Sukses

Lifestyle

Selangkah Lagi ke Pelaminan, Kenapa Membatalkan Tiba-Tiba?

Next

runaway bride

Runaway bride atau calon pengantin perempuan yang mendadak berubah pikiran menjelang hari pernikahan, memang ada di kehidupan nyata. Julia Roberts pun, yang memerankan karakter tersebut dalam film berjudul sama tersebut, tercatat pernah meninggalkan Kiefer Sutherland, Matthew Perry, dan Benjamin Bratt, mantan-mantan tunangannya, saat mendekati hari pernikahan. FIMELA.com menemui tiga perempuan yang serupa tapi tak sama. Kesamaannya adalah karena mereka punya cerita masa lalu pernah batal menikah atas dasar alasan masing-masing. Ada Nadia Mulya (NM), 32 tahun, presenter; Bunga Mega (BM), 28 tahun, motivational speaker/pendiri komunitas @cewequat; dan Shirley Tangkilisan (ST), 27 tahun, public relations.

Apa yang menyebabkan kalian batal menikah?

NM: Ada sesuatu yang kurang sreg di dalam hati. Kami pacaran sudah lama, 7 tahun, keluarga juga sudah dekat dan senang, mantan saya juga adalah orang yang sangat baik, tapi entah kenapa ada sesuatu yang salah saja kalau ini diteruskan. Selalu ada kesempatan untuk putus, tapi kami nggak putus-putus, sampai akhirnya ada satu momen yang membuat kami putus. Saat itulah saya tersadar kalau ada jodoh saya yang lain menunggu di suatu tempat.

BM: Dari awal, motivasinya saja sudah salah, yaitu karena menemukan laki-laki yang kebetulan seiman, bersamaan dengan papa yang kecelakaan, kebelet dengan usia yang sudah menginjak 25 tahun, sementara teman-teman dekat sudah menikah semua. Saat diajak menikah, saya mau saja tanpa pikir panjang, padahal laki-laki itu sama sekali bukan tipe saya. Kami baru berpacaran  4 bulan, lalu tunangan. Untungnya dari tunangan ke pernikahan cukup lama, jadi punya waktu untuk berpikir lagi. Selama itulah perasaan saya makin lama makin nggak sreg. Dia nggak buat salah apa-apa sebenarnya, malah sangat baik, sabar, dan bisa mengimbangi sifat saya yang dominan. Jadi, semakin bingung apa yang salah dengannya sehingga saya nggak ingin nikah atau nggak bisa cinta dengannya. Saya nggak tahu blank spot-nya dimana saat itu.

ST: Kami bertengkar hebat saat itu, padahal masalah sebenarnya karena kami nggak bisa berkomunikasi dengan baik. Kami sering bertengkar, tentang apapun bisa jadi masalah, tapi bukan soal pernikahan. Masalahnya dulu adalah mantan tunangan nggak tahu harus bagaimana mengatur emosi dan berkomunikasi dengan baik. Sampai akhirnya, di pertengkaran kami yang terakhir saya nggak tahan lagi karena dia menggampangkan ngomong ‘putus’ padahal untuk urusan yang nggak penting.

Next

 

runaway bride

Apa bagian tersulit saat akan memutuskan batal menikah?

BM: Meyakinkan orang tua dan teman-teman terdekat kalau mantan bukan pilihan hati saya. Orang tua sempat menahan keputusan saya karena pertimbangan malu apa kata orang, persiapan sudah banyak dikerjakan, dan dia adalah orang yang sangat baik. Pertama, saya mau mengikuti saran itu dengan mencoba meneruskan. Tapi, semakin lama saya merasa makin ‘tawar’ saja terhadapnya. Waktu kami akan melakukan sesi foto prewedding, sebelum dirias oleh make up artist, saya menangis, berpikir apa harus saya menikah dengan laki-laki ini. Saya juga makin tertekan, nggak semangat untuk menanti hari H, dan mulai mencari-cari masalah untuk putus. Mantan akhirnya menyadari kalau terjadi sesuatu dengan saya, namun saat saya bilang ingin membatalkan pernikahan karena nggak ada cinta saya untuknya, dia sempat bersikeras untuk lanjut menikah karena mengira itu semua bisa diubah. Saya sampai sudah berencana untuk kabur ke Yogyakarta kalau sampai batas yang saya tentukan, masalah ini belum juga ada keputusan akhirnya.

ST: Sedih dan malu karena ini pengalaman pertama serius dengan satu laki-laki dan berencana menikah tapi ternyata batal, padahal woro-woronya sudah kemana-kemana karena mantan sudah mengabarkan rencana itu ke banyak orang. Makanya, hal pertama yang saya lakukan saat kami confirmed batal menikah adalah mengganti status ‘engaged’ menjadi ‘single’ di Facebook, karena dari media itu pula banyak orang tahu kalau kami akan menikah.

There’s always a rainbow after the storm, apakah itu benar?

BM: Ya, setelah akhirnya bisa membatalkan pernikahan, perasaan saya benar-benar lega dan plong. Nggak berapa lama kemudian, saya bertemu lagi dengan teman lama yang semakin dekat setelah batal menikah, kemudian berpacaran, hingga kami menikah April lalu. Dari suami, saya mendapatkan banyak sekali pencerahan dalam sebuah hubungan yang selama ini saya nggak tahu. Beberapa kali berpacaran, saya salah menemukan poin yang penting untuk dibawa ke pernikahan. Dulu mengiranya kalau pasangan saya baik, lucu, romantis, dan sebagainya adalah sebuah kualitas, padahal itu hanya bentuk perlakuan yang kemungkinan bisa berubah. Sementara, harusnya saya mencari laki-laki berprinsip, yaitu yang nggak akan memukul, nggak akan selingkuh, bagaimana dia memandang Tuhan, yang semuanya adalah sesuatu yang tetap.

NM: Pernikahan saya dengan Dastin sangat bahagia, never been happier. Saya sudah menemukan partner yang cocok untuk diajak berkeluarga dan menjadi partner hidup. Saya ingin bisa seperti orang tua saya yang kemana-mana berdua sampai mereka tua. Kualitas Dastin juga lengkap bukan hanya sebagai suami dan pasangan, tapi juga ayah yang sangat hands on dengn anak-anak.

ST: Saya menemukan sosok laki-laki lain yang somehow itu memang menyembuhkan dan menenangkan. Menghabiskan waktu dengan teman-teman juga membantu masa sulit.

Jadi, batal menikah sebuah berkah atau akhir dunia untuk kalian?

ST: Sangat menjadi sebuah berkah, karena saya mendapat sebuah pelajaran berharga tentang hubungan dan pernikahan yang nggak semestinya diambil hanya karena alasan latah ingin menikah juga. Harus punya banyak ‘bekal’ yang membuat pernikahan memang sudah waktunya untuk dipersiapkan dan akan dijalani, bukan atas dasar emosi.

BM: Pengalaman itu berkah buat saya. Mantan saya, saya yakin pasti menemukan seseorang yang lebih baik untuknya, yang bisa lebih mencintainya dengan tulus. Pernikahan itu ibarat one way ticket, perjalanan sekali pergi yang nggak ada jalan kembalinya. Itu sebabnya hal ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh dan atas dasar yang benar.

NM: Tanpa mendiskreditkan mantan, saya sungguh bersyukur mengikuti kata hati dengan meninggalkan dia dan memilih suami saya yang sekarang. Kesempurnaan mantan pasangan bukan patokan pasti kalau dia adalah pasangan yang tepat untuk saya, tapi kembalikan lagi ke diri saya sendiri, apa saya mau menghabiskan sisa hidup saya dengannya. Dengarkan saja suara hati berkata apa.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading