Sukses

Lifestyle

Tak Perlu Balikan dengan Mantan, jika Hidup Kita Sendiri Sudah Lebih Baik Tanpanya

Fimela.com, Jakarta Mencintai diri sendiri bukanlah tindakan egois. Justru dengan mencintai diri sendiri, kita bisa menjalani hidup dengan lebih baik. Di antara kita ada yang harus melewati banyak hal berat dalam hidup sampai rasanya sudah tak punya harapan apa-apa lagi. Namun, dengan kembali mencintai diri sendiri dan membenahi diri, cahaya baru dalam hidup akan kembali bersinar. Melalui salah satu tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba My Self-Love Story: Caramu untuk Mencintai Diri ini kita akan memetik sebuah inspirasi baru yang dapat mencerahkan kembali hidup kita.

***

Oleh: Maria Kemi Simarmata

Meski sekuat apa pun kita setia dan bersabar menerima kekasih kita, jika memang bukan jodoh, kita tidak akan bersamanya. Jodoh itu misteri dan hanya Tuhan yang punya jawabannya.

Dunia seketika runtuh ketika kekasihku mengatakan dia akan menikah dengan wanita lain, pilihan orangtuanya. Betapa hancur dan sakitnya hati ini. Pacaran sudah 5 tahun, tapi ujung-ujungnya kandas lantaran perjodohan. Orangtuanya menjodohkan dia dengan wanita kaya, yang katanya selevel dengan mereka.

Bagi orangtuanya, aku ini “tidak level” karena bukan berasal dari keluarga kaya. Meskipun aku sarjana dan manajer di sebuah perusahaan swasta di Jakarta, hal itu belum cukup buat mereka. Soalnya keluargaku bukan orang kaya, hanya keluarga sederhana. Aku juga bisa kuliah karena membiayai kuliahku sendiri sambil bekerja. Aku merasa benci pada orangtuanya, pada dia yang tidak punya pendirian, bahkan pada diriku sendiri: kenapa tidak lahir dari orang kaya? Meski aku sadar, kita tidak bisa memilih pada keluarga mana kita dilahirkan. Kutinggalkan dia sendiri di sana dan kembali ke kantor. Aku menangis sejadi-jadinya di toilet kantor karena aku tidak ingin terlihat menangis di depannya.

 

Sakit

Patah hati dan putus cinta memang sakit rasanya, apalagi harus merelakan kekasih bersanding dengan wanita pilihan orangtuanya. Hari-hariku terasa suram dan menyakitkan. Seolah tak ada lagi semangat untuk hidup. Karena tidak punya nafsu makan, akhirnya aku terkena sakit maag. Akibatnya, aku sering muntah. Dalam sehari bisa muntah sampai 9 kali. Jika dipaksa makan pun, makanan yang aku telan akan kumuntahkan kembali.

Hampir sebulan aku sakit maag, berat badanku pun turun drastis. Kendati sudah berobat ke dokter, minum obat dan mencoba makan, penyakitku tidak kunjung sembuh. Kemudian aku konsultasi dengan dokter. Sang dokter mengatakan bahwa penyakitku ini bukan lantaran telat makan, tapi karena stres. Entah karena dokternya baik atau aku memang butuh teman curhat untuk menumpahkan segala bebanku, aku mulai bercerita masalahku dan penyebab aku terkena maag. Dokter yang baik itu lalu memberikan sedikit saran dan nasihat tanpa bersifat menggurui, seakan-akan ia juga pernah mengalaminya.

Setelah itu, aku mencoba berdamai dengan hatiku, mencoba keluar dari rasa sakit hati. Kukatakan pada diriku sendiri, ”Aku ini berharga, aku ini cantik, sarjana dan bekerja. Aku mencintai diriku yang layak bahagia.”

Hal pertama aku lakukan adalah mendatangi tempat ibadah. Berdoa di sana terasa lebih sejuk dan damai. Aku berdoa dan mengatakan pada-Nya, aku akan memaafkan mantan kekasihku dan orangtuanya. Aku berserah sepenuhnya kepada Tuhan karena aku percaya, “Dia membuat segala sesuatu indah pada waktunya." Tuhan kadang mempertemukan kita pada beberapa orang yang salah sebelum dia mempertemukan kita pada seorang yang tepat, dan bersyukurlah atas itu. Mendekatkan diri pada Tuhan dan belajar memaafkan adalah salah satu cara kita keluar dari kesedihan ini. Benar juga, tidak lama kemudian sakit maagku pun hilang.

Menolak Balikan demi Kebaikan

Untuk melupakan kesedihan, aku mencoba menyibukkan diri dengan melakukan hal-hal positif yang bermanfaat buat orang lain. Aku mulai aktif di gereja dan menjadi guru Sekolah Minggu di kelas balita. Mengajar dan membuat anak-anak kecil itu tersenyum ternyata membuat diriku lebih bahagia. Kemudian aku juga mendatangi salon langgananku lagi. Di sana aku mengecat dan mengubah gaya rambutku, melakukan berbagai perawatan seperti facial, body scrub, massage atau hair spa. Aku juga aktif kembali di pusat kebugaran yang sempat kutinggalkan. Sekarang yang ada dalam hatiku adalah mencintai diriku apa adanya dan berusaha melakukan hal-hal yang membuat diriku bahagia. Sederhana ‘kan?

Beberapa bulan setelah pernikahannya, dia datang menemuiku dan mengatakan dirinya tidak bahagia. Dia ingin bercerai dengan istrinya dan meminta aku kembali bersamanya lagi. Dia datang setelah aku bisa menyembuhkan hati ini, membenahi kembali hidupku, dan membangun kembali kepercayaan diriku. Permintaan ini tentu saja aku tolak. Melupakan dirinya adalah keputusan paling tepat dalam hidupku.

Hidup ini berharga, dan bahagia itu kita sendirilah yang menciptakannya. Berani keluar dari masa lalu, menyongsong jodoh lain yang Tuhan telah sediakan merupakan keputusan terbaik dan bukti kita mencintai diri sendiri.

#ChangeMaker

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading