Sukses

Lifestyle

Karier Cerah Setelah Menikah

Fimela.com, Jakarta Punya pengalaman suka duka dalam perjalanan kariermu? Memiliki tips-tips atau kisah jatuh bangun demi mencapai kesuksesan dalam bidang pekerjaan yang dipilih? Baik sebagai pegawai atau pekerja lepas, kita pasti punya berbagai cerita tak terlupakan dalam usaha kita merintis dan membangun karier. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis April Fimela: Ceritakan Suka Duka Perjalanan Kariermu ini.

***

Oleh: Kusumadewi Sibob - Tangerang

Siapa yang bilang jika menikah muda menghambat karier kita?

Waktu itu 22 usiaku, pernikahanku hanya berselang satu bulan dari hari wisuda. Hari kelulusan buah di mana kita mengenyam pendidikan hampir 4 tahun dan berjuang menyelesaikan skripsi di tengah eksistensi pencarian jati diri. Aku menikah dengan teman kuliahku, itupun hal yang di luar dugaan karena selayaknya hidup mati dan rejeki, jodoh pun rahasia Ilahi. Begitu klop dan sepakat berkomitmen, kami pun tak ingin berlama-lama dalam masa penjajakan serta tak mau terlena dalam asmara yang sia-sia. Akhirnya kami menikah dan bersama membangun mimpi mulai dari awal. Sebuah keputusan menantang yang harus kami pertanggungjawabkan pada orang tua. Sempat meragu tapi tekad yang bulat membantu kami untuk berani menjadi manusia yang semakin dewasa.

Beberapa hari setelah serangkaian acara pernikahan kami merantau ke ibu kota. Di mana kami semua mendapatkan pekerjaan yang teman-teman kami impikan, dan kabar baiknya bidang pekerjaan ini inline dengan jurusan perkuliahan yang kami ambil. Karena perbedaan culture bagi kami yang berasal dari daerah, pada semester pertama kami mengalami shock culture terutama di lingkungan kami bekerja. 

 

Bertahan di Pekerjaan Pertama

Perbedaan perbendaharaan kata saja bisa menjadi pemicu bullying, apalagi sikap-sikap yang cenderung lebih mementingkan diri sendiri menjadi tantangan tersendiri bagiku beradaptasi di sini. Di kantor pertama ini aku banyak belajar hal baru, banyak teori yang sesungguhnya sudah kupahami namun pada pelaksanaannya masih banyak hal yang perlu dieksplorasi lagi. Di tengah perjuangan membangun kepercayaan diri, kantor di tempat aku bekerja mengalami penurunan financial akibat family management yang tidak bertanggungjawab membawa beberapa aset dan menyelewengkan keuangan perusahaan. Iya, manajemen dan keuangan kantor ini dipegang oleh keluarga pemilik.

Tak perlu berlama-lama beradaptasi, di tahun pertama aku sudah bisa menguasai job description yang sehari-hari kukerjakan. Bukan itu saja bahkan rekan kerja menjadi teman yang selalu ramah dan menghangatkan suasana layaknya keluarga. Kami sering mengadakan makan bersama, memberikan kejutan di hari spesial, atau sekadar berkaraoke selepas gajian. Semua kegiatan yang kami lakukan di luar jam kerja menambah akrab relasi kami sehingga di kantor sudah tidak ada kecanggungan atau bullying lagi. Pada masa itu gajian semakin tersendat di tiap bulannya dan organisasi mengalami gonjang-ganjing keberadaanya. Namun karena kantorku ini bergerak dalam bidang pendidikan, maka dorongan untuk tak mudah menyerah muncul dari dalam diri. Karena desakan biaya hidup, satu per satu rekan kerja mengundurkan diri termasuk atasanku.

Hal yang menjadi penguat bagiku untuk bertahan di kantor adalah teman-teman baik yang mau berjuang bersama. Akhirnya karena merasa senasib sepenanggungan, hubungan kami antar karyawan menjadi semakin erat. Kami mengerti kebutuhan dan kepusingan masing-masing di kala belum ada pendapatan yang masuk. Berbagai protes dan tindakan sudah kami sampaikan namun kami memang harus bersabar jika ingin bertahan.

Karena ketekunan untuk selalu belajar dan berusaha terus mengembangkan diri, dipanggillah namaku untuk menggantikan posisi atasan. Awal mula aku tak menyangka, namun kesempatan ini belum tentu dua kali datangnya. Berbekal restu dari suami, aku pun memberanikan diri menjadi kepala bagian yang membawahi belasan orang.

Restu Suami

Melihat usianya, mereka lebih dewasa dan lebih banyak pengalamannya daripada aku seharusnya. Tetapi kembali lagi yang namanya rezeki sama dengan jodoh, sama-sama rahasia Ilahi. Dalam memberikan arahan dan berkoordinasi, aku tak mengalami masalah yang berarti. Beberapa keputusan kuambil dari musyawarah dengan atasan dan teman-teman. Justru masalah yang memecah belah kami adalah kembali lagi faktor gaji. Urusan makan yang semakin mengikat perut dan tagihan-tagihan yang tak bisa memberikan kemakluman mengurangi jumlah staf yang kupunya.

Selama 8 jam kerja, kami jadi harus bekerja dengan ekstra. Otak pun harus kuputar untuk mempertahankan kantor dan hidup teman-teman. Akhirnya beberapa kebijakan kuambil untuk menyelamatkan keduanya. Teman-teman kuizinkan masuk kerja secara bergantian, ini jelas bertujuan untuk mengurangi biaya setidaknya transportasi. Sehingga secara terjadwal mereka membawa pulang pekerjaan, stand by dari rumah dan semuanya berjalan lancar. Namun apa yang aku terapkan tak sepenuhnya dibenarkan oleh semua orang, terutama bagi pemilik kantor yang merasa dirugikan padahal mereka sendiri yang membuat kami menderita. Bertubi-tubi serangan kata-kata dilontarkan cukup lama kutahan namun akhirnya aku menyudahi pengabdian ini. Kekecewaan dan kekesalan yang dirasakan oleh teman-teman juga membuat mereka satu persatu turut mundur teratur.

Bak gayung bersambut, 2 minggu setelah resign aku sudah mendapatkan pekerjaan kembali. Di tempat yang baru aku mengosongkan gelasku, berharap bisa kuisi dengan air yang baru. Kini aku tetap melakukan yang terbaik, dan menanti waktu untuk melanjutkan masa lanjut studi seperti rencana lamaku meski karierku sudah mulai naik dengan cepat di kantor yang baru ini. Bagi yang ingin berkarier setelah menikah, restu suami menjadi sebuah kunci kesuksesan. Setelah menikah, justru dukungan suami bisa menjadi kekuatan tersendiri untuk mengembangkan diri. Kematangan berpikir dan karier yang meningkat selaras dengan peningkatan skill dalam mengurus rumah tangga.

 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading