Sukses

Lifestyle

Editor Says: Asyiknya Menonton Festival Musik

Fimela.com, Jakarta Nggak melulu soal makan, tidur, dan bekerja, hidup juga harus diimbangi dengan hal-hal yang membuat kita tampak berbeda dengan robot. Salah satunya yakni dengan kegiatan-kegiatan yang kita suka dan cintai. Mungkin sebagian dari kita menyebutanya dengan hobi. Apa hobimu?

Kalau saya, tentu saja musik. #kagakadayangnanya #biarin #ngasihtauaja

Kesukaan saya tentang musik sudah terbentuk sejak Indonesia masih dipimpin Orde Lama. Tsailah.. Nggak, deng. Saya suka musik sejak nggak tahu kapan tepatnya. Sebab, yang saya ingat, saat kelas 4 SD, saya begitu mengidolakan band rock lokal Jamrud. Kemudian Westlife. Lalu Club Eighties. And then Arcrtic Monkeys. Dan sekarang makin banyak musisi yang saya kagumi.

Ilustrasi penonton musik. (Via: telegraph.co.uk)

Namun, dari sekian banyak musisi yang saya sebutkan di atas, hanya Club Eighties dan Arctic Monkeys yang saya ikuti dari awal perjalanan karirnya hingga saat ini dengan apa adanya.

Kegemaran saya terhadap musik juga membangkitkan hasrat saya untuk menonton band idola saya secara langsung. Bermula dari Club Eighties. Saya mulai aktif menghadiri panggung-panggung mereka saat saya duduk di bangku SMA. Bahkan, saya sampai bergabung ke fan base-nya yang bernama Clubbers.

Tentu keputusan saya untuk gebung dengan Clubbers bukan sebuah kelebayan atau kefanatikan. Saat itu saya hanya ingin mendapat info acara mereka dengan lebih update dari pendengar biasa.

Roda kejayaan berputar. Perlahan tapi pasti, nama Club Eighties mulai redup dan terkalahkan dengan nama-nama band lain yang lebih terang. Terlebih, Desta dan Vincent hengkang dari sana. Saya yang kecewa dengan tren musik saat itu pun mencari angin segar yang lain dengan mendengarkan musik-musik yang bikin telinga saya nggak jamuran.

Saya jatuh cinta pada musik-musik yang dirilis melalui jalur indie. Meski mereka nggak setenar band-band pop melayu, namun mereka punya magnet tersendiri untuk memanjakan telinga saya yang pemilih ini. Sebut saja seperti The Brandals, The Upstairs, The SIGIT, The Trees and The Wild, Monkey to Millionaire, Efek Rumah Kaca, White Shoes and The Couples Company, Naif, Mocca, Gugun Blues Shelter, Endah n Rhesa, dan masih banyak lainnya.

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh @naifband pada

Seperti halnya dengan Club Eighties, saya juga sering mendatangi panggung-panggung band yang saya sebutkan di atas. Bagi saya, menyaksikan para pegiat musik secara langsung di atas panggung seperti memberi kebahagiaan, semangat dan kepuasan tersendiri yang tak terlihat dan sulit diungkapkan dengan kata-kata. Yeah!

Music Festival is Yes!

Sesederhana itu memang musik memberi efek positif bagi kehidupan saya. Bahkan, saking saya cinta sama musik, saya betah untuk datang ke sebuah acara paling awal dan pulang paling akhir untuk menonton semua pengisi acara. Seperti yang terjadi di festival misalnya.

Acara festival musik biasanya identik dengan sebuah perayaan atau pesta pecinta musik, baik dari satu genre tertentu maupun lintas genre. Dengan perayaan tersebut, itu artinya festival musik diisi oleh belasan, puluhan, atau bahkan ratusan musisi yang siap menghibur para penonton.

Untuk efisiensi waktu, penyelenggara biasanya menyediakan lebih dari satu panggung yang tersebar di area festival musik untuk kemudian diisi oleh musisi-musisi berbeda dengan jadwal pertunjukan yang berbeda pula. Dengan demikian, para penonton bisa bebas memilih musisi yang ingin ditonton.

Buat saya pribadi, menonton pertunjukan musik dalam format festival terasa lebih seru dan menyenangkan dibandingkan dengan panggung tunggal. Sebab, saya, sebagai penonton yang nggak betah diam terlalu lama di suatu tempat, bisa bergerak ke sana ke mari untuk menyaksikan musisi-musisi favorit di panggung yang berbeda.

Panggung yang lokasinya berbeda itu pula yang memberi suasana baru bagi penonton untuk menciptakan suasana yang nggak monoton. Interaksi langsung antara musisi dan penonton di luar pertunjukan juga lebih mungkin terjadi. Mengingat biasanya di acara festival, musisi nggak segan untuk berbaur menyaksikan musik-musik yang ada.

Selain itu, biasanya (based on festival musik yang pernah saya datangi di Jakarta dan sekitarnya), festival musik nggak bisa dihadiri oleh sembarang penonton karena hal-hal tertentu. Misalnya, untuk acara yang disponsori oleh rokok dan minuman beralkohol, penonton harus berusia 18+ atau 21+. Banyaknya pengisis acara juga membuat penonton festival musik harus merogoh kocek agak dalam, tidak seperti harga tiket masuk (HTM) panggung tunggal biasa.

Dengan begitu, nggak ada tuh tipikal penonton-penonton gratisan yang rusuh dan sok asyik. Ciyaaaa. Di festival musik, saya juga bisa melihat banyak orang baik cowok maupun cewek yang gayanya asyik dan unik. I mean about their fashion especially. Kalau kamu orang yang pernah atau gemar ke festival musik, pasti kamu setuju dengan pendapat saya.

Di panggung musik biasa, mungkin kamu bakal jarang mendapati seseorang berpakaian layaknya pergi memancing, ke pantai atau seperti ingin fashion show. Ah, pokoknya selalu ada yang unik dan bisa dijadikan inspirasi, deh.

 

Asyik tapi... Tetap Asyik~

Bagai dua sisi mata uang berbeda, festival musik juga ada sisi nggak enaknya. Dengan panggung dan jadwal pertunjukkan yang berbeda-beda, saya kerap dibuat galau jika ada dua atau tiga musisi yang tampil di satu waktu, namun beda panggung. Kalau sudah begitu, mungkin saya akan menyaksikan beberapa lagu saja untuk bisa menyaksikan semuanya.

Agak PR juga, sih, kalau panggungnya berjauhan dan venue yang crowded. Nggak maksimal memang, tapi itulah seninya festival musik. Atau biasanya, saya pilih musisi yang penampilannya jarang banget saya saksikan atau sudah lama saya tidak saksikan. Kalau kamu ada di posisi itu, kamu bakal ngapain?

Oiya, festival musik juga nggak memperkenankan untuk penonton membawa makanan atau minuman ke dalam venue. Sebab, di dalam venue, penyelenggara telah menyediakan tenant-tenant makanan dan minuman yang bisa penonton singgahi jika lapar atau haus. Tentunya, harga F&B di dalam venue lebih mahal. Ya namanya juga namanya.

Eits, tapi jangan khawatir, kalau kamu datang ke tenant sponsor, biasanya mereka punya promo-promo menarik untuk penonton, yang membuat harga makanan atau minuman jadi lebih murah dari harga reguler. Tinggal pilih saja.

Meski nggak semua festival musik yang ada saya datangi, tapi festival musik selalu bisa memberi keasyikan, kebahagiaan, pengalaman baru, teman baru, dan inspirasi bagi saya sebagai penonton. Bahkan, presiden Jokowi pun sempat meluangkan waktu untuk datang ke beberapa festival musik, lho. Salah satunya datang ke Synchronize Festival di JIEXPO Kemayoran, awal Oktober lalu, yang saya juga hadir di sana tiga hari berturut-turut. Keren!

Sebagai orang yang gemar dengan pertunjukan musik, besar harapan saya untuk bisa menonton festival musik di berbagai negara. Coachella dan Glastonbury, misalnya. Duh! Nabung dulu, deh. 

Salam,

 

Febriyani Frisca

Editor Zodiac Bintang.com

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading