Sukses

Lifestyle

Eksklusif Ferry Yuliana, Pengusaha Harus Andalkan Pasar Lokal

Fimela.com, Jakarta Beberapa tahun terakhir, bisnis menjadi salah satu lini yang begitu digandrungi. Berbagai macam usaha pun bermunculan, namun tak sedikit dari mereka yang gulung tikar. Menjalani bisnis memang seperti mengukir mimpi, kadang terasa begitu indah dan bisa menyakitkan, seperti yang yang dialami Ferry Yuliana. Pengusaha natural bag dengan brand Gendhis ini, telah mengalami jatuh bagun merasakan manis dan pahitnya menjalani bisnis hingga pasar mancanegara.

Mendengar seseorang mampu menembus pasar mancanegara, rasanya begitu hebat apalagi yang dibawa adalah produk Indonesia. Amerika, Jepang, Spayol dan beberapa negara Eropa lainnya pun menjadi pasar yang pernah diinjak Ferry Yuliana bersama Gendhis. Namun, meski telah menembus pasar mancanegara, wanita yang akrab disapa Lia ini justru tak bergantung padanya dan memilih untuk mengandalkan pasar lokal sebagai sasaran utamanya.

Eksklusif Ferry Yuliana. (Foto: Daniel Kampua, MUA: @rezyandriati, Digital Imaging: M. Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Bukan tanpa alasan, selama 15 tahun menjalani bisnis Gendhis bag dan telah merambah pasar mancanegara, Lia belajar bahwa berbagai goncangan dan risiko yang ia hadapi menyadarkannya untuk memilih pasar lokal sebagai penopang bisnisnya. Salah satunya saat buyer dari luar negeri tak menyelesaikan pembayaran.

 

"Ada buyer yang nggak mau bayar, sudah dibayar separuh, separuhnya lagi nggak. Tapi barang masih di kami, karena kami nggak mau (memberikan barang) kalau belum menyelesaikan pembayaran, barang belum bisa sampai di tangan costumer, jadi harus lunas dulu. Akhirnya barang itu kami jual lagi, tapi butuh waktu lama sekitar enam bulan. Habis itu kita sudah mulai hati-hati sama buyer, lebih ketat lagi dan akhirnya melirik pasar lokal," jelas Ferry Yuliana kepada Bintang.com.

Lebih lanjut, Lia menegaskan kalau pasar lokal adalah penopang bisnisnya dan membuatnya bertahan saat ini, karena sebagai pengusaha ia juga butuh kepastian dari konsumen terlebih dibelakangnya ada begitu banyak pegawai yang menjadi tanggungjawabnya.

"Pasar lokal itu adalah penopang utama, karena itu kita sekarang ada, itu yang menghidupi. Makanya sekarang aku lagi gencar-gencarnya sama pasar lokal, karena uangnya langsung, cash, cash. kita itu butuh cash. kalau online kan transfer dulu dan rentan," ungkapnya bersemangat.

Eksklusif Ferry Yuliana. (Foto: Daniel Kampua, MUA: @rezyandriati, Digital Imaging: M. Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Selain menggalakkan pasar lokal, dari bisnisnya Lia pun belajar kalau uang bukanlah segalanya. Ya, baginya kepuasaan konsumen dan kebahagiaan pegawai, kedekatan dan kepercayaan dengan Sang Pencipta menjadi sesuatu yang membuatnya terus bertahan menjalani bisnis. "bisanis apapun itu tidak bisa meululu murni tentang uang. sesuatunya itu harus balance, dalam arti dirinya sendiri harus menyadari kalau ini passionnya, ini menyenangkan, ini hobi saya, ini pekerjaan saja, jadi saat menemukan benturan sekeras apapun benturan itu it's okay. ini duniawi, dan harus disadari," tukasnya.

Lalu bagaimana Ferry Yuliana bisa menghadapi berbagai ujian mulai dari penipuan, ditinggal pegawai, penjiplakan, hingga mematenkan produknya pada tahun 2004 juga kisahnya merambah pasar mancanegara dan akhirnya melirik pasar lokal untuk menopang bisnisnya? Berikut petikan wawancaranya bersama Bintang.com.

Pasar Lokal adalah Penopang

Kalau kamu menganggap bisa mengekspor barang ke luar negeri adalah sebuah restasi maksimal, itu tak terjadi pada Ferry Yuliana. Baginya bisa menguasai pasar lokal adalah sesuatu yang harus dilakukan seluruh pengusaha. Kok bisa ya?

Bagaimana awalnya brand Gendhis Bag lahir?

Karena nggak sengaja waktu aku hamil besar dan harus banyak istirahat di rumah, aku hobinya bikin pernah pernik kayak bikin sulaman, rajut, perca, flanel, terus waktu itu aku mikir kenapa nggak bikin tas, karena semua cewek itu punya lebih dari satu tas, yang kedua karena memang aku suka tas.

Selain itu aku sebenarnya ingin kasih tau kalau tas natural itu nggak seperti orang pikir yang kayak tas belanjaan. Pokoknya dulu tuh di Jogja kalau yang namaya tas natural itu tas pasar. Nah itu yang membuat aku "Nggak deh, kamu nanti akan liat kalau tas natural bukan tas pasar". Itu basic-nya.

Eksklusif Ferry Yuliana. (Foto: Daniel Kampua, MUA: @rezyandriati, Digital Imaging: M. Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Bagaimana Gendhis Bag bisa merambah ke pasar mancanegara?

Awalnya itu ketemu buyer di INACRAFT. Awal itu Spayol, dulu sekali langsung heboh pesan 12 ribu piece. Aku dulu yang nggak punya karyawan itu bingung, hah 12 ribu? mati gue. Dulu jangankan 12 ribu, kita itu dulu produksi masih di angka 500-1000 piece, itu benar-benar sesuatu banget, ngerjainnya sampai nggak berasa tahu-tahu sudah subuh lagi, udah maghrib. Waktu musim penghujan, aku sempat sewa gedung sekolah cuma buat jemur ini (tas). Itu pengalaman yang heboh. Itu aku eksport setahun setelah Gendhis berdiri tahun 2003.

Selain Spanyol, Gendhis sudah ke mana lagi?

Selain Spayol, gendhis juga sudah ke Jepang dan Amerika. Itu yang rutin, sebenarnya banyak, ada Malaysia, pernah ada cabang di sana dulu.

Sudah sampai mancanegara, kenapa masih mengandalkan pasar lokal?

Pasar lokal itu adalah penopang utama, karena itu kita sekarang ada, itu yang menghidupi. Makanya sekarang aku lagi gencar-gencarnya sama pasar lokal, karena uangnya langsung, cash, cash. kita itu butuh cash. Kalau online kan transfer dulu dan rentan.

Eksklusif Ferry Yuliana. (Foto: Daniel Kampua, MUA: @rezyandriati, Digital Imaging: M. Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Kalau di bandingkan dengan pasar mancanegara, sebesar apa minat pasar lokal terhadap produk tas dari Gendhis?

Kalau lokal sebenarnya sudah 5-10 tahun ini produk kita diminati, 70 persen dari barang yang kami produksi sold out sama pasar lokal, alhamdulillah. Artinya dari pertama kita ada selalu diminati. Kita malah kayak jadi leadernya gitu, kita nggak takut untuk di contoh.

Nggak masalah barangnya dijiplak sama saingan?

Aduh, yang namanya saingan, nanti terus keluar di pasar banyak tapi nggak papa. Soalnya semakin kita dijiplak malahan semakin ngetop. Kita selalu menyiapkan (diri) kalau nantinya itu memang akan dijiplak. Tapi kita kan akan selalu jadi kepala, at lease kepala selalu di depan, buntut selalu di belakang, orang akan percaya sama kita terus. Sekarang ini Gendhis itu nggak cuma sekedar mengutamakan materi aja sih, misal ada yang jiplak kita di pasar, yang jualkan bisa pasang harga lebih mahal dari pada barang yang dijual dia sebelumnya.

Apa yang harus diperhatikan untuk menarik pasar lokal?

Sulit banget kita edukasi costumer (soal produk lokal). Tapi aku waktu itu mikirnya harus bikin sesuatu yang bikin mereka noleh dan bikin mereka 'ih lucu sekali' itu aja sih sebenarnya, simpelKarena orang kita itu sebenarnya kalau ada sesuatu yang menarik.

Ikhlas dan Loyalitas Pada Pelanggan juga Karyawan

Selama menjalani Gendhis Bag, berapa kali mengalami jatuh bangun?

Kalau jatuh bangun itu banyak banget, tapi kalau diruntut kayak tangga, di setiap anak tangga ada goncangan, pegangan dulu. Di tahun ketiga ada buyer yang nggak mau bayar, sudah dibayar separuh, separuhnya lagi nggak. Tapi barang masih di kami, karena kami nggak mau (memberikan barang) kalau belum menyelesaikan pembayaran, barang belum bisa sampai di tangan costumer, jadi harus lunas dulu. Akhirnya barang itu kami jual lagi, tapi butuh waktu lama sekitar enam bulan. Habis itu kita sudah mulai hati-hati sama buyer, lebih ketat lagi dan akhirnya melirik pasar lokal

Dari berbagai cobaan hal apa yang paling membekas dan jadi pelajaran?

Kami belajar kalau uang bukanlah segalanya. Makanya perlu ditekenin soal ini, bahwa jangan takut kalau kita nggak ada uang nggak bisa maju, itu salah. Tapi kalau dari diri kita sendiri dibenahi dalam arti kita nggak mudah patah semangat, kita mesti happy, tidak lupa dengaan Yang Di Atas, sehingga balance.

Aku selalu mengutamakan balance, dalam arti balance pada karyawan, keluarga, Yang Di Atas, terhadap pembeli jadi di tempat kami nggak ada barang yang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan, itu nggak ada. Di tempat kami barang yang sudah di beli boleh dikembalikan. Kadang ada lho yang beli tapi suaminya nggak membolehkan, ada yang sudah beli tapi menitipkan ke kami dan diambil perminggu satu, aku geli (lucu) banget, udah gitu ternyata nggak dibolehin sama suami, ya nggak papa, aku kembaliin diutnya.

Eksklusif Ferry Yuliana. (Foto: Daniel Kampua, MUA: @rezyandriati, Digital Imaging: M. Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Ada perjanjian sebelumnya nggak untuk  mengembalikan barang yag sudah dibeli?

Aku nggak ribet, paling cuma aku tanya kenapa? Sistem aku nggak ribet dan itu yang bikin aku bentrok sama suamiku. Jaman Nabi dulu kalau yang namanya jual beli itu harus yang sama-sama ridho. Jadi kalau nggak, itu nggak bisa, apapun itu. Jadi nggak ada yang namanya udah dibuka, udah di pegang harus dibeli, itu nggak berlaku di tempat kami.

Makanya alhamdulillah sampai sekarang poin first-nya itu. Bahkan sampai yang jebol, sudah dipakai beberapa tahun, mereka kembali ke tempat kami "Bu mbok ya ganti sama yang baru" kataku, dia nggak mau karena katanya sudah cinta. Akhirnya kami tambal.

Seberapa berharga posisi konsumen dan pegawai untuk Ferry Yuliana?

Cerita-cerita dibalik Gendhis itu mengharukan, konsumen pun kadang menjadi semangat saat aku mendapat sedang jatuh, pertama konsumen kedua pegawai. Kadang soul kita kan naik turun, padahal aku sudah harus desain, tapi desain kan aku nggak bisa dipaksa, akhirnya kau cukup ke toko, lihat produksi, aku lihat mereka (pegawai), ngerjain gitu, udah, jadi deh desain kayak di charge aja baterai saat lihat pegawai kerja.

Eksklusif Ferry Yuliana. (Foto: Daniel Kampua, MUA: @rezyandriati, Digital Imaging: M. Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Bagaimana peran suami selama Ferry Yuliana menjalani bisnis Gendhis Bag?

Suamiku bantu dari socmed-nya, bikin Facebook. Dulu dia kalau habis antar anak sekolah, dia nggak pulang tapi di warnet. Dulukan akses internet nggak semudah sekarang, mana ada kayak saat ini.

Pesan bagi para calon pengusaha muda?

Sekarang-sekarang ini yang paling pentig itu, boleh kita punya tujuan akhir, tapi jangan lupa bahwa suatu bisanis apapun itu tidak bisa meululu murni tentang uang, nggak melulu dengan uang. Segala sesuatunya itu harus balance, dalam arti dirinya sendiri harus menyadari kalau ini passion-nya, ini menyenangkan, ini hobi saya, ini pekerjaan saja, jadi saat menemukan benturan sekeras apapun it's okay. Ini duniawi dan harus disadari.

Saya yakin banget tanpa adanya Yang Di Atas, kayaknya mau punya uang segunung, aku membuktikan sendiri saat aku berada di tangga keberapa itu benar-benar nggak ada uang, tapi akunya itu tetap yakin sama Tuhan. Pokoknya kita nggak boleh belok-belok termasuk dalam perilaku harus didasari dengan kebaikan. Kalaupun toh ada teman kita makan kita, dia berbuat curang nggak papa, ini tuh benar-benar seimbang, saat kita berbuat baik semesta juga tahu, nanti pasti kamu juga akan mendapatkan yang sama. 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading