Sukses

Lifestyle

Editor Says: Traveling Seperti Kids Zaman Now

Fimela.com, Jakarta Traveling bukan lagi satu barang mewah. Itulah kenyataan getir, sekaligus berita gembira yang saya, kamu, dan jutaan orang lain di Bumi mesti terima. Disadari atau tidak, fenomena bepergian ini makin umum dari hari ke hari.

Ketika ditanya mengapa, maka jawab setiap orang boleh jadi berbeda. Tapi, bila saya boleh menyimpulkan, maka setidaknya ada dua alasan utama traveling jadi kian populer, tak terkecuali (apalagi) untuk kids zaman now.

Pertama, banyak bermunculannya low cost carrier. Seperti diketahui, budget perjalanan biasa dibagi menjadi tiga bagian, yakni tranportasi, biaya hidup, dan oleh-oleh, di mana yang terakhir ini sangat amat banget optional.

Traveling seperti kids zaman now. (Sumber Foto: kadekarini/Instagram)

Dengan salah satunya disentuh, yakni transportasi, maka hitung-hitungan menabung jadi lebih logis dan cukup mudah untuk dipenuhi. Belum lagi berbicara tentang bertebarannya tiket promo dengan diskon gila-gilaan.

Kemudian, lumrahnya internet, lebih khusus media sosial, membentuk kebiasaan baru untuk melakoni perjalanan dalam periode tertentu. Informasi soal sederet  destinasi, lengkap dengan panduannya, secara tak langsung mendorong untuk, minimal, memunculkan mimpi untuk singgah.

Kalau memungkinkan, lalu semua asa itu akan dijadikan nyata, satu per satu. Mengingat dua faktor tersebut, wajar saja bila traveling kemudian jadi budaya yang lebih akrab, khususnya bagi kids zaman now.

Traveling ala Kids Zaman Now

Dinamika selalu datang bersama ragam fenomena baru, baik disukai atau malah sebaliknya. Mengacu pada traveling yang jadi makin familiar, kemudian terbentuklah pakem-pakem tak kasat mata dari cara melakoni perjalanan.

Kids zaman now pun punya agenda tersendiri. Meski tak bisa dipukul rata bagi semua pelakon perjalanan dengan usia muda, namun berdasarkan pengamatan di lapangan, saya punya poin yang bisa disimpulkan.

Traveling seperti kids zaman now. (Sumber Foto: alexandriamenthe/Instagram)

Satu yang mungkin juga sudah sangat kamu sadari adalah mengharuskan diri datang ke tempat-tempat Instagrammable. Ya, siapa juga yang ingin melewatkan kesempatan pulang dengan potret memori menarik?

Soal kebutuhan foto ini, tak sedikit pelancong rela membawa berbagai properti mendukung, lho. Tak hanya tentang sightseeing, unsur Instagrammable ini juga mesti hadir di tempat makan yang akan disambangi agar supaya koleksi foto makin ciamik.

So far so good? Jangan yakin dulu. Dari satu kebiasaan yang diadopsi tak sedikit orang ini saja ada beberapa pekerjaan rumah yang mesti disoroti. Jadi, sebenarnya apa yang keliru dari gaya traveling kids zaman now?

 

Menilik Gaya Traveling Kids Zaman Now

Satu yang pasti dan penting diingat, saya, kamu, dan para pelakon traveling mesti sadar kalau perjalanan ini bukan tentang diri sendiri. Tak semata soal menikmati kuliner lezat dan melihat lanskap membius. Perjalanan selalu lebih luas, jauh lebih luas, dari semata tentang satu orang.

Selama traveling beberapa tahun belakangan, saya sering sekali melihat tak sedikit traveler terlalu asyik mengoleksi foto Instagrammable. Kadarnya sudah sampai membuat lupa bila ia bisa mendapat memori lebih banyak. Caranya beragam, bisa dengan semata menikmati waktu sambil memerhatikan ritme satu tempat, atau lewat berbincang dengan penduduk lokal.

Foto ciamik untuk dibawa pulang memang penting, tapi kalau hanya itu yang dikejar, buat apa pergi jauh-jauh? 'Di rumah' pun banyak tempat-tempat yang didandani sedemikian rupa dan menarik untuk dijadikan latar berfoto.

Traveling seperti kids zaman now. (Sumber Foto: kadekarini/Instagram)

Saya masih setuju dengan Agustinus Wibowo yang menganggap traveling sebagai media pembelajaran agar paham. Tentang bagaimana beradaptasi, juga mendengar suara penduduk lokal yang rumahnya berjarak sekian mil dari rumah sambil tak melupakan diri kalau kita hanyalah tamu di tanah tuan.

Pasalnya, ada sebagian orang yang mengesampingkan moral dan keselamatan hanya untuk berfoto. Tak perlu saya beberkan satu-satu kan insiden yang terjadi lantaran ingin mejeng di sebuah destinasi?

Biar saja traveling jadi lebih lumrah, namun di masa transisi ini ada batasan-batasan yang mesti kita camkan bersama. Setidaknya, bisa dimulai dari belajar traveling untuk tak semata diri sendiri dan menghargai budaya, juga adat istiadat penduduk lokal. Dengan tidak berbicara kencang-kencang di tempat umum dan menjaga kebersihan, misalnya. Jadi, kapan nih traveling lagi?

 

Asnida Riani,

Editor Celeb Bintang.com

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading