Sukses

Lifestyle

Apapun Pekerjaan Suami, Perempuan Tetap Perlu Mandiri dalam Hal Finansial

Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya kekuatan untuk mengatasi setiap hambatan dan tantangan yang ada. Bahkan dalam setiap pilihan yang dibuat, perempuan bisa menjadi sosok yang istimewa. Perempuan memiliki hak menyuarakan keberaniannya memperjuangkan sesuatu yang lebih baik untuk dirinya dan juga bermanfaat bagi orang lain. Seperti tulisan dari Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Voice Matters: Setiap Perempuan adalah Agen Perubahan ini.

***

Oleh: Nila Maulana - Malang

Di Balik Sebuah Perubahan, Pasti Ada Sebuah Tekad yang Kuat

Berbicara perempuan sebagai agen perubahan, pengalaman ini bersumber dari kisah ibuku. Ibuku dibesarkan oleh single parent. Kakek menceraikan nenek dan hidup dengan wanita lain ketika usia ibu belum genap berusia satu tahun. Nenek dengan tanpa berbekal pekerjaan apapun harus diceraikan begitu saja oleh kakek. Sementara kakek lebih memilih membesarkan putri adopsinya daripada betanggung jawab atas hidup ibuku, putri kandungnya sendiri.

Masa kecil ibuku kurang bahagia. Betapa tidak, menurut cerita yang telah dikisahkankan kepadaku saat usia sekolah dasar ibuku sudah bekerja berjualan untuk membantu nenek. Bila sore ibu kerap menjumpai teman sebayanya sedang ramai bermain di sebuah halaman ibu harus rela tidak meyertakan diri didalamnya demi membantu nenek menjajakan gorengan berkeliling kampung. Bila pagi tiba ketika teman seusianya berangkat sekolah ibu sudah berkeliling mendatangi warung-warung kecil untuk menitipkan kue dan kerupuk traditional yang dibuat sendiri oleh nenek. Ibu pun harus menelan kenyataan bahwa hanya sampai sekolah dasarpun ibu tidak tamat. Sementara nenek sudah berupaya bekerja serabutan mulai dari buruh tani, buruh di pabrik tenun, dan berjualan makanan kecil di depan rumah.

Dengan pengalaman hidup yang sepahit itu, muncullah tekad ibu untuk memiliki suami yang lebih baik dari kakek. Untungnya, meskipun keduanya miskin harta tetapi ibu dan nenek tak miskin iman. Beliau termasuk orang-orang yang takwa dan percaya pada kekuatan doa. Suatu waktu, ketika jualaan kecil-kecilan nenek mulai ramai, nenek mulai bisa membiayai ibu untuk kursus menjahit. Berbekal kursus itu, ibu mulai bisa mencari penghasilan sendiri. Ibu juga mulai bisa bekerja di sebuah konveksi. Hingga Allah SWT menjawab doa ibu. Ibu bertemu dengan bapak dengan karier yang sudah mapan yaitu sebagai pegawai negeri sipil. Ibu bersyukur telah dipertemukan dengan bapak karena punya penghasilan tetap dan sudah punya tempat tinggal sendiri sehingga bapak meminta ibu untuk berhenti bekerja. Ibupun menuruti kehendak bapak. Ibu dan bapak dikaruniai tiga anak, termasuk saya adalah putri yang pertama.

 

Sebuah rumah tangga tentu tak lepas dari sebuah masalah begitupun dengan keluarga bapak dan ibu. Suatu waktu ibu menyesal dengan keputusan bapak yang mengharuskannya berhenti bekerja. Ternyata banyak saudara dari pihak bapak yang mencibir ibu perihal ibu yang hanya menjadi seorang ibu rumah tangga. Ada yang bilang ibu adalah wanita pemalas karena selepas keberangkatan suaminya bekerja dan putra putrinya sekolah pekerjaannya hanya tidur. Ada yang berkata ibu adalah wanita yang tak mandiri karena hanya mengandalkan pendapatan dari bapak. Andaikan mereka tahu kisah kecil ibu yang demikian sengsara barangkali cibiran itu tak sampai di telinga ibuku. Saya rasa ibu pantas mendapatkan kehidupan yang demikian layak karena masa lalunya yang cukup sulit. Selain itu lama-lama latar belakang pendidikan ibu yang tak tamat dari sekolah dasar pun agaknya menjadi masalah bagi bapak di lingkungan kerjanya.

Bertolak dari pengalaman ibu yang demikian, ibu tak ingin anaknya dipandang rendah oleh orang lain. Sejak saat itu ibu bertekad bagaimanapun caranya agar ibu bisa menjadikan ketiga putra-putrinya menjadi seorang sarjana. Ibu juga selalu menanamkan prinsip kepada putrinya untuk bisa mandiri dalam hal finansial apapun pekerjaan suaminya bahwa seorang wanita harus tetap bekerja.

Sementara bapak sempat berputus asa dengan tekad ibu. Apa mungkin bisa mewujudkan tekad tersebut? Meskipun bapak seorang pegawai negeri tetapi beban hidup dengan tiga orang anak tidaklah ringan. Sementara bapak juga tetap kukuh dengan pendiriannya bahwa apapun keadaannya ibu tak diperbolehkan untuk bekerja. Entahlah bagaimana cara ibu mengatur keuangan, yang tampak oleh kami anak-anaknya ibu selalu menomorsatukan biaya pendidikan kami. Ibu pun juga lebih menarik diri dari berbagai macam kegiatan di kampung demi kami. Bila tetangga yang lain bersama-sama pergi rekreasi, ibu lebih memilih berdiam di rumah.

Akhirnya dimulai dari saya anak pertama saya ingin mewujudkan tekad ibu. Baru menginjak semester awal kembali lagi saya mendapat cibiran dari keluarga bapak. Ada yang bilang jurusan yang saya ambil tidak keren karena tanpa kuliah di jurusan yang saya ambil semua orang juga sudah mahir. Ada pula yang mencibir bahwa jurusan yang saya ambil adalah jurusan minim lapangan kerja.

 

Saat itu ibu dan bapak memang tak pernah memaksa saya harus memilih jurusan apa. Saya memang tak ingin mengambil jurusan dengan banyak pertimbangan. Saya hanya mengambil jurusan sesuai dengan perkembangan nilai rapor saya karena yang terpenting adalah saya bisa kuliah di perguruan tinggi negeri dengan harapan biaya kuliah yang lebih ringan. Belum lagi sindiran-sindiran yang dilontarkan langsung kepada ibu perihal kemampuan finansialnya dalam pembiayaan kuliah: paling-paling bapak dan ibu hanya mampu membiayai kuliah anak pertamanya saja dan masih banyak cibiran-cibiran yang lain.

Allah SWT Maha Adil karena kenyataannya sampai sekarang Allah SWT telah memberi saya penghidupan melalui karier yang sesuai dengan jurusan yang saya ambil. Melalui saya anak pertama, satu tekad ibu telah terwujud. Sementara dengan putra ibu yang nomor dua saat ini pun sedang kuliah di semester akhir sedangkan putri yang terakhir masih berada di sekolah dasar.

“Tak ada sakit yang lebih sakit yang pernah nenek rasakan kecuali sakit yang ditimbulkan oleh seorang laki-laki. Cukup saya dan ibumu saja yang pernah menanggung akibatnya," begitu pesan nenek kepadaku sebelum akhirnya saya putuskan untuk menikah dengan laki-laki pilihan saya. Saya juga selalu memegang prinsip yang sudah ditanamkan oleh ibu bahwa putrinya harus bisa mandiri dalam hal finansial apapun pekerjaan suaminya seorang wanita harus tetap bekerja. Jadi begitu saya bertemu dengan laki-laki yang ingin menikahi saya terlebih dahulu saya ceritakan apa yang sudah menjadi komitmen saya. Begitulah pada akhirnya suami saya menerima komitmen saya. Sejauh ini yang saya rasakan sebagai wanita karier ternyata bukanlah soal kemandirian finansial saja terlebih saya bisa berkarya sesuai dengan bidang saya. Begitulah, sesungguhnya di balik sebuah perubahan pasti terdapat tekad yang kuat.

 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading