Sukses

Lifestyle

Alami Masalah Kesehatan Mental, 5 Alasan Seseorang Ragu untuk Psikolog

Fimela.com, Jakarta Tidak ada orang yang ingin memiliki kesehatan mental yang kurang baik. Stres yang berujung depresi menjadi masalah kesehatan mental yang kerap dialami masyarakat urban karena tekanan berlebih.

Ketika seseorang memiliki masalah kesehatan mental, ada banyak pertimbangan yang membuatnya ragu untuk berkonsultasi dengan psikologi. Menurut catatan Riset Kesehatan Dasar dari Kementerian Kesehatan, prevalensi penderita depresi di Indonesia sekitar 6,1% pada 2018. Angka ini cenderung meningkat di masa pandemi COVID-19 yang membuat masyarakat lebih mungkin mengalami gangguan mental.

Meski demikian, tidak sedikit orang Indonesia yang tidak ingin atau mampu pergi psikolog untuk berkonsultasi. Apa alasannya?

1. Stigma sosial

Masyarakat Indonesia menganggap gangguan jiwa sebagai sesuatu yang tabu. Kebanyakan dari mereka tidak ingin menjadi bahan pembicaraan orang lain sebagai seseorang dengan perilaku yang menyimpang dari norma sosial.

“Gangguan kesehatan mental itu bukanlah hal yang tabu, bukan pula aib, sama seperti saat fisik kita kalau sedang terluka, capek, kadang butuh istirahat, butuh treatment yang tepat sesuai dengan kebutuhannya saat itu mungkin istirahat mungkin olahraga. Begitu juga dengan kesehatan mental diperlukan treatment yang tepat untuk menjaga kesehatannya,” ungkap Psikolog dari aplikasi konseling online Riliv, Della Nova Nusantara, M.Psi., Psikolog.

 

2. Kurangnya edukasi soal kesehatan mental

Kerap diabaikan bahkan mispersepsi tentang gangguan mental yang dianggap tabu menandakan bahwa Indonsia maih rendah edukasi terhadap kesehatan mental. Biasanya, hal ini ditunjukkan dengan orang-orang yang menyepelekan gangguan mental, karena tidak bisa dilihat secara gamblang layaknya penyakit fisik.

Kenyataannya, penyakit mental dan fisik sama-sama menimbulkan rasa sakit kepada penderitanya. Bahkan, dalam beberapa kasus, penyakit mental lebih mungkin untuk mengancam nyawa seseorang.

3. Rasa takut

Bagi beberapa orang, pergi ke psikolog adalah keputusan yang besar. Muncul pertanyaan-pertanyaan seperti, “Apa aku terlalu berlebihan, ya?” dan “Bagaimana kalau psikolog-nya tidak membantuku?”

Ketika kamu mulai meragukan dirimu dengan melontarkan pertanyaan seperti itu, yakinlah bahwa mencoba untuk pergi ke psikolog itu lebih baik daripada tidak sama sekali. Menemukan psikolog yang cocok memang butuh waktu, tetapi setidaknya kamu akan berada selangkah lebih dekat dengan mengetahui apa yang terjadi dalam dirimu agar dapat membaik.

 

4. Minim akses psikolog

Menurut Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK), jumlah psikolog klinis yang ada saat ini adalah 3.232. Jumlah ini bisa dibilang sedikit apabila dibandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki 106,500 psikolog. Apalagi jumlah tersebut terpusat di Pulau Jawa.

Kamu bisa gunakan layanan konseling online untuk mengakses layanan psikologi tanpa harus keluar rumah. Mulai dari Sabang hingga Merauke bisa mendapatkan psikolog dari seluruh Indonesia melalui satu aplikasi yang sama.

5. Banyak biaya

Selain keterbatasan akses psikolog, faktor biaya juga harus dipertimbangkan. Kebanyakan psikolog mengenakan Rp150.000 sebagai biaya konsultasi. Tidak semua orang dapat mengeluarkan uang sebesar itu.

BPJS kesehatan bisa memberikan akses psikolog di rumah sakit terdekat. Jika kamu memiliki asuransi atau BPJS kesehatan, kamu bisa mencoba mencari tahu apakah rumah sakit terdekat kamu bisa menawarkan layanan psikolog yang ditanggung asuransi.

Simak video berikut ini

#Elevate Women

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading