 persen dia yakin, dia akan terima. Kalau perempuan, dia harus yakin 120 persen. Itu yang harus dilihat, mengapa kita kaya begitu. Jadi, we have to win the heart.

Karena itu tempat semua pertarungan bisa dimenangi. Persepsi gagal dan berhasil adalah di dua kubu berbeda itu salah. Mereka justru harus berjalan beriringan. Kamu harus tahu what you are not good at untuk tahu what you are good at.

Setelah sekian lama berkecimpung, apakah citra perempuan sudah mulai bergeser di dunia bisnis?

Menurutku, sebenarnya kalau itu nggak bisa dilihat dari bisnis. Tapi bagaimana keseharian orang secara umum. Misalnya, dia anak perempuan, kalau nggak dibesarkan seperti perempuan ya cara berpikirnya juga beda. Jadi, lebih ke gimana dia dibesarkan sama lingkungan dan keluarga.

 

Sukses Menurut Nina Moran

Tahun demi tahun bergulir, Nina kemudian tak hanya berlakon sebagai pebisnis, namun juga istri dan ibu. Lantas, bagaimana ia membagi waktu antara dua dunia yang sama sekali berbeda tersebut? Lalu, bagaimana juga definisi sukses menurutnya? 

Setelah berkeluarga dan punya anak, bagaimana akhirnya mengatur waktu di antara keduanya?

Jadi setiap hari minggu, aku buat jadwal. Aku harus apa di hari apa dan aku nge-check agenda anak-anak. Misalnya, kapan dia ada ulangan atau orangtua murid harus ngapain. Terus aku buat, aku atur, selama seminggu ke depan aku harus ngapain.

Terus habis jadwal kegiatan, aku bikin menu buat anak-anak makan seminggu. Pertamanya aku kan sering beli buku resep, nah akhirnya mereka milih mana yang suka dan nggak. Kadang juga ada request ganti menu, jadi disesuaikan saja.

Habis menu, aku nyiapin baju buat suamiku. Misalnya, Senin dia pake baju apa. Bukan karena aku mau ngatur, ini dianya yang mau. Soalnya dia suka nanya pas pagi, kalau begitu, aku yang stres. Jadi mending dari hari Minggu itu udah beres.

Tapi kalau lagi pas sibuk banget dan nggak bisa buat jadwal, si mbak, mungkin karena udah biasa, jadi udah hapal. Minggu pertama biasanya aku buat menu apa. Terus dia tinggal ambil dari buku resep. Kecuali kalau ada hal mendadak, kaya anak sakit. Nah aku harus rombak jadwal.

Mungkin privilege jadi pengusaha salah satunya itu, bisa kerja dari rumah di saat-saat genting. Walau kadang tetap harus aku tinggal. Tapi jadwal ini juga nggak gampang. Awalnya, aku cuma bisa ngikutin sekali dari jadwal. Tapi lama-lama disiplin waktunya tertanam.

Eksklusif Nina Moran. (Foto: Galih W. Satria/Bintang.com Digital Imaging: Nurman Abdul Hakim/Bintang.com)

Tips untuk mereka yang mau jadi pemrakarsa dalam satu bisnis? Kaya dulu Gogirl! kan nggak ada orang yang kepikiran bikin majalah dengan rentang usia 14-19 tahun.

Kalau kamu punya mimpi, benar-benar mimpi di hati, jangan anggap itu sebagai mimpi, melainkan tugas dari Tuhan. Kalau ada orang lain bilang itu impossible, ya itu kan impossible bagi mereka, bukan kita. That dream is there for a reason. Semua orang punya panggilan masing-masing. Dan panggilan itu adalah mimpi yang benar-benar ada di hati.

Kita mungkin bukan orang yang spesial, tapi kita signifikan. Banyak orang yang akan tersentuh karena satu keputusan. Bayangin nggak kalau aku nggak pernah berani buat Gogirl!, nggak pernah nulis buku, nggak buat conference.

Pernah ada yang nanya sama aku, gimana kalau lagi down banget? Aku cuma bisa jawab doa. Kalau ada yang nanya, aku pasti minta didoain. Jangan anggap satu kegagalan sebagai kegagalan. Mungkin itu cara Tuhan menjawab, walau nggak sesuai dengan apa yang kita mau.

Kalau kita punya mimpi, jalani aja dengan ikhlas. Nggak ada hal lain yang bisa kamu lakukan. Aku nggak pernah takut kegagalan dan kesalahan aku diketahui orang lain. Yang aku takut, dengan dengar begini orang malah takut dan nggak mau coba.

Eksklusif Nina Moran. (Foto: Galih W. Satria/Bintang.com Digital Imaging: Nurman Abdul Hakim/Bintang.com)

Bicara sedikit tentang Resonation?

Women conference yang dimaksudkan untuk empower perempuan from within. Jadi ada couching dalam grup-grup kecil. Mereka nantinya bisa saling bercerita. Fasilitator yang pegang memang CEO dan entrepreneur. Itu karena mereka sudah memegang banyak bidang.

Tahu soal masalah pajak, ketenagakerjaan, production, dan sebagainya. Jadi orang mau nanya apa, mereka bisa jawab. Walau nanti ke sananya aku mau ada juga musisi atau movie director. Aku maunya, Resonation itu acara di mana kita bisa ketemu setahun sekali.

Supaya perempuan bisa dikuatkan dari dalam. Kamu punya mimpi apa, it's okay, sekarang kamu punya barrier apa. Isunya sangat universal. Kita itu perempuan, dibesarkan dengan batasan-batasan tertentu, apalagi perempuan Asia, kita kan cultural dan macem-macem. Belum lagi yang sifatnya internal. We have to create a support system.

Pertanyaan terakhir, jadi kalau buat Nina Moran, definisi sukses itu apa?

Aku nggak tahu sebetulnya apakah aku mau sukses anymore. Karena aku pengin jadi orang yang impactful. Karena gini, one thing that i learn from all this journey yang begitu beratnya bikin aku seakan diambil dari semua yang aku punya. Secara duniawi, aku lost a lot. Tapi secara batin, aku merasa kaya. Meaningful karena bisa dipakai untuk hal-hal baik. Ada guna hidup di dunia. I want to be someone yang karyanya punya impact di hidup orang lain.

Kemudian, sukses bagi Nina Moran bukan lagi soal berapa banyak pundi-pundi keuntungan mengalir ke rekening. Namun bagaimana memberi pengaruh positif pada perempuan lewat karya-karya yang diciptakan. Ia merasa perempuan harus menompang satu sama lain. Ia berpikir perlu perempuan kuat sedari dalam pikiran dan hati.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading