Sukses

Lifestyle

Andai Berhenti Kerja dari Awal, Mungkin Aku Bisa Lebih Dekat dengan Putriku

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Apakah kamu memiliki cita-cita? Apakah kamu memiliki impian dalam hidupmu? Ingin menjadi seperti apakah dirimu nanti, di masa depan? Ya, tentu saja setiap orang memiliki cita-cita dan impian dalam hidupnya. Setiap orang pasti akan berusaha mewujudkan impiannya, dan merencanakan apa saja yang harus dilakukan agar impiannya tercapai. Tapi tentu saja untuk mencapainya tidak lah mudah. Banyak rintangan dan masalah yang harus kita hadapi, bahkan terkadang kita harus merelakan ego kita dan melepaskan impian itu.

Begitulah yang terjadi pada diriku, sekitar 15 tahun yang lalu, ketika mulai bekerja di suatu perusahaan multinasional, aku mulai memimpikan diriku menjadi wanita karier. Aku melihat atasanku dengan jabatan Asisten Manager, beliau juga seorang ibu dari empat orang anak. Aku mulai memimpikan diriku menjadi seperti beliau, walaupun sudah berumah tangga dan memiliki anak tetap bisa berkarier.

Menikmati Pekerjaan
Sekitar tahun 2002 aku mulai bekerja di laboratorium suatu perusahaan kimia, perusahaan yang membuat bahan kimia dan aku ditempatkan di bagian Research and Development untuk produk kosmetik dan toiletries. Aku sangat menyukai pekerjaanku, karena begitu banyak pengetahuan tentang produk kosmetik dan toiletries yang aku pelajari. Meriset dan membuat formulasi suatu produk, sangat menyenangkan dan menjadi kebanggaan tersendiri untukku.
Oh ya mungkin perlu aku jelaskan yang di maksud dengan toiletries adalah produk-produk yang ditujukan untuk kebutuhan mandi, seperti sabun, sikat gigi, tisu toilet, pasta gigi, dan lain sebagainya. Penyebutan toiletries ini disebabkan produk-produk tersebut biasanya ada di dalam kamar mandi atau toilet.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Tahun 2005 di usia 24 tahun, aku menikah dengan teman yang masih bekerja di satu perusahaan, dan juga bekerja di laboratorium, walaupun beda divisi. Kebetulan perusahaan tempat ku bekerja mengizinkan pernikahan dalam satu perusahaan, asalkan tidak satu divisi. Sampai disini aku semakin mencintai pekerjaanku, dan semakin yakin dengan impianku, suatu saat nanti pasti aku bisa mencapai nya. Ditambah lagi dengan dukungan suami ku yang sangat mengerti pekerjaanku dan pasti sangat membantuku.

Kenapa aku sangat ingin menjadi wanita karier? Perlu aku ceritakan disini, menjadi wanita karier bukan hanya impianku, tapi juga impian orang tuaku, terutama ibuku yang dengan segala perjuangannya berusaha memberi aku pendidikan sampai perguruan tinggi agar aku bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan menjadi wanita karier.

Keluargaku adalah keluarga yang berasal dari perekonomian menengah ke bawah, di mana kuliah adalah tingkat pendidikan yang sangat menguras biaya. Tapi ibuku berjuang dengan sekuat tenaganya membantu ayahku untuk bisa membiayai sekolah ketiga putrinya, dan termasuk biaya aku agar bisa berkuliah. Sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, aku adalah harapan pertama bagi orangtuaku.

Bukan hanya harapan sebagai kebanggaan orangtua, tapi juga aku diharapkan dapat membantu perekonomian keluarga. Alhamdulillah aku pun berhasil menyelesaikan kuliah Diploma 3 dan bekerja di perusahaan yang lumayan bonafide. Aku bisa membantu orang tuaku membiayai sekolah adik-adik yang duduk di bangku SMP dan SMA, sedangkan ayahku sudah tidak aktif bekerja lagi.

Memiliki Anak
Setelah menikah, aku langsung hamil dan dikaruniai putri kecil, belum genap dua tahun usia putriku, aku hamil lagi dan melahirkan lagi seorang putri. Mengurus dua orang putriĀ  yang masih balita, sambil bekerja bukanlah hal yang mudah, ditambah lagi kesulitan kami mencari Asisten Rumah Tangga (ART) yang bersedia mengurus dua anak balitaku ketika aku bekerja.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Dalam keadaannya sangat merepotkan, aku tetap bertahan bekerja. Memutuskan berhenti bekerja dan mengurus kedua anakku sangatlah tidak mungkin bagiku, selain aku masih memiliki impian menjadi wanita karier, aku juga tulang punggung keluarga. Apalagi adikku nomor dua akan lulus SMA, dan harus melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Aku tidak mungkin membiarkan adikku selesai sampai SMA saja, kedua adikku harus kuliah seperti aku.

Walaupun membantu membiayai sekolah kedua adikku sangatlah berat, aku harus membantu kedua orangtuaku.
Akhirnya akupun memiliki solusi, adikku ikut tinggal bersamaku, aku membiayai kuliahnya, sambil dia juga mengurus kedua putriku. Adikku mengambil kuliah malam, sehingga kami bergantian mengurus kedua putriku. Gajiku ternyata tidak mencukupi untuk membiayai kuliah adikku, gaji suamiku pun sudah cukup terkuras membiayai keluarganya, karena kami berdua memang berasal dari keluarga kurang mampu. Sehingga aku pun memulai bisnis online untuk menambah penghasilan dan mencoba menyelesaikan masalah keuangan keluargaku.

Dengan bantuan doa dari orang tuaku, semua berjalan lancar sampai adikku lulus kuliah Diploma 3, dan kedua putriku sudah mulai masuk sekolah PAUD. Ketika adikku sudah mulai bekerja, aku tidak bisa mengandalkannya lagi untuk menjaga kedua putriku dan aku mentitipkan mereka di Day Care. Walaupun masih membantu membiayai sekolah adikku yang bungsu, tapi tidak terlalu berat, karena gajiku dan suami bertambah, juga ditambah hasil jualan online, dan adikku yang bungsu pun kuliah dengan mengambil beasiswa.

Masih Semangat Bekerja
Kehidupanku mulai membaik, dan aku pun hamil anak ketiga. Kami mendapatkan ART yang baik, tetangga dekat rumah yang bisa mengurus ketiga anakku. Walaupun karierku di pekerjaan tidak begitu bagus, aku masih memiliki harapan, aku masih mencintai pekerjaanku, aku masih berharap suatu saat nanti atasanku akan melihat bahwa aku bekerja dengan sungguh-sungguh, bahwa aku layak untuk dipertimbangkan untuk mendapatkan promosi kenaikan jabatan dan menjadi supervisor.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Sampai pada saat aku ditugaskan untuk menghadiri exhibition di luar negeri, aku semakin berharap, aku semakin semangat dengan pekerjaanku, aku merasa impianku sudah di depan mata. Di sini lah saat aku menunjukkan kepada atasanku bahwa aku layak untuk promosi menjadi supervisor. Aku mendapat pujian dari direktur divisi, bahwa kinerjaku semakin bagus. Aku mengutamakan pekerjaanku, berusaha selalu disiplin dalam bekerja, kadang-kadang aku membuat laporan pekerjaan di rumah, aku sangat fokus dengan pekerjaan di kantor. ART dan suami sangat membantu dalam mengurus ketiga anakku. Tapi ternyata semua tidak sesuai harapanku.

Aku tidak pernah mendapatkan promosi seperti yang aku harapkan, perusahaan justru merekrut orang-orang baru untuk posisi yang aku harapkan. Kenapa aku sangat ingin mendapatkan promosi di posisi itu? Karena pekerjaan dan tanggung jawabkuku sudah seperti supervisor, sedangkan gajiku masih sebagai staf saja. Aku mulai kecewa dengan atasanku, aku mulai tidak nyaman berada di divisiku, dan mulai berharap bisa pindah ke divisi lain, yaitu divisi marketing. Aku mulai tertarik menjadi seorang marketing setelah mengikuti exhibition. Aku senang bertemu orang-orang baru dari berbagai negara. Aku juga senang ketika berhasil menjelaskan suatu produk ke calon klien perusahaan. Ah pokoknya marketing mulai menjadi passion-ku.

Tapi semua itu hanya impian semata, aku tidak pernah berhasil pindah ke divisi marketing, mereka meragukan kemampuanku. Aku mulai ragu dengan impianku, apakah aku bisa menjadi wanita karier, sedangkan perusahaan sama sekali tidak memandang aku? Saat itu perusahaan juga sedang dalam rencana untuk memindahkan lokasi pabrik, ke daerah lokalisasi industri, dan aku semakin ragu untuk melanjutkan impian itu.

Apakah aku harus mengubur impian menjadi wanita karier? Apakah aku harus berhenti dan menjadi ibu rumah tangga saja? Mengurus keluarga? Apakah aku bisa? Sedangkan jika akuĀ  tetap melanjutkan bekerja, bagaimana dengan anak-anakku? Lokasi pabrik sangat jauh dari rumah, pasti perjalanan akan sangat menyita waktu. Dan aku tidak akan punya waktu untuk anak-anakku. Pergolakan batin terjadi padaku saat itu, aku bingung antara mengasuh anak-anakku dan ingin menjadi wanita karier.

Pergolakan Batin
Dalam pergolakan batin aku tetap melanjutkan bekerja walaupun harus kehilangan banyak waktu bersama ketiga anakku. Karena bekerja jauh dari rumah, aku sering khawatir dengan keadaan anak-anakku. Walaupun aku masih bisa bekerja dengan baik tapi hati ini sering berontak, aku sering bertanya-tanya benarkah keputusanku untuk tetap bekerja dan kehilangan banyak waktu dengan anak-anakku?

Pergantian direktur di divisi tempatku bekerja, memberi harapan baru. Direktur yang baru menjanjikan karier yang bagus untukku, aku pun lebih semangat bekerja. Tapi di sinilah aku dihadapkan pada dua pilihan sulit, antara tetap bekerja mengejar karier atau di rumah mengurus anak-anak. ART andalanku memutuskan berhenti bekerja, karena beliau sudah paruh baya dan sering sakit-sakitan. Akhirnya aku memutuskan berhenti bekerja, dan menjadi ibu rumah tangga, sambil melanjutkan bisnis online yang sudah aku kerjakan ketika masih bekerja.

Aku tidak tahu apakah aku sudah benar-benar merelakan impianku kandas. Aku berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya. Aku menyibukkan diri dengan menggeluti berbagai macam bisnis, dari menjalankan bisnis MLM, kuliner dan online shop busana muslimah. Aku mulai merancang mimpi baru menjadi pengusaha online shop yang sukses. Mengikuti berbagai training dan seminar untuk mengembangkan pengetahuanku tentang bisnis online.

Kadang-kadang dalam pikiranku terbersit rasa iri, melihat teman-temanku semasa bekerja, yang kariernya mulai menanjak, dan sering dikirim tugas keluar negeri, membayangkan aku pun pasti mengalami itu semua jika masih bekerja. Ditambah keluargaku sering mengalami masalah keuangan semenjak aku berhenti bekerja. Aku kesulitan mengatur keuangan yang sumbernya hanya berasal dari gaji suamiku dan hasil jualan online yang masih sangat jauh dari penghasilanku ketika bekerja.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Tapi aku selalu menguatkan diri sendiri, meyakinkan diri bahwa pilihan menjadi ibu rumah tangga lebih mulia daripada berkarier. Berusaha meyakinkan diri bahwa ini jalan yang Allah pilihkan untukku, agar aku bisa mengurus anak-anakku sendiri, agar aku memiliki kesempatan melihat perkembangan mereka, memiliki kesempatan untuk lebih dekat dengan mereka, karena selama bekerja aku kehilangan kedekatan dengan kedua putriku.

Perasaan iri kepada teman-teman kerja, dan ragu terhadap pilihanku menjadi ibu rumah tangga, berangsur-angsur berubah menjadi perasaan menyesal. Ya, aku mulai merasa menyesal, terlambat memutuskan pilihan menjadi ibu rumah tangga. Seharusnya semenjak memiliki anak kedua aku berhenti bekerja, agar aku tidak kehilangan kesempatan melihat perkembangan kedua putriku. Ketika memutuskan berhenti bekerja, kedua putriku sudah lebih besar, sudah terbiasa mandiri, dan aku merasa perbedaan kedekatan dengan anak bungsuku.

Fokus Merawat Anak-Anak
Anakku yang bungsu adalah putra, aku berhenti bekerja ketika dia berusia 3 tahun, karena sejak balita aku benar-benar mengurusnya sendiri, putraku sangat dekat denganku. Dia hampir tidak bisa pisah dariku, dan aku mulai merasa bersalah dengan kedua kakaknya, yang ketika balita lebih banyak bersama pembantu, tantenya yang adalah adikku, bahkan mereka pernah aku titipkan di Day Care.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Mengingat itu semua aku menyesal tidak memutuskan berhenti bekerja ketika mereka masih balita. Sangat terasa sekali sekarang ketika kedua putriku sudah beranjak remaja, aku kurang dekat dengan mereka. Berbeda sekali dengan putraku, yang selalu menceritakan semua pengalamannya di sekolah, pengalaman bermain dengan teman-temannya.

Kedua putriku sangat tertutup denganku. Apalagi putri pertamaku yang sudah berusia 12 tahun. Aku kesulitan mencari tahu bagaimana pergaulannya di sekolah, bagaimana sosialisasinya dengan teman-temannya. Aku merasa ini karena kesalahanku saat bekerja, yang terlalu fokus dengan pekerjaan, dan impian menjadi wanita karier.

Sekarang aku bersyukur Allah telah memilihkan jalan untukku menjadi ibu rumah tangga. Walaupun kedua putriku masih tertutup, tapi aku bisa memantau perkembangan mereka, dan aku tetap berusaha membangun kedekatanku dengan kedua putriku. Berada di rumah setiap hari, aku tidak terlalu khawatir dengan pergaulan anak-anakku. Aku bisa memantau dan membimbing mereka dengan tanganku sendiri. Aku sangat bersyukur masih diberi kesempatan melihat dan membimbing sendiri putraku semenjak dia balita sampai sekarang sudah kelas satu SD. Menyaksikan perkembangan kecerdasannya yang sangat bagus, menyaksikan kelucuan-kelucuannya, dan menjadi tempat curhat baginya sangat membahagiakanku.

Walaupun aku masih bergelut dengan masalah keuangan, di mana online shopku masih merintis, masih jauh dari kesuksesan, tapi inilah impian baruku, memiliki bisnis online shop yang sukses walau dijalankan dari rumah, sambil mengurus dan merawat anak-anak. Inilah karier baruku.

Aku sangat bersyukur dengan jalan hidupku
Aku sangat bersyukur dengan pilihanku
Aku sangat bersyukur menjadi Ibu Rumah Tangga
Aku bangga menjadi Ibu
Aku bangga menjadi diriku
(Bunda Puspa ā€“ Bekasi)


Ā Ā  Ā 



(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading