Sukses

Lifestyle

Trauma Kekerasan di Masa Lalu Bisa Membuat Wanita Takut Jatuh Cinta Lagi

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.
***
Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salam sejahtera bagi kita semua.

Ini adalah kisahku yang mencoba mencari jodoh, namun tak membuahkan hasil padahal umurku hampir kepala tiga.

Aku adalah orang yang introvert dan anti sosial. Awal mula ini terjadi adalah ketika aku selalu mendengar orang-orang terdekatku berkelahi di depan mataku. Itu adalah kejadian traumatis untukku. Bahkan, lebih gilanya lagi, aku mendapatkan kekerasan psikis dari almarhumah nenekku dan semua orang hanya lebih memperhatikan nenekku. Dan itu terjadi selama 20 tahun. Aku pun juga mendapatkan kekerasan fisik dari papaku selama tiga tahun.

Aku juga pernah menyukai beberapa lelaki yang aku kenal saat aku masih SMP dan SMA, namun jujur karena perundungan dari keluarga besarku pula, aku jadi tidak percaya seorang pun, apalagi setelah aku pernah diperkosa oleh guru sejarahku waktu aku masih kelas 1 SMP.
Ilustrasi./Copyright pexels.com

Aku juga pernah menjalin hubungan dengan seorang pria sewaktu aku kuliah, namun ternyata pria itu selingkuh di belakangku. Aku jadi semakin memiliki trust issue kepada semua orang, sampai aku pun juga tak pernah percaya dengan keluargaku, karena aku yakin mereka semua adalah penipu dan penindas, juga mereka lebih membela almarhumah nenek dibandingkan aku.

Namun, bukan berarti aku tidak ingin mencari seorang suami yang dapat mengerti dan memahami apa yang aku alami. Karena, tidak semua orang mau melakukan itu. Di dalam hatiku, aku mengidamkan seorang suami yang mau merangkulku saat aku sedang sedih, mau memahami apa yang aku alami, dan mengerti jika aku benar-benar ingin sendiri.
Ilustrasi./Copyright pexels.com

Tapi, kalian mungkin tidak akan suka membaca ini. Aku tidak suka berteman dengan siapapun, karena trust issue yang aku miliki. Aku ingin saja percaya dengan orang lain, namun setiap kali aku melakukan itu, mereka selalu mengecewakanku dan membuatku sakit hati berulang kali. Bahkan, jika ada seseorang yang sikapnya mengingatkan aku dengan orang-orang yang menyiksaku, aku menjauhi mereka dan memusuhi mereka seumur hidupku. Dan, aku benci mengambil risiko. Aku tidak ingin tersakiti lagi, selama dua puluh tahun berikutnya.
Ilustrasi./Copyright pexels.com

Namun, setelah nenek meninggal dunia, aku jadi makin yakin jika aku harus melakukan sesuatu dengan semua pengalaman traumatisku. Aku mulai berani mengikuti group chat yang berisi orang-orang yang sangat aku sukai (apalagi, orang-orang itu dari fanbase idol Kpop favoritku). Aku juga mulai berani memaafkan diriku sendiri, meski seumur hidupku aku tidak akan pernah memaafkan orang-orang yang telah menyakitiku lahir dan batin. Tapi setidaknya, aku bisa memaafkan. Apalagi, aku juga lelah melabeli diriku sendiri sebagai korban.

Sampai saat ini, aku masih belum memiliki seorang pria yang menjadi pendamping hidupku. Tapi, setidaknya, aku tahu jika aku masih punya kesempatan untuk memiliki seorang suami, meski semua saudara sepupuku yang lebih muda telah menikah.
(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading