Sukses

Lifestyle

Menyusuri Lorong Waktu di Kota Lama Dubai

Fimela.com, Jakarta Bagai air dengan minyak, kawasan kota lama dan baru Dubai sungguh berbeda. Kota baru Dubai memiliki gedung-gedung menjulang tinggi dengan trotoar rapi serta toko-toko yang berjajar di sepanjang jalan. Gemerlap lampu kota akan menambah kesan modern di saat malam. Sementara kota lama Dubai dipenuhi dengan rumah-rumah cokelat zaman dahulu yang kini sudah banyak dipugar. 

Seperti memasuki lorong waktu, melangkahkan kaki di jalan Al Seef akan membawamu ke masa lalu. Di mana, tata rumah dan toko-toko masih persis sama seperti aslinya. 

Al Seef terletak di pinggir sungai, Dubai Creek, yang memiliki peran penting bagi masyarakat lokal dahulu yang bermatapencaharian sebagai pencari mutiara di tengah laut. Dubai Creek dahulu merupakan pusat pinggir pantai di mana masyaraat dahulu memulai penyelamannya untuk mencari mutiara yang menjadi satu-satunya sumber penghasilan mereka sebelum menemukan minyak tahun 1966. 

Al Seef yang resmi dibuka tahun 2017, kini menjadi sebuah jalur pedestrian nyaman bagi keluarga dan turis untuk berjalan-jalan merasakan keberadaan the Creek yang melegenda di Dubai. Rumah-rumah lama yang terbuat dari lumpur, bebatuan, dan juga cangkang kerang masih bisa Sahabat Fimela lihat, meski sebagian bangunan sudah dipugar.

 

Gedung-gedung tua itu kini sudah disulap menjadi berbagai toko-toko kain, cindera mata, restoran, dan kafe. Jika ingin mengunjungi kawasan ini, lebih baik memilih hari libur atau akhir pekan. Namun harus diingat, Minggu di Dubai bukan hari libur karena Jumat dan Sabtu adalah akhir pekan bagi mereka. 

Al Fahidi

Tidak jauh dari Al Seef, terdapat kawasan bersejarah lain, Al Fahidi. Kawasan ini dahulu dikenal dengan Al Bastakiya. Selain terdapat banyak rumah lama dengan wind towers yang membuat penghuninya tidak akan terjebak hawa panas di musim panas, kawasan ini juga menjadi rumah bagi berbagai museum. 

Jika Sahabat Fimela menyukai kopi Arab, kurang afdhol rasanya jika tidak mengunjungi museum ini. Terdiri dari dua lantai, museum ini menyajikan kopi Arab secara gratis. Tata ruang museum di lantai dasar memiliki bangku dan bantal-bantal dengan karpet. Juga, terdapat ruang anak-anak di lantai dasar, persis di sebelah kafe di mana pengunjung dapat membeli kopi dari berbagai negara. 

Selain itu, jangan lewatkan kesempatan mengunjungi museum baru, Al Shindagha yang memliki berbagai koleksi dari berbagai museum yang lebih kecil, seperti Camel Museum dan Diving Village. Al Shindagha merupakan tempat yang tepat untuk pengunjung yang ingin mempelajari bagaiman kota Dubai lahir, seberapa cepat perkembangannya dengan inovasi-inovasi kreatif. 

Melalui sebuah video interaktif, pengunjung seakan diantar ke masa lalu, bagaimana kota lama Dubai tumbuh. Video dan foto-foto tersebut menceritakan bagaimana aktivitas masyarakat sekitar Dubai Creek pada masa lalu, sebelum ditemukannya minyak. 

SMCCU

Memahami kultur dan budaya asing saat traveling sangat penting. Jika memiliki berbagai pertanyaan tabu mengenai kebudayaan orang-orang Emirati, mampirlah di Sheikh Mohammad Centre for Cultural Understanding (SMCCU). SMCCU didirikan pertama kali tahun 1998. 

Terletak di sebuah rumah bergaya lama, lengkap dengan wind tower, di daerah Al Fahidi, Bur Dubai, SMCCU menawarkan berbagai aktivitas, mulai dari hidangan makanan tradisional hingga berdiskusi dengan Emirati. Para tamu dipersilahkan untuk bertanya apa pun mengenai kebudayaan dan kebiasaan masyarakat lokal. 

Menyeberangi Dubai Creek dengan Abra

Kawasan kota lama Dubai tidak hanya berhenti pada Al Fahidi, tetapi juga kawasan Deira dan Souk di mana terdapat berbagai jenis pasar. Souk yang berarti pasar (tradisional) di kawasan ini selalu ramai oleh pengunjung. 

Selain ingin melihat seberapa rapinya penataan pasar di kawasan ini, pengunjung dari manca negara juga berkunjung untuk berbelanja. Sahabat Fimela bahkan dapat membeli perhiasan emas atau bahkan emas batangan di pasar ini dengan harga miring. 

Selain itu juga ada Spice Souk, dan Textile Souk. Sementara Deira merupakan kawasan dengan street food atau warung-warung makanan murah di sepanjang Creek. Untuk dapat menyeberang ke Gold Souk, pengunjung dapat menyeberangi Creek menggunakan Abra, perahu tradisional yang terbuat dari kayu. Setiap orang harus membayar 1 Dirhams atau sekitar Rp4 ribu. Sementara, jika ingin menyeberang dengan Abra secara privat, pengunjung harus membayar 20 Dirhams atau kira-kira Rp80 ribu per perahu. Cukup murah, bukan? 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading