Sukses

Lifestyle

Kalau Tidak Resign Sekarang, Mau Kapan Lagi?

Fimela.com, Jakarta Apapun mimpi dan harapanmu tidak seharusnya ada yang menghalanginya karena setiap perempuan itu istimewa. Kita pun pasti punya impian atau target-target yang ingin dicapai di tahun yang baru ini. Seperti kisah Sahabat Fimela ini yang kisahnya ditulis untuk mengikuti Lomba My Goal Matters: Ceritakan Mimpi dan Harapanmu di Tahun yang Baru.

***

Oleh: Retno Safitri - Banjarbaru

Perkenalkan, panggil saya Lion. Tetapi ini bukan Lion yang dalam bahasa Inggris berarti singa, kata ini berasal dari nama sebuah bunga dandelion. Kalian tahu mengapa saya ingin dipanggil Lion? Karena ingin menjadi bagian dari bunga dandelion.

Jika kalian menebak nama dandelion bisa saya sukai karena filosofi dari bunga tersebut tentu itu sangat tidak tepat. Sejak bulan Desember 2016 saya menyukai bunga dandelion, karena dulu bunga dandelion ini tumbuh liar di sekitar pekarangan kost tempat praktik kuliah dan setiap hari sepulang praktik saya memetiknya sambil meniup-niupnya. Sejak saat itu saya menyukai dandelion dan berharap bisa menjadi seperti dandelion. Menarik sepasang mata untuk menjenguk setiap hari walaupun ia bukan seperti bunga kebanyakan yang nampak cantik dan harum. Cukup dulu ya kita berbica dandelion.

Jadi, sejak Desember 2018 kemarin saya resign dari sebuah cabang perusahaan bank BUMN terkenal di Indonesia. Menjadi seorang bankir yang menurut sebagian orang merupakan pekerjaan idaman dan menjanjikan. Saya pun begitu bangga dengan menjepitkan nametag di dada debelah kiri dengan nama "LION". Hari-hari pun menjadi lebih sibuk, pagi-pagi saya sudah bangun untuk mandi serta berdandan rapi dan cantik. Tidak lupa polesan make-up hingga parfum dengan wangi yang menggoda untuk menambah daya tarik dalam memberikan layanan kepada nasabah.

Beberapa bulan saya lewati dengan suka cita sebagai seorang bankir. Pergi pagi pulang malam sudah menjadi hal yang biasa dalam rutinitas, saya menikmati proses itu dengan perasaan senang. Tetapi pada bulan keempat bekerja saya mendapat panggilan dari pihak manajemen sumber daya.

"Lion nanti habis doa pagi ke atas ya temui saya." "Baik, Bu." Sudah bisa saya tebak hari ini akan mendapat surat mutasi kerja dari manajemen. Dengan langkah ragu saya bergegas naik ke lantai tiga untuk menemui beliau. Dan tepat seperti perkiraan, saya dimutasi ke sebuah kantor unit yang berjarak sekitar 15 km dari rumah. Dari sini mulai timbul rasa was-was dengan lingkungan baru.

 

 

 

Singkat cerita semuanya tampak baik-baik saja meski sebagai junior seringkali dimusuhi oleh senior dengan kinerja yang lamban dan kesulitan memahami jobdesk yang diberikan, namun semua itu tetap saya lalui dengan positive thinking. Sampai akhirnya ketidaknyamanan mulai saya rasakan dengan posisi saat itu, sebuah alasan yang masuk akal sering terlintas.

"Ini bukan passion kamu Lion." Sekarang Saya lebih sering mengeluhkan tumpukan pekerjaan yang tidak henti-hentinya ditujukan kepada seorang "junior lamban". Saya menjadi sering sakit mendadak, mual dan pusing ketika pulang larut malam dan sampai akhirnya nekat mengajukan resign saat akan tanda tangan kontrak menjadi karyawan (saat itu posisi sebagai outsourcing).

"Kalau tidak diutarakan sekarang, kapan bisa terlepas dari beban ini semua?" Kalimat itu sering terngiang ketika saya kelelahan selepas pulang bekerja.

"Kalau tidak sekarang, mau kapan lagi?"

"Harus lebih nekat."

Berbagai macam kecamuk batin serta ketakutan saya khawatirkan pada saat itu. Namun entah kenapa hati terus mendesak agar lebih memilih memutuskan membahagiakan diri sendiri. Sampai akhirnya bulan Desember kontrak perjanjian berakhir manajemen sumber daya pun menanyakan, "Lion mau lanjutin kontrak atau tidak?"Dan dengan tegas saya jawab, "Tidak Bu, saya sampai awal Desember ini saja."

Pergulatan batin selama 8 bulan ini telah selesai. Saya telah memilih keputusan untuk lebih memilih diri saya sendiri dan ingin menjadi Lion yang lebih bahagia. Belajar mencintai diri sendiri dengan tidak membiarkan fisik terus-terusan jatuh sakit dan tertekan batin dengan tanggung jawab yang tidak semestinya. Saya tidak ingin menjadi wanita dengan julukan "terserah" yang pasrah dengan keadaan yang membawanya. Selama ini saya hanya mengikuti alur kehidupan "terserah" takdir yang membawa ke mana. Padahal saat itu saya tahu apa yang di inginkan, tetapi saya masih bersikap seolah menerima.

Akhir tahun 2018 kemarin menjadi pembuktian bahwa masih ada seorang wanita yang tidak pasrah dan terserah. Tahu apa yang ia inginkan, dan memutuskan sebuah jalan dengan konsekuensi yang kabur. Saya tidak tahu setelah resign nanti akan bekerja di mana. Saya tidak mempunyai tabungan. Saya tidak mempunyai deposito untuk bisa dicairkan. Tapi satu yang terus saya yakini adalah harus menuruti kata hati, karena hati tidak akan pernah membuat celaka pemiliknya.

Awal 2019 menjadi resolusi untuk bergerak lebih maju, meski di akhir di 2018 saya telah bergerak mundur namun untuk melesat maju juga memerlukan satu langkah mundur dari jejak sebelumnya. Saya sama sekali tidak peduli ejekan rekan-rekan di kantor dengan pilihan resign di akhir tahun.

"Sayang loh nanti nggak dapet bonus."

"Nanti uang cuti kamu hangus, dong."

"Ngapain sih resign, nyari kerja susah zaman sekarang."

"Emang nanti mau makan apa?"

Karena cukup dengan menyayangi diri sendiri semua itu telah saya dapatkan. Bisa jalan-jalan keliling kota tanpa takut deadline target, bisa leluasa rutin mengisi blog dan perlahan saya akan mewujudkan mimpi menjadi seorang penulis meski itu seperti tidak memungkinkan mengingat kemampuan yang saya miliki tidak seperti rata-rata penulis senior. Namun saya tidak kehabisan harapan, dengan banyaknya waktu luang sekarang saya lebih leluasa belajar dan mengingat detail kejadian ataupun imajinasi dalam menyusun huruf-huruf menjadi susunan kalimat cerita. Karena hidup terlalu kaku jika hanya duduk di dalam ruangan ber-AC bersama tumpukan berkas yang tidak akan pernah selesai.

Hidup memang sebuah pilihan, dan saya beruntung telah memiliki sebuah pilihan hingga menjadi wanita yang pandai memillih. Semua saya lakukan demi menjadi Lion yang imajinatif, bukan dengan gesit berkas realisasi nasabah dan cashier box yang nihil di setiap sore.

Lion kini telah duduk santai di sore hari sambil menikmati matcha latte hangat, bukan lagi dengan setumpuk berkas deadline target. Meski tanpa nominal yang terisi di rekening tabungan tapi saya yakin pada 2019 ini cita-cita terpendam saya selama ini akan terwujud. Pergi travelling sendirian dan memiliki sebuah karya yang layak untuk terbit. Karena untuk menjadi wanita seutuhnya kita perlu tahu apa yang kita inginkan dan bagaimana cara yang akan kita lakukan untuk meraihnya.

 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading