Sukses

Lifestyle

Eksklusif, Cerita Tasya Kamila Hidup di Amerika Serikat

Fimela.com, Jakarta Tasya Kamila, mantan penyanyi cilik itu sudah tumbuh dewasa. Namun, lesung pipinya tidak berubah, tetap menjadi ciri khasnya. Tasya kini tengah melanjutkan pendidikannya di Amerika Serikat. Lantas, bagaimana kariernya di dunia hiburan yang sudah dibangun sejak kecil? Benarkah Tasya Kamila juga sudah mempersiapkan pernikahannya, selesai menamatkan pendidikan S2?

***

Menikah, bagi sebagian orang merupakan sebuah proses sakral. Namun tidak semudah itu untuk menjalankan pernikahan. Perlu persiapan mental dan materi tentunya agar dapat menunjang masa depan keluarga yang diinginkan. Tasya Kamila juga menginginkan yang terbaik bagi kehidupannya, sehingga ia lebih memilih untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang S2, daripada harus memaksakan untuk segera menikah.

"Buat aku pribadi, kalau aku sih masih fokus S2 dulu. Nanti kalau udah lulus mungkin bisa siap, tapi kapannya itu belum tahu," kata Tasya Kamila saat berbincang di kantor Bintang.com, baru-baru ini.

Tasya memang tengah fokus dengan pendidikannya. Saat ini, ia tengah menempuh jenjang pendidikan magister di Columbia University, New York, Amerika Serikat. Menamatkan program sarjana di Universitas Indonesia, Tasya lulus dengan nilai cum laude dalam waktu 3,5 tahun.

"Sekarang jurusannya public administration atau kebijakan publik. S1 kan akunting, tapi kan ilmu itu bisa dipakai dimana-mana," lanjutnya.

Lalu apa cita-cita mantan penyanyi cilik yang pernah mempopulerkan tembang Libur telah tiba itu di masa depannya? Sebuah cita-cita yang membuatnya rela berkorban, jauh dari orangtua dan keluarga serta Tanah Airnya. Simak wawancara selengkapnya berikut ini.

Ingin ubah imej perempuan, tidak hanya di dapur dan kasur

Bagi Tasya, menikah adalah sebuah bagian dari pelaksanaan kodratnya sebagai perempuan. Namun, di lain sisi, ia sangat tidak setuju ketika perempuan diidentikkan dengan kasur dan dapur saja. Di zaman emansipasi seperti sekarang ini, perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama dalam semua hal.

Menurut Tasya, mendefinisikan pernikahan itu seperti apa?
Menikah itu ibadah. Makanya aku tetap ingat kodrat sebagai wanita. Tapi secara pribadi, kapannya itu yang belum tahu. Cuma ya itulah, kalau bisa kita harus ikuti yang kita percaya.

Tasya sendiri udah siap?
Buat aku pribadi, kalau aku masih fokus S2 dulu. Nanti kalau sudah lulus mungkin bisa siap, tapi kapannya itu belum tahu. Pastinya balik lagi, serahkan pada Allah SWT. Jodoh kan di tangan-Nya. Sekarang fokus S2 dulu.

Secara usia sudah merasa matang?
Sekarang kan mau 25 tahun ya tahun ini. Kalau menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) sih sudah layak ya. Tapi kembali lagi ke orangnya ya, sudah layak atau matang atau belum untuk membangun rumah tangga. Kalau aku sih penginnya lulus S2 dulu.

Memang sudah ada calon ya, background dia apa?
Aduh nanti saja deh kalau sudah ada cincin di jari manis. Nanti baru diceritakan, ini masih kosong (sambil menunjukkan jarinya). Kalau sekarang kan dibilangnya teman dekat saja.

Memang nggak suka membagikan kebersamaan di medsos?
Jarang sih. Aku tipikal yang nggak nyaman untuk sharing yang begituan. Membahas soal asmara, percintaan itu sama keluarga dan teman dekat saja.

Dilarang pacar atau bagimana. Kan jadi banyak yang kepo?
Nggak ada sih (larangan pacar). Itu semua keputusan base on me. Apa yang nyaman untuk aku saja. Banyak yang kepo sih memang. sudah lah nikmati saja yang aku share.

Seumuran atau selisih usia berapa?
Ya gitu deh, nanti saja lah. Nanti ya kalau sudah ada cincin di jari manis. Sekarang tahap saling mengenal, aku masih punya kesibukan. Kalau menikah kan nanti penginnya bisa ambil keputusan bersama. Kalau sekarang masih egois ya, pengin plan aku yang dijalanin. Pengin S2 dulu, baru plan yang lain.

Apa dirahasiakan?
Nggak nyembunyiin ya sebenarnya. keluarga juga sudah tahu, juga teman-teman aku. Kalau aku punya teman dekat baik laki-laki maupun perempuan juga kasih tahu ke mereka. Aku tipe orang yang ngabarin juga ke mama kalau jalan kemana, mama juga posesif, tiap berapa menit selalu nanyain.

Pendapat Tasya jika perempuan diidentikan dengan dapur dan kasur?
Zaman sekarang nggak bisa diasosiasikan seperti itu lagi ya. Karena kan kesempatannya kan sama ya, antara perempuan dan laki-laki. Cuman kan seorang perempuan nggak bisa lupakan kodratnya. Kalau punya potensi untuk menjadi tumpuan keluarga, atau mengubah dunia, kenapa tidak? Ini zaman emansipasi wanita ya menurut aku. Kesempatan terbuka, kita harus bisa jadi wanita yang independen, nggak tergantung sama orang lain. Dan yang terpenting adalah keluarga, suami, dan lainnya harus memberikan dukungan. Tugas rumah tangga kan bisa dibagi ya. Jadi harus didukung oleh orang terdekat.

Bercita-cita ingin jadi menteri

Menempuh pendidikan di luar negeri membuat Tasya Kamila harus berkorban. Satu hal yang sangat berat baginya ketika terbang ke Negeri Paman Sam adalah jauhnya dengan orangtua dan keluarga yang selama ini menemani. Terlebih saat ayahandanya meninggal, Tasya tidak bisa langsung begitu saja kembali ke Tanah Air.

Pendidikan di Amerika gimana?
Pertama tinggal di luar negeri ya. Jauh dari keluarga, orangtua, tantangan tuh ada bermacam-macam. Dari mulai ditinggalkan oleh papa juga. Belajar hidup sendiri, tadinya kemana-mana kan ada asisten, ada mama yang bantuin. Pas nyampai sana ditempa jadi mandiri banget. Jalan sendiri, naik kendaraan umum. Kan gak mungkin juga pakai mobil. Kemana-mana naik subway, bus. Kalau dekat ya bisa naik transportasi online. Semua dikerjakan sendiri, seperti masak, trus bersih-bersih, ngosek kamar mandi bisa.

Seperti apa sih suasana pendidikan di sana?
Menjadi pelajaran sendiri. Yang masuk ke Columbia University kan the best people around the world. Jadi berasa banget kompetisinya. Mereka banyak yang ambisius, serta antusias sama kelas yang mereka ambil. Nggak ada yang malas-malasan, kalau capek iya.

Jadi terbawa situasi?
Sesuatu yang menyenangkan menurut aku ya. Jadi kebawa sama situasi itu. Di sana ya kerjanya ke kampus terus, mainly untuk kuliah. Kalau ada waktu luang, capek, tidur, atau nonton YouTube, film. Jarang banget untuk eksplore kota New York. Tapi kalau pas libur, bisa. Kemarin pas libur, Desember, namanya winter break, libur musim salju. Aku 3 minggu libur, nggak pulang ke Jakarta, menikmati suasana di sana, eksplore New York. Di sana banyak tempat pertunjukkan, drama musikalnya bagus sekali. Broadway.

Sudah berapa lama, dan kemana saja?
Kalau di Amerikanya, sudah ke beberapa negara bagian. Kan ada east coast sama west coast ya. Jad beberapa kota seperti NY, washington DC, Conecticut, boston, beberapa lagi nggak begitu inget. Baratnya San Fransico, Los Angeles, dan lainnya.

Ambil jurusan apa?
Public administration atau kebijakan publik. S1 kan akunting, tapi kan ilmu itu bisa dipakai dimana-mana. Salah satu obsesi aku kan jadi menteri. Jadi pengin jadi satu step realisasikan mimpi. Yang penting dicari dulu ilmunya, bagaimana memformulasikan kebijakan seperti apa. Menganalisis, lalu mengimplementasikan seperti apa.

Siapa sih inspirasinya?
Aku kan pernah jadi beberapa duta yang bersinggungan dengan masyarakat. Pernah jadi Duta Lingkungan, Duta Konsumen, dan lainnya. Jadi bergantinya menteri, aku ngikutin. Aku juga sering dampingi menteri. Menjadi menteri adalah pekerjaan yang keren menurut aku. Membuat suatu impact.

Siapa menteri perempuan menginspirasi?
Ibu Sri Mulyani dong pastinya. Siti Nurbaya juga, menurut aku sosok menteri wanita itu keren banget. Menurut aku bisa menjadi sosok yang memformulasikan, menetapkan, juga menjadi pengawas, itu keren banget lah.

Komentar tentang pendidikan pada kaum selebritis?
Kalau menurut aku itu pilihan. Aku nggak pernah mendiskreditkan yang nggak mengejar pendidikan. Karena pasti mereka juga punya alasan. Jadi apapun alasannya itu pilihan mereka. Aku sendiri anggap pendidikan itu penting, nggak hanya buat karier namun juga sebagai penambah wawasan, untuk kehidupan. Bagaimana kita mengambil keputusan. Membangun network, dan lainnya. Mungkin mereka punya tujuan berbeda dari aku, dan fokusnya disitu ya sudah nggak apa-apa.

Ada yang bilang pendidikan tinggi tak berpengaruh pada kesuksesan, menurut kamu?
Lihat pendiri Facebook, Mark Zuckenberg, juga Bill Gates? Mereka kan nggak lulusnya juga di Harvard, come on. Emang rezeki itu sudah ada yang ngatur. Tapi, apakah kita satu dari satu juta orang yang seperti mereka? Sebenarnya mereka kan pintar, namun nggak memiliki waktu untuk menyelesaikannya. Mereka juga sudah punya ide. Itu keputusan yang baik juga menurut aku. Kita bisa melihat mereka dengan kesuksesannya. Cuma, apakah kita satu dari orang seperti mereka? Nggak apa-apa sih kalau memang yakin dengan ide dan jalan seperti mereka, go for it. Tapi kalau misalkan ilmunya belum cukup, ya sekolah. Aku juga S2 bukan ilmunya saja yang penting. Namun juga networking sama teman-teman, dari situ ide muncul. Dari situ bisa terbentuk satu bisnis.

Kalau ada yang bilang kamu artis dengan intelektualitas tinggi?
Bersyukur dan diaminkan juga. Kalau misalkan orang puji aku seperti itu. Tapi aku nggak anggap diri yang paling pinter ya. Aku malah selalu ingin terus belajar.

Misal jadi Menteri, pengen bikin Indonesia lebih baik?
Pastinya ya semua orang ingin kondisi yang lebih baik. Bukan buat generasi aku aja, namun juga generasi ke depannya. Itu pasti salah satu tujuan.

Seperti pepatah mengatakan, tuntutlah ilmu setinggi langit, Tasya Kamila pun tengah menjalani episode kehidupan tersebut. Banyak pengorbanan yang dijalaninya, demi menempuh pendidikan dan meraih cita-citanya. Sukses terus ya Tasya.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading