Sukses

Lifestyle

Jangan Sampai Hatimu Menjadi Jahat Hanya karena Merasa Disakiti

Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita di balik setiap senyuman, terutama senyuman seorang ibu. Dalam hidup, kita pasti punya cerita yang berkesan tentang ibu kita tercinta. Bagi yang saat ini sudah menjadi ibu, kita pun punya pengalaman tersendiri terkait senyuman yang kita berikan untuk orang-orang tersayang kita. Menceritakan sosok ibu selalu menghadirkan sesuatu yang istimewa di hati kita bersama. Seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba Cerita Senyum Ibu berikut ini.

***

Oleh: S

Aku iri tiap melihat kedekatan seorang anak perempuan dengan ibunya. Bagaimana dengan gamblangnya mereka bisa saling bercerita tentang keseharian, saling memeluk ketika hati remuk terpukul dengan kenyataaan. Hubungan kami terlalu dingin walau cukup berlebihan juga jika dikatakan tidak harmonis. Aku seringkali cukup canggung untuk membuka obrolan ketika kami berdua berada di ruangan yang sama.

Keras kepala kami tentu saja sama. Ada banyak hal yang ibu lakukan yang tak sesuai dengan cara pikirku.  Misalnya saja ketika ibu ngotot untuk mempertahankan hubungan dengan keluarga almarhum ayahku. “Belum cukup tuduhan mereka bahwa ibu ingin menguasai harta nenek?" ucapku suatu saat sambil membantingkan pintu. Ibu bahkan tak segan-segan untuk memberikan pinjaman pada keluarga besar yang tentu saja jarang untuk kembali. Aku selalu merasa tentu ibu melakuakan hal sia-sia, yaitu memberikan pelangi pada orang yang buta warna.

Awal tahun 2019 menjadi permulaan dari semuanya. Maag kronis ibu kumat-kumatan bahkan  sampai harus dibawa untuk rawat inap di RS. Sepulangnya dari RS tidak banyak perubahan yang berarti. Tiap malam ibu akan mulai menggigil, kadang kedinginan kadang merasa seperti ada rasa terbakar di sekujur tubuhnya. Tak jarang ibu menangis sambil memegangi perutnya yang dirasa sakit tak tertahankan.  Hasil usg abdomen menunjukkan ada bisulan-bisulan kecil berjumlah banyak di bagian liver ibu. Hal ini yang menyebakan pembesaran perut ibu dan rasa sakit yang datang meradang tiap harinya.

Senyuman Itu...

Vonis dokter selanjutnya meruntuhkan duniaku. “Benjolan di liver merupakan bentuk penyebaran kanker dari payudara." Kanker menyebar seperti pohon natal yang terbalik, mematikan fungsi dari organ-organ tubuh penting lainnya. Sosok ibu yang biasanya tegar berubah menjadi murung. Tak ada lagi senyuman ceria di bibirnya, matanya pun selalu berkaca-kaca menahan tangis. Tak ada harapan berarti yang mampu membangkitkan kami, motivasi dari sekitar pun semakin terasa tak berarti.

Hari-hari selanjutnya kami habiskan di kamar kecil rumah kami. Ibu ingin menghabiskan sisa hidupnya di rumah. Ada kalanya kondisi ibu seperti membaik, di saat itu ibu banyak bercerita tentang hidupnya, apa yang tak ku mengerti selama ini.

Selama menikah ibu merasa dunianya hancur. Setelah melahirkan pun justru keadaan menjadi semakin menjadi, ia tak mendapatkan dukungan suami. Ibu depresi dan mengalami baby blues bahkan sempat terpikir untuk mengakhiri hidupnya. Berbagai tekanan pun didapatnya dari ipar-ipar culas dan mertua yang banyak menuntut.

Selama ini memang ibu berperan menjadi tulang punggung keluarga. Segala macam beban yang selama ini ibu tahankan sendirian. “Ibu minta maaf ya, Nak. Ibu tidak bisa seperti ibu teman-temanmu. Maaf jika selama ini Ibu tidak bisa menjadi Ibu yang kamu inginkan." Segala beban yang ditanggungnya membentuk ibu menjadi pribadi yang dingin dan skeptis tentang kehidupan. Walau demikian  ibu tetap berusaha menjadi sosok  yang berguna bagi sekitar. “Jangan sampai kamu menjadi jahat hanya karena disakiti."

Senyum tulus ibu justru kulihat di saat yang paling tidak kuinginkan. Senyum itu terbentuk  di wajah jenazah ibu beberapa hari kemudian. Ibu sudah menyelesaikan perjuangannya di dunia. Tenang-tenang di sana ya bu. Terimakasih untuk apa yang sudah ibu lakukan selama ini. Maaf aku terlambat mengerti kasih sayang ibu.

#ElevateWomen

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading