Sukses

Lifestyle

Imunoterapi, Metode Pengobatan Kanker Masa Kini dan Masa Depan

Fimela.com, Jakarta Imunoterapi kian menjadi perbincangan hangat dalam lingkup pengobatan kanker. Imunoterapi merupakan terobosan terbaru dalam pengobatan kanker. Terapi ini menggunakan sistem kekebalan tubuh sendiri untuk melawan sel-sel kanker.

“Dalam tiga tahun terakhir ini, euforia terhadap imunoterapi besar sekali. Terutama ketika mantan presiden Amerika Serikat sembuh dari melanoma setelah mendapat PD-1 inhibitor. Sejak itu, obat ini mulai dicoba ke berbagai jenis kanker,” tutur spesialis onkologi medik Dr. dr. Andhika Rachman, Sp.PD-KHOM dari FKUI/RSCM, Jakarta.

Sel darah putih punya banyak komponen seperti limfosit, basofil, fagosit, dan masih banyak lagi. Komponen yang berperan dalam melawan kanker adalah sel limfosit T dan NK cell. Tetapi, terkadang kekebalan kita tidak cukup kuat untuk melawan kanker.

“Tubuh memiliki sel T yang merupakan bagian dari darah putih. Darah putih ini tugasnya melawan musuh, inilah tentara dalam tubuh, tentara yang kita miliki,” ujar dr. Jeffry B. Tenggara, Sp.PD, KHOM, konsultan Hematologi dan Onkologi Medik dari MRCCC Siloam Hospitals.

Kanker tumbuh secara perlahan, dan pada awalnya kekebalan tubuh manusia dapat membasmi sel kanker sebelum berkembang lebih lanjut. Seiring waktu, sel kanker bertumbuh makin cepat hingga kekebalan tubuh tidak dapat lagi mengimbangi pertumbuhan kanker. Beberapa jenis kanker juga memiliki mekanisme untuk menghancurkan sel limfosit T.

“Jadi, prinsip imunoterapi ini memanfaatkan mekanisme kekebalan sel-sel tubuh kita sendiri untuk melawan kankernya,” tegas dr. Jeffry.

Ada beberapa macam metode imunoterapi, yaitu Checkpoint Inhibitors, Cytokine Induced Killer Cell (CIK), dan Vaksin. Saat ini immunoterapi yang sudah banyak dipakai adalahCheckpoint Inhibitors yang salah satunya adalah anti PD-1. Mekanisme kerja dari anti-PD1 ini adalah mencegah kematian sel limfosit T akibat proses pengrusakan oleh kanker.PD-1 adalah bagian dari sel T limfosit, yang bertugas menginduksi program pematian sel; dalam hal ini sel kanker.

Secara alamiah, tubuh memiliki mekanisme untuk meredakan PD-1 karena bila aktivitasnya berlebihan, justru bisa menimbulkan dampak buruk bagi tubuh. Itu sebabnya, beberapa sel tubuh dirancang memiliki PD-L1 dan PD-L2. Bila PD-1 berikatan dengan ligan PD-L1 atau PD-L2, sel T menjadi tidak aktif, sehingga tidak muncul reaksi berlebihan yang tidak diperlukan.

Sayangnya, mekanisme ini berhasil ditiru oleh sel kanker tertentu. Beberapa jenis kanker juga mengembangkan ligan PD-L1 dan/atau PD-L2 pada permukaannya, sehingga mampu meredam aktivitas sel T. Sel kanker memang sangat pintar; ini adalah salah satu caranya menyembunyikan diri dari kejaran sistem imun.

Tidak semua kanker memiliki PD-L1. Karenanya pula, tidak semua kanker bisa diterapi dengan anti PD-1. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) atau non-small cell lung cancer (NSCLC), kanker kulit jenis melanoma maligna, dan kanker ginjal termasuk yang memilikinya, sehingga bisa diterapi dengan anti PD-1.

Hadirnya anti PD-1 memberikan pilihan terapi yang lebih banyak bagi pasien kanker paru, dengan efikasi yang baik.  Untuk beberapa kasus lain seperti kanker ginjal dan melanoma maligna, imunoterapi bisa digunakan tanpa tes PDL-1 lagi karena berdasarkan penelitian terbukti baik hasilnya. Ditengarai, hampir 100% melanoma mengekspresikan PD-L1.

Tak hanya kanker paru

Di Indonesia, anti PD-1 disetujui oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) untuk pengobatan kanker paru dan kanker kulit jenis melanoma maligna. Ini adalah jenis kanker kulit yang paling ganas, yang menjangkiti Mantan Presiden AS Jimmy Carter.

Kini penggunaannya tidak sebatas pada kedua kanker tersebut. Di penelitian maupun di tempat praktik, imunoterapi anti PD-1 juga digunakan untuk berbagai kanker lain, yang telah dibuktikan mengekspresikan PD-L1. Dr. dr. Andhika telah menggunakan obat ini untuk pasien kanker pankreas, kanker payudara, kanker empedu, hingga kanker kepala dan leher. Anti PD-1 biasa diberikannya pada pasien dengan status performa fisik yang kurang baik.

Tantangan dan kendala

Saat ini kendala utama pemberian imunoterapi adalah biaya yang sangat mahal hingga mencapai ratusan juta rupiah. Dengan demikian, pemberiannya terbatas pada pasien dengan tingkat ekonomi menengah ke atas. Tanpa imunoterapi saja, pengobatan kanker sudah sangat mahal. “Kanker membuat individu menjadi tidak produktif, dan biaya pengobatannya akan menguras keuangan,” sesal Dr. dr. Andhika.

Selain itu belum banyak jenis kanker yang dapat dibuktikan akan baik dengan pemberian imunoterapi. Saat ini imunoterapi merupakan metode pengobatan kanker yang masih tergolong baru, dan berbagai pusat penelitian di seluruh dunia sedang mengumpulkan data angka keberhasilan untuk digunakan pada berbagai macam kanker.

“Penggunaan imunoterapi harus mengacu pada guideline yang baku dan tidak boleh digunakan di luar itu kecuali dalam kerangka penelitian medis, dan dokter harus mengikuti standar prosedur yang baku,” tegas dr. Jeffry.

Ia melanjutkan, “Kebutuhan imunoterapi di Indonesia sangat besar, apalagi ini diklaim sebagai pengobatan masa depan untuk kasus kanker. Namun di Indonesia penggunaannya belum luas, masih terbatas, sehingga datanya belum banyak.”

Sebagai praktisi, dr. Jeffry berharap kehadiran imunoterapi dapat memberi kesintasan yang lebih baik.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading