Sukses

Lifestyle

Dalam Setiap Perjuangan, Ada Campur Tangan Tuhan

Apakah ada sosok pahlawan yang begitu berarti dalam hidupmu? Atau mungkin kamu adalah pahlawan itu sendiri? Sosok pahlawan sering digambarkan sebagai seseorang yang rela berkorban. Mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri sendiri. Seperti kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Kisah Pahlawan dalam Hidupmu ini. Seorang pahlawan bisa berasal dari siapa saja yang membuat pengorbanan besar dalam hidupnya.

***

Masa kecilku termasuk bahagia, ada ayah, ibu, kakak laki-laki, dan adik laki-laki. Ayahku seorang pegawai swasta dan ibuku seorang ibu rumah tangga biasa. Namun semua berubah saat ayahku meninggal dunia pada tahun 2006. Saat itu aku berumur 16 tahun, adikku 15 tahun, dan kakakku 21 tahun. Sumber keuangan kami terputus, karena ibuku tidak bekerja. Kakakku tidak mau mengambil tanggung jawab sebagai kepala keluarga, dia laki-laki yang cuek dan masih memikirkan dirinya sendiri. Kami bertahan dengan uang jamsostek peninggalan ayah selama 2 tahun sampai aku lulus SMK.

Di sisi lain, sebenarnya aku punya mimpi untuk bisa kuliah, tapi sepertinya mustahil karena terbentur biaya. Tanteku yang tertua punya inisiatif memberi bantuan untuk membayar uang sekolahku, namun setelah itu ia berkata, “Kamu setelah lulus cari suami saja biar nggak nyusahin." Sejak saat itu aku menjadi seorang yang keras pada diriku sendiri, dan ingin membuktikan bahwa walau kita miskin dan tidak punya uang, asal kita punya tekad dan bekerja keras pasti akan dapat meraih cita-cita. Aku punya Tuhan dan aku percaya pada-Nya, Dia sangat kaya dan pasti bisa membuka jalan bagi anak-Nya yang percaya dan beriman kepada-Nya.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/ba phi

Dalam anganku, sebagai batu loncatan aku ingin magang atau kerja kontrak di salah satu bank besar di Indonesia, yang gajinya mungkin cukup besar sehingga dapat membiayai kuliahku, lalu aku akan mengambil kuliah kelas malam sambil bekerja. Jika aku bisa S1 paling tidak selanjutnya aku bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, dan bisa membantu biaya sekolah adik, uang makan keluarga, dan biaya RS ibu sejak ibuku mulai sakit-sakitan. Selanjutnya, aku akan menabung untuk biaya kuliah adik nantinya, itu janjiku padanya. Aku menceritakan cita-citaku itu pada ibu, tapi dia malah berkata, “Jangan mimpi, kita nggak punya uang, buat bayar sekolah aja susah."

Tuhan memang tak pernah tidur, Dia mengetahui rencanaku dan angan-anganku bahkan sebelum aku mendoakan semua rencana dan permintaanku itu. Singkat cerita, salah satu bank ternama di Indonesia datang ke sekolahku dan menawarkan beasiswa program pendidikan akuntansi (PPA) di Jakarta.

Aku mengikuti tes dan diterima di program yang bank tersebut tawarkan. Aku gadis tomboy dari sebuah kampung di Semarang ini akan ke Jakarta. Meski banyak yang mendukung, ada juga yang mencela, salah satunya kakakku. Kakak bilang, “Mana bisa diterima kerja di bank, biasanya yang diterima cantik-cantik nggak kayak kamu, lagian pasti nanti kalau sudah ke Jakarta kamu pasti ikut pergaulan di sana jadi sombong dan lupa sama keluarga."

Lalu ibuku, yang memang sejak awal lebih suka anak laki-laki dan membanggakan kakak, lebih memberi perhatian kepada kakak dan adik, sehingga dia tidak ada beban melepasku pergi ke Jakarta. Dia bilang, “Kalau kamu yang pergi nggak masalah, yang penting kakak dan adikmu ada di rumah bersama ibu, ibu lebih suka anak laki-laki dari pada anak perempuan." Yups, tekadku semakin bulat untuk meninggalkan rumah dan lingkungan yang negatif itu.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/ba phi

Setelah lulus sekolah, tepatnya di bulan Juli 2008 aku mulai kerja sampingan, sehingga bisa mengumpulkan uang untuk beli tiket pesawat ke Jakarta, beli travel bag, dan uang muka untuk bayar kos sebelum beasiswa bulanan cair. Tapi saat di sana, ada yang membullyku, aku tak kuat dan aku memutuskan untuk D.O dari program itu. Mmm… semua orang dan teman-teman satu kelas menganggap aku bodoh, tidak mampu bertahan di program, dan sampai bisa D.O.

Tuhan satu-satunya penolongku, karena aku cuma punya Dia kan? Aku keluar dari program, lalu diterima magang di sebuah bank swasta sebagai teller. Gaji bulanan aku bagi untuk bayar kos, makan, bayar sekolah adik, kasih uang ke ibu untuk makan, dan kadang terpakai untuk biaya rumah sakit ibu. Jangka waktu magang adalah 3 tahun, dan di setiap tahunnya aku akan mendapat bonus. Aku tidak boleh boros, yah satu atau dua hari tak makan tak akan mati lah ya. Setelah satu tahun magang, aku memutuskan untuk kuliah  di Jakarta mengambil perkuliahan malam jurusan Akuntansi dengan uang bonus tahun pertama magang di 2010.

Sesuai anganku, pagi aku magang, sore aku kuliah, dengan penyertaan Tuhan hingga aku lulus tepat waktu di 2014, namun saat itu ibuku sudah meninggal tepatnya di tahun 2013, jadi tidak dapat melihat kelulusanku. Setelah lulus kuliah aku bekerjasama dengan salah satu dosen, yang juga merupakan dosen pembimbing skripsiku untuk menjalankan sebuah kantor konsultan.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/ba phi

Ah, di kantorku yang sekarang, teman-teman semuanya S2, aku jadi ingin lanjut S2 juga pikirku, inginnya sih di kampus terbaik di Indonesia. Namun, aku ingat akan janjiku pada adik, untuk masa depan yang lebih baik baginya. Kebutuhan adik untuk S1 mengalahkan keinginanku untuk S2. Tapi tidak ada salahnya kan untuk ikut ujian masuk saja, jadi aku ikut ujian masuk S2 di salah satu kampus terbaik terbaik di Indonesia yang ada di kota Depok.

Adikku mengikuti ujian masuk di salah satu kampus swasta terbaik di kota Semarang. Hasil tes ujian masuk kami sama-sama diterima. Dia senang sekali, aku juga senang ternyata bisa diterima di kampus terbaik di Indonesia itu. Tapi uangku tidak cukup jika harus membayar uang pangkal untuk kuliah S2 ku dan S1 adikku. Akhirnya aku mengalah, aku putuskan untuk mengundurkan diri, karena aku tidak tega mengambil sukacita adik.

Sekali lagi, Tuhan tidak tidur, dan Dia tahu kerja keras dan perjuanganku. Sebelum aku benar-benar mengundurkan diri, atasanku di kantor yang juga mantan dosenku menyarankan agar aku mengajukan beasiswa ke salah satu perusahaan perbankan yang menjadi klien kami, yang memiliki program CSR beasiswa ke kampus negeri. Aku bertemu dan disambut baik oleh Direktur Utama perusahaan itu, ini seperti mimpi, walaupun memiliki jabatan yang tinggi, dia sangat rendah hati.

Administrasi perusahaan itu untuk memberikan beasiswa sangat rumit, sehingga Bapak Dirut memutuskan untuk dia sendiri yang akan membiayai kuliah S2-ku. Wow… luar biasa, Bapak bercerita bahwa dulu dia juga susah untuk membayar uang sekolah, jadi dia sangat senang untuk membantu anak-anak yang semangat untuk sekolah. Di bulan Agustus 2015, aku bisa lanjut S2 dan adikku masuk S1, aku tetap bisa bekerja sambil kuliah karena waktu kerjaku yang fleksibel.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/ba phi

Di bulan Februari 2018, akhirnya kuliah S2-ku selesai dan lulus dari UI, sementara saat ini adikku sudah memasuki semester 7. Aku berharap adikku bisa lulus tepat waktu dan bisa mendapatkan pekerjaan yang baik sehingga bisa meningkatkan taraf hidup. Tidak disangka, kasih karunia dan berkat dari Tuhan itu benar-benar terjadi dalam hidupku.

Kerja keras, perjuangan, dan pengorbanan tidak akan mengecewakan. Aku sama sekali tidak menyesali saat mengakhiri karierku di perbankan dan beralih ke konsultan, juga tidak menyesali saat memutuskan untuk D.O dari PPA. Tuhan punya jalan yang terbaik, lebih dari pikiran manusia. Tugas kita sebagai manusia hanya cukup percaya dengan iman kepada-Nya, dan berusaha semaksimal kemampuan kita di dunia.

“Walaupun lingkungan kita negatif, tapi berusahalah untuk tetap positif, dan buktikan melalui hidup kita dengan harapan hidup kita memberi dampak positif, dan mampu mengubah pikiran orang di sekitar kita menjadi positif.”

God bless you!

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading