Sukses

Lifestyle

Mama Selalu Berada di Barisan Terdepan Membelaku Hadapi Berbagai Cibiran

Fimela.com, Jakarta Punya momen yang tak terlupakan bersama ibu? Memiliki sosok ibu yang inspiratif dan memberi berbagai pengalaman berharga dalam hidup? Seorang ibu merupakan orang yang paling berjasa dan istimewa dalam hidup kita. Kita semua pasti memiliki kisah yang tak terlupakan dan paling berkesan bersama ibu. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam lomba dengan tema My Moment with Mom ini.

***

Oleh: Claudia A. - Jakarta

Mama memiliki kepribadian yang keras dan teguh. Ia selalu bersungguh-sungguh dalam melakukan segala sesuatu. Bukan tanpa alasan dia seperti itu. Sejak kecil, status anak sulung yang melekat pada dirinya membuat ia harus merasakan perihnya rotan dan sapu lidi di usia dini. Didikan dari keluarga yang begitu keras dan belum berpikiran terbuka menuntutnya untuk selalu terlihat “sempurna” dan memenuhi ekspektasi semua orang hanya untuk mencapai standar yang mereka lihat sebagai contoh yang pantas untuk adik-adiknya. Di tengah berbagai tuntutan dan kondisi tersebut mama mampu bertahan dan membuktikan kesungguhannya dengan berbagai prestasi yang sudah diukirnya. Namun, tetap saja, beberapa pandangan meremehkan tidak bisa disembunyikan hanya karena mama terlahir sebagai seorang perempuan.

Lingkungan dan keluarga mama memiliki adat istiadat yang sangat kental. Pemikiran bahwa anak laki-laki selalu nomor satu masih belum bisa dihapuskan. Seperti sebuah hukum tidak tertulis bahwa anak sulung paling bagus harusnya seorang lelaki, karena anak lelaki dirasa paling pantas meneruskan usaha orangtua dan anak perempuan cukup hanya patuh dan diam di rumah. Hal tersebutlah yang mengekang kebebasan mama untuk berekspresi sebagai dirinya. Berbagai pandangan dan cibiran sering dilemparkan pada keluarga mama karena memiliki banyak anak perempuan, apalagi mama sebagai anak sulung adalah seorang perempuan. Namun, berbagai pandangan tersebut tidak pernah memudarkan semangat mama untuk membuktikan diri bahwa ia anak perempuan pun mampu bersaing dengan anak laki-laki lainnya.

 

Mama Berhasil Menemukan Mimpinya

Di tengah tekanan dan tuntutan keluarga, mama berhasil menemukan mimpinya untuk menjadi seorang dokter. Hal itu berkat kecintaannya terhadap bidang kimia dan biologi. Saat itu belum ada perempuan dari keluarga mama yang bisa berpendidikan tinggi apalagi menjadi seorang dokter. Kakek yang sering melaut selalu berkata agar anak perempuan setelah tamat sekolah cukup di rumah saja. Sehingga kemungkinan untuk didukung keluarganya pun sangat tipis.

Setelah melalui berbagai perdebatan batin, mama membulatkan tekadnya untuk mencoba ujian masuk perguruan tinggi negeri jurusan kedokteran. Semesta berpihak padanya. Ia dinyatakan berhasil diterima di perguruan tinggi negeri tersebut. Dengan perasaan penuh bangga ia membawa berita bahagia tersebut kepada keluarganya. Namun, sayang sekali, keluarga besarnya tidak mengerti akan mimpi dan keinginan mama, lagi-lagi mereka meremehkannya. Menurut mereka, perempuan tidak perlu berpendidikan terlalu tinggi, karena ujungnya hanya akan menjadi ibu rumah tangga.

Pengorbanan Seorang Ibu

Bertahun-tahun berlalu sejak ia melepaskan mimpi dan segala perjuangannya untuk menjadi seorang dokter, akhirnya mama menikah di usianya yang ke-20 dengan ayahku. Memang jalan Tuhan mempertemukan mereka, walaupun mama tidak berhasil menjadi seorang dokter, ayahku hadir memberikan mimpi-mimpi baru yang mereka rintis bersama. Tidak lama setelahnya aku lahir di tengah kehidupan mereka.

Ternyata lingkungan dan keluarga besarku masih saja belum berpikiran terbuka. Kemampuanku selalu dibanding-bandingkan dengan anak laki-laki mereka, hingga membuat mama mendidikku dengan keras. Dulu sebelum mengetahui cerita mama, kupikir aku begitu dibenci olehnya hingga harus merasakan pukulan rotan setiap kali hasil ujianku tidak mencapai nilai 90, ternyata dia melakukan itu semua hanya agar aku tidak diremehkan oleh orang lain.

Pengorbanan mama menahan hal-hal tidak menyenangkan tersebut tidak hanya sampai di sana. Sekali pernah ayahku mengalami masa depresi dan traumatis yang cukup parah karena suatu kejadian. Hal tersebut membuat ayahku menjadi terbatas dalam melakukan segala sesuatu, bahkan untuk menyetir pun butuh bantuan mamaku. Ayahku bahkan tak bisa berada di keramaian terlalu lama atau sekadar bertemu banyak orang. Ayah butuh bantuan mamaku untuk terapi secara rutin, sehingga terus bergantung pada mamaku. Hal tersebut menjadi bahan omongan di lingkunganku, hingga sampai di telinga keluarga besarku.

Entah seberapa perih hatinya ketika mendengar kalimat seperti, “Jadi perempuan, pilih pasangan saja tidak becus!” Entah apa yang mereka pikirkan bahwa terlahir sebagai perempuan adalah kesalahan, bahkan tak sedikit yang meminta agar mama meninggalkan ayahku saja, tapi hal tersebut tidak dilakukannya, ia begitu setia menemani ayahku hingga pulih dan berhasil sembuh.

Dalam masa-masa tersebut, aku yang sudah cukup dewasa diberi kebebasan penuh untuk memilih masa depanku. Aku memilih jurusan komunikasi untuk melanjutkan pendidikanku. Namun seperti yang aku duga, berbagai cibiran tetangga bahkan keluarga besarku berdatangan, “Mau jadi apa kamu nanti kuliah jurusan komunikasi? Hanya jadi beban orang tua!” “Memang perempuan susah diharapkan”.

Sempat aku terpikir untuk mengorbankan masa depanku karena tak kuat menahan cibiran dari lingkungan, tapi tidak dengan mamaku. Diam-diam selama ini dia yang menjadi tamengku melawan segala cibiran dari lingkungan. Ia berada di barisan terdepan membelaku. Ia tahu bagaimana rasanya kehilangan mimpi dan ia tak ingin hal tersebut terjadi padaku, “Jangan dengar kata orang, kamu yang tentukan masa depanmu." Kalimat sederhana tersebut yang menjadi pukulan yang terus memacuku menggapai mimpi.

Mama tidak pernah mengeluh dan menyerah karena terlahir sebagai perempuan di tengah lingkungan yang mendiskriminasinya. Ia pernah kehilangan mimpi, dihujat berkali-kali, cibiran sudah menjadi garam dalam hidupnya hanya karena sesuatu yang di luar kuasanya. Aku meminta maaf beribu kali karena pernah terbersit di kepalaku bahwa mama tidak mencintaiku karena aku pun seorang perempuan.

Aku menyesal berkali-kali Karena sering mengecewakan mama. Aku yang tidak sekuat mama ini sering menimbulkan beban dan hujatan bagi keluarga, tapi mama selalu yang pertama berdiri di depanku menangkal semua rasa cemas dan khawatir pada diriku. Aku berterima kasih karena mama rela menjadikan dirinya sebagai tameng keluarga. Rela menutup telingaku dan keluargaku agar tidak mendengar kata-kata buruk. Rela memberi pelukannya menghalangi setiap hujatan yang dilemparkan.

Aku belajar dan berusaha agar mampu jadi yang terbaik untuk mama hingga satu hari nanti mama tak perlu cemas aku terjatuh karena aku sudah menemukan tujuanku untuk terus bangkit berlari. Terima kasih mama.

 

#GrowFearless with FIMELA

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading