Sukses

Lifestyle

Dilema Jenuh Bekerja: Ingin Resign tapi Bingung Mau Melangkah ke Mana

Fimela.com, Jakarta Punya pengalaman suka duka dalam perjalanan kariermu? Memiliki tips-tips atau kisah jatuh bangun demi mencapai kesuksesan dalam bidang pekerjaan yang dipilih? Baik sebagai pegawai atau pekerja lepas, kita pasti punya berbagai cerita tak terlupakan dalam usaha kita merintis dan membangun karier. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis April Fimela: Ceritakan Suka Duka Perjalanan Kariermu ini.

***

Oleh: N. - Samarinda

“Bekerja itu harus dengan tanggungjawab dan dengan hasil yang juga dapat dipertanggung jawabkan. Jika tidak, itu namanya bukan bekerja, tapi bermain.”

Masih lekat dalam ingatanku apa yang sahabatku sampaikan itu kepadaku. Dia juga mengatakan, “Bekerjalah sesuai passion-mu. Kamu pasti akan menyenangi pekerjaanmu dan kamu tak akan merasa terbebani dengan pekerjaanmu.”

Aku sudah mendapatkan pekerjaan sebelum aku lulus kuliah. Aku mendapat pekerjaan di salah satu sekolah di kotaku. Aku bekerja sebagai pegawai honorer. Lebih tepatnya sebagai staf administrasi keuangan. Tidak sesuai jurusanku. Aku kuliah di jurusan Hubungan Internasional. Jauh sekali hubungannya dengan pekerjaanku. Namun kupikir, ini tidak apa-apa, ini hanya sementara. Gajiku saat itu hanya 600 ribu rupiah. Lagi-lagi kupikir tak apa. Gaji ini bisa membantu membiayai wisuda aku, agar aku tidak perlu merepotkan orangtuaku.

Aku cukup menyenangi apa yang aku kerjakan. Aku tipe yang memang suka belajar hal baru. Memang sedikit sulit. Aku harus memelajarinya dari awal lagi. Namun, aku menikmatinya. Aku beberapa kali mengikuti kegiatan pelatihan ataupun bimtek. Baik itu di dalam kota maupun di luar kota. Aku sangat menyukainya. Selain dapat ilmu baru, teman baru, dan pengalaman baru, aku juga mendapatkan uang tambahan. Ya lumayan untuk dijadikan uang jajan saat nongkrong bareng sahabat.

Aku juga tipe yang termasuk gila kerja. Semakin banyak pekerjaanku, aku semakin merasa tertantang. Hal ini menjadi semakin menarik bagiku. Aku harus bermumet-mumet ria dengan angka-angka di laporanku. Terkadang aku menyusun laporan sambil membaca buku. Ya maklum saja, aku belajar ekonomi akuntansi hanya pada saat aku duduk di bangku SMA. Di kampus, kami hanya belajar statistika. Terlebih lagi, saat aku SMA, aku mengambil jurusan IPA. Aku mesti kerja ekstra untuk belajar ilmu baru terkait pekerjaanku saat ini.

Perlahan gajiku naik menjadi satu juta hingga akhirnya sekarang menjadi dua juta rupiah. Masih berada di bawah UMR. Gajiku juga tak lebih baik dari pegawai toko swalayan. Tapi setidaknya cukup untuk aku hidup sehari-hari.

Sudah 7 Tahun

Tak terasa aku bekerja di sini sudah 7 tahun. Padahal awalnya aku berpikir hanya sementara. Siapa sangka akhirnya aku bertahan bekerja di sini lebih dari 5 tahun. Kepala sekolahnya pun sudah 3 kali berganti. Tapi posisiku tetap saja sama. Tak ada perubahan. Tak ada kemajuan.

Tak bisa dipungkiri selama 7 tahun bekerja di sini, aku sering kali mulai merasa jenuh. Aku merasa sedikit terlambat berkembang. Pekerjaanku hanya itu-itu saja. Monoton. Otakku seperti tidak lagi produktif menghasilkan ide-ide kreatif. Aku sedikit iri dengan teman-teman sebayaku yang sekarang sudah cukup berhasil. Punya jabatan bagus dan gaji besar. Tapi, lagi-lagi salah satu sahabatku berkata, “Sawang sinawang," yang dalam filosofi Jawa artinya kurang lebih, yaitu “Hakikat hidup itu hanya persoalan bagaimana seseorang mamandang/melihat sebuah kehidupan." Kita mungkin berpikir bahwa hidup seseorang itu mudah dan enak sekali, padahal kita tidak tahu bagaimana susah dan pedihnya yang dia jalani.

Aku juga mulai merasa jenuh dengan rekan-rekan kerjaku. Karena didominasi dengan guru-guru yang sudah berusia tua, dan mereka juga monoton hanya mengajar saja. Hanya segelintir orang saja yang menurutku asyik untuk aku ajak sharing ide-ide kreatif. Sebagian besar dari mereka hanya bekerja untuk mencari uang. Melakukan pekerjaan sesuai aturan dan selesai begitu saja. Aku pikir itu sangat membosankan. Tidak ada inovasi baru yang dihadirkan.

Rasa jenuhku semakin memuncak ketika job desc antara pegawai semakin tidak seimbang alias berat sebelah. Terutama antara pegawai honorer dan PNS. Pegawai honorer di tempatku bekerja memang didominasi oleh para anak muda. Cara bekerja kami cepat. Ide kami banyak. Kami mampu meng-handle banyak hal. Semakin banyak yang mampu kami atasi, pekerjaan pun lebih banyak dilimpahkan ke kami. Sementara pegawai yang berstatus PNS hanya melakukan pekerjaan biasa. Pekerjaan yang hanya dilakukan di awal bulan. Pekerjaan tulis menulis. Bahkan ada yang tidak tahu pekerjaannya apa. Hanya datang sesuai absen, duduk diam, main internet, mendengarkan lagu di Youtube, lalu absen pulang. Hanya itu pekerjaan mereka hampir setiap harinya. Dan mereka mendapatkan tunjangan yang cukup lumayan besar. Sementara kami para honorer, ucapan terima kasih pun sangat disyukuri jika kami dapat mendengarnya.

Jenuh Bekerja

Kami para honorer pun tidak memiliki hak cuti. Kami hanya mendapatkan izin selama 2 hari. Terlambat datang sedikit saja, kami ditegur di hadapan banyak orang. Perlakuannya jauh berbeda dengan yang PNS. Bahkan ada pegawai PNS yang hampir setengah bulan tidak masuk kerja, ada yang sebentar-sebentar izin, sebentar-sebentar cuti. Ketika mereka cuti ataupun izin, yang harus menggantikan pekerjaan mereka adalah kami. Kami para tenaga honorer. Tidak adil bukan!

Pada tahun lalu, aku sempat mengikuti ujian CPNS. Aku mengikuti tes sebanyak 3 kali. Namun tidak ada satu pun yang berhasil alias aku gagal lulus ujian. Kupikir, aku sudah terlalu lama tidak menggunakan otakku untuk berpikir seperti ini sehingga aku tidak lulus-lulus ujian. Sungguh aku merasa bodoh sekali. Aku jadi semakin merasa lingkungan tempa ku bekerja semakin tidak memberikan dampak positif dan kemajuan untukku.

Aku juga mencoba mencari pekerjaan lain. Pikiranku saat ini hanya ingin segera pindah dari sekolah ini. Semakin hari rasanya semakin membosankan. Namun, ternyata tidak gampang. Usiaku yang akan memasuki usia 30 tahun, menjadi salah satu alasan susahnya mencari pekerjaan. Berbulan-bulan aku selalu memantau lowongan pekerjaan. Berharap ada lowongan pekerjaan yang cocok untukku. Aku ingin mencari pekerjaan yang gajinya lebih besar dibanding pekerjaan ku saat ini. aku ingin menabung agar ayah bisa pergi umroh. Itu pikirku.

Semakin hari rasa jenuhku semakin mengganggu. Aku stres sekali. Aku hampir berputus asa. Aku ingin resign namun tak tahu harus ke mana. Ingin membuka usaha, tapi aku tak tahu akan membuka usaha apa. Aku pun tak memiliki modal cukup untuk membuka usaha.

 

Rezeki Tak Pernah Tertukar

Lalu, aku teringat ucapan almh. mama. Beberapa tahun lalu, aku pernah mendapat tawaran pekerjaan yang bagus. Hanya saja, pekerjaan itu berada di luar kota. Mama tidak mengizinkanku. Beliau menginginkan aku tetap bekerja di sini. Begitu juga dengan ayah. Alasan mereka sangat sederhana, mereka tak ingin anaknya (aku) berada jauh dari mereka. Karena mereka sangat tahu bahwa aku sering sekali sakit. Mereka khawatir. Selain itu, mereka juga ingin aku tetap berada di sini, agar aku tetap dapat mengikuti kegiatan-kegiatan keaagamaan yang diadakan di sekolah. “Biar tidak pernah jauh dari Tuhan,“ itu kata mama.

Lalu, nasihat mama yang paling penting adalah, “Bukan seberapa besar gaji yang kamu peroleh, tapi seberapa berkah yang kamu dapat dari gajimu. Syukuri apa yang kamu dapat dan kamu miliki. Rezeki tak akan pernah tertukar, Nak."

Benar saja kata mama, dengan gaji yang sedikit ini saja, aku masih punya kesempatan untuk menginjakan kakiku sampai ke luar negeri hanya untuk berlibur. Siapa yang menyangka. Mereka yang bergaji besar sekalipun belum tentu punya kesempatan dapat berlibur hingga ke luar negeri.

Dan pada akhirnya, aku masih tetap di sini. Mencoba untuk mengikhlaskan segalanya. Mencoba mensyukuri segalanya. Dan percaya, bahwa rezeki itu urusan Tuhan. Biar Tuhan yang mengaturnya. Rezeki tak akan pernah tertukar. Aku hanya cukup melakukan yang terbaik lalu mensyukuri dan tak lupa berbagi.

Tetap semangat,masih banyak cara agar kita tetap dapat mengeksplor ide-ide di kepala kita. Dream, believe, and make it happen.

 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading