Sukses

Lifestyle

Menyusuri Braga dan Sisa-Sisa Kejayaan Bangsa Eropa

Fimela.com, Jakarta Wisata Braga masih jadi salah satu destinasi yang menarik jika berkunjung ke Bandung. Terletak di pusat kota yang tak sulit dijangkau, daerah ini seperti tampak eksentrik dengan arsitektur dan suasananya yang sangat klasik.

Menyusuri setapak demi setapak di Jalan Braga rasanya kurang lengkap tanpa wisata sejarah. Untuk meresapi dimensi waktu masa lalu di sepanjang kawasan bersejarah ini hadirlah Komunitas Aleut yang akan memberi banyak informasi. Mereka hadir di setiap akhir pekan untuk berbagi kisah dan sejarah yang terbaring di sepanjang Braga.

Di balik tampilannya yang sangat vintage, Braga memang memiliki sejarah yang mentereng. Daerah ini pernah menjadi kawasan elit bagi para bangsawan Eropa, seperti Belanda dan Prancis. Mereka menjadikan Braga sebagai tempat berkumpul yang dipenuhi beberapa pusat hiburan dengan berbagai ragamnya.

Braga menjadi kawasan emas di era 1880an, yang beberapa bangunannya masih berdiri hingga saat ini. Sebagian besar daerah ini dipenuhi toko-toko, bioskop, panggung musik dan teater, serta restoran. Menariknya meski jadi lokasi hits di era kependudukan Belanda, beberapa toko menggunakan nama dalam bahasa Prancis, termasuk julukan Paris Van Java yang populer di masyarakat berawal dari ungkapan salah satu saudagar toko di Jalan Braga. 

Asal usul nama Braga sendiri terbagi menjadi beberapa versi. Namun yang paling populer adalah dari salah satu grup seniman bernama Braga yang tampil setiap akhir pekan di pusat keramaian Pedati Weg (nama sebelum Braga).

Kehidupan saat itu memang sudah cukup modern. Pusat perbelanjaan, bioskop, musik, teater digelar sebagai ajang perkumpulan yang di Societeit Concordia, yang sekarang jadi Gedung Merdeka. Tempat ini jadi spot favorit para bangsawan Eropa menghabiskan waktu untuk sekedar mencari hiburan atau berbincang tentang bisnis.

Sementara itu di beberapa tempat masih mempertahankan keaslian bangunannya. Sementara beberapa sudah dipercantik untuk keperluan komersil, dengan beberapa persyaratan. Bangunan yang digunakan untuk keperluan ekonomis harus mempertahankan facade asli dan mencantumkan tahun pembuatan guna menjaga nilai historis kawasan ini.

Kami pun sempat berkunjung ke kawasan pertokoan, termasuk toko yang cukup kondang di kawasan ini, Sumber Hidangan. Berbagai macam roti dan kudapan tersaji di toko ini, termasuk beberapa jenis roti otentik yang diwariskan dari era Belanda. Mereka juga menjajakan es krim dengan bermacam cita rasa untuk mencairkan suasana atau sekedar teman rehat sejenak setelah berjalan-jalan.

Salah satu bangunan otentik di Braga adalah Sarinah, yang juga bisa kita temui di beberapa kota di Indonesia lainnya. Sarinah bersaing dengan toko-toko lain saat itu, tapi ia lebih banyak menjual produk dan kerajinan lokal. Bangunan ini pun masih ada hingga sekarang, yang kini berfungsi sebagai cafe B10.

Cafe B10 dikelola oleh de Braga by Artotel, tempat kami menginap. Facade yang masih original serta desain art deco jadi ciri khas hotel yang belum lama diresmikan tersebut. Art space juga tersedia di lantai 2 sebagai wujud konsistensi mereka sebagai hotel yang mengedepankan seni.

Menyusuri jalan di Braga tak hanya menarik di siang hari. Ketika malam datang suasana terasa berbeda, ditambah dengan rintik hujan yang saat itu menyapa kami. Secangkir kopi dan obrolan hangat bersama teman akan membuat malam jadi makin hidup. Berwisata sejarah sekaligus mencari tempat-tempat foto yang menarik? Jangan lewatkan Braga di benakmu.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading