Sukses

Lifestyle

Putrinya Menderita Autoimun, Perjalanan Panjang Ibu untuk tetap Rutin Mendapatkan Vaksin

Fimela.com, Jakarta Putri Alicia Garceau, Rory selalu mendapatkan vaksin lengkap sesuai jadwal sejak lahir, hingga kelas 1. Saat Alicia masih balita, asuransi mereka tidak menanggung imunisasi, jadi Alicia patuh membawa Rory ke departemen kesehatan setempat untuk disuntik.

Alicia akan memeluk tubuh Rory yang menggeliat dengan erat saat perawat memusatkan perhatian pada pahanya yang gemuk dan masuknya jarum suntik dengan cepat membuat Rory menangis. Alicia tidak suka melihat Rory kesakitan, bahkan untuk sesaat, tapi ia tidak pernah ragu kapan waktunya untuk mendapatkan vaksin.

Hal ini berubah saat Rory berusia 6 tahun. Suatu pagi, Rory bangun dan memberi tahu Alicia bahwa sepatu olahraga barunya, yang ia pakai sepanjang minggu, terasa aneh.

Mereka sudah terlambat ke sekolah, jadi Alicia mencoba semua yang ia bisa pikirkan untuk membuat Rory tetap mau memakai sepatunya, dengan membujuk, menyuap, dan akhirnya dengan suara tegas dan menyebutkan nama lengkapnya. Tidak ada yang berhasil.

Rory mengalami masalah sensorik yang segera disertai dengan insomnia dan perubahan kepribadian. Gadis kecil Alicia yang manis menjadi pemberontak dan agresif.

Rory mulai bercakap-cakap dengan dirinya sendiri atau mungkin, karena ia juga berhalusinasi, ia sedang bicara dengan seseorang yang ia pikir ada di sana. Apa yang dikatakan Rory benar-benar tidak masuk akal bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.

Itu adalah waktu yang menakutkan, melelahkan, dan membingungkan bagi Alicia, diperparah karena dokter tidak tahu apa yang salah dan bagaimana membantu Rory. Keluarga Alicia menghabiskan 3 tahun berputus asa untuk diagnosis dan mereka akhirnya menerima 1 hal, yaitu ensefalitis autoimun, penyakit yang baru ditemukan di mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang sel-sel otak yang sehat, menyebabkan gejala neurologis dan kejiwaan.

 

 

Rory, putri Alicia diketahui menderita autoimun

Jika tidak diobati, penyakit AE ini dapat menyebabkan kecacatan permanen atau kematian. Tidak ada yang tahu pasti apa yang menyebabkan penyakit ini, walaupun teori yang berlaku adalah bahwa virus ini memicu respon imun yang tidak tepat.

Selama 4 tahun kemudian, tim dokter di Rumah Sakit Anak Duke di Durham, Carolina Utara mencoba menghidupkan kembali sistem kekebalan Rory. Mereka memberinya steroid untuk mengurangi peradangan di otaknya.

Rory minum obat penekan kekebalan, yang sering digunakan oleh pasien transplantasi untuk mencegah penolakan organ, untuk menghentikan sistem kekebalannya memproduksi antibodi otomatis. Imunoglobulin intravena, obat yang sangat mahal yang dibuat dari plasma ribuan donor, memberi Rory infus antibodi sehat setiap bulan dan secara bertahan ia mulai membaik.

Saat kesehatan Rory membaik, kekhawatiran lain mulai muncul, yaitu vaksin. Secara sengaja, vaksin akan mengaktifkan sistem kekebalan yang cukup untuk membuat antibodi.

Vaksin memiliki kontradiksi selama perawatan Rory karena sistem kekebalannya yang ditekan dan infus imunoglobulin, jadi ia mengandalkan perlindungan kekebalan kawanan untuk tetap sehat. Namun, saat ia menghentikan pengobatan, dokternya memberi lampu hijau untuk melanjutkan imunisasi.

Sayangnya, pikiran untuk dengan sengaja meningkatkan sistem kekebalan Rory membuat Alicia ketakutan. Musim gugur lalu, Alicia tidak membawa Rory untuk mendapatkan vaksin flu dan ia juga tidak menelepon dokter anak untuk menjadwalkan imunisasi yang belum dilakukan.

Pada pemeriksaan tahunannya, dokter anak Rory mencatat bahwa Rory kehilangan 2 vaksin, yaitu Tdap untuk tetanus, difteri, dan pertusis, serta meningokokus untuk meningitis. Alicia mengaku takut melakukan apapun yang dapat mengaktifkan sistem kekebalan Rory.

Alicia berusaha memulihkan kepercayaannya dan menaati rutinitas vaksin untuk putrinya

Dokter yang telah melihat Rory dalam keadaan paling sakit dan sekarang melihatnya benar-benar sembuh mengatakan kepada Alicia bahwa ia mengerti. Ia menjelaskan bahwa aktivasi sistem kekebalan akan jauh lebih kecil dengan vaksin daripada kaskade tak terkendali yang akan terjaadi dengan penyakit tersebut.

Lalu, dokter itu menyarankan agar mereka memulai dengan Tdap, vaksin yang telah ditoleransi Rory ketika ia masih bayi dan balita. Mereka melakukannya, saat jarum suntik masuk ke lengan Rory, Alicia merasa perutnya mual.

Namun, tidak ada yang terjadi kecuali Rory merasa lengannya sakit dalam 24 jam setelah vaksin. Setelah itu, Rory menerima vaksin meningitis dan Alicia memastikan putrinya juga akan mendapatkan vaksin flu di bulan Oktober mendatang.

Sekarang vaksin COVID-19 telah tersedia, 25% orang tua yang disurvei dilaporkan mengatakan ketika memenuhi syarat, anak-anak mereka tidak akan menerimanyaa, sedangkan 36% lainnya mengatakan mereka sangat menunggu vaksinasi. Untuk mencapai kekebalan kawanan, sekitar 80% populasi perlu divaksinasi dan untuk meminimalisir penyebaran komunitas, jumlahnya harus mendekati 70%, anak-anak adalah kunci untuk mencapai target tersebut.

Alicia memahami ketika banyak orang tua mengatakan mereka tidak akan memberikan vaksin kepada anak-anak mereka, karena ketakutan itu sangat kuat. Namun, Alicia juga berharap orang tua akan memiliki dokter anak seperti yang ia miliki, mengakui ketidakpastiannya, berempati terhadapnya, dan membimbingnya melalui ketakutannya.

FDA menyetujui vaksin Pfizer untuk anak berusia 12 hingga 15 tahun dengan panduan yang akan segera dikeluarkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit. Jika itu terjadi, Alicia akan segera mendaftarkan Rory, karena ia ingin keluarganya tetap sehat.

#Elevate Women

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading