Sukses

Lifestyle

Perjuangan Mengatasi 5 Rasa Insecure yang Muncul setelah Menikah

Fimela.com, Jakarta Kita semua pasti pernah merasakan perasaan tak nyaman seperti rendah diri, sedih, kecewa, gelisah, dan tidak tenang dalam hidup. Kehilangan rasa percaya diri hingga kehilangan harapan hidup memang sangat menyakitkan. Meskipun begitu, selalu ada cara untuk kembali kuat menjalani hidup dan lebih menyayangi diri sendiri dengan utuh. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Bye Insecurities Berbagi Cerita untuk Lebih Mencintai dan Menerima Diri Sendiri ini.

***

Oleh: Baiq Synthia Maulidia Rose Mitha

Bersyukur bisa menambah kekuatan setiap merasa lemah. Aku bersyukur bisa melewati masa sulit dengan ketidakmampuan percaya diri. Dulu aku sulit banget percaya diri, sering banget merasa insecure dan merasa berbeda dengan orang. Merasa sendirian, berbeda dengan yang lainnya dan banyak kekurangan.

Mulai dari masa gadis merasa insecure parah, ada perasaan sedih ‘yang lain menikah sementara aku masih jomlo’. Merasa enggak laku sampai buru-buru mencari jodoh. Akibatnya sering patah hati dan makin krisis kepercayaan. Banyak yang tanya kapan nikah? Ketika sudah menikah, ternyata tidak seindah yang kuharapkan.

1. Perkara Momongan

Baru menjadi pengantin baru, banyak banget orang yang tanya. Apakah sudah ‘isi’? Notabene dari hamil, aku merasa tidak percaya diri. Tekad dari awal menikah memang ingin langsung hamil. Ternyata aku mengalami keguguran. Namun, tidak ada yang percaya kalau aku hamil.

Sebulan pasca keguguran aku mengalami hal yang berbeda. Seperti morning sickness, mual-muntah sampai enggak enak makan. Aku pun memberanikan diri untuk testpack, ternyata hasilnya negatif. Semakin bertambah bingung dan tidak percaya diri bisa hamil. Apalagi siklus haidku termasuk yang long period.

Karena seringkalinya dapat bully-an dan komentar miring, aku pulang sementara di rumah orangtua. Bercengkrama dengan keluarga dan LDR dengan suami. Dua minggu setelah aku pulang, mual-muntahku semakin parah.

Aku beranikan diri untuk testpack lagi, ternyata positif. Aku hamil, aku foto dan kirim ke suamiku. Ia juga terharu. Ia berkata lewat pesan WA, untuk menjaga kesehatan pun tidak boleh capai, mengingat yang sebelumnya sering aktivitas berat dan perjalanan jauh, juga kurang tidur.

2. Perkara Bodyshaming

Ternyata selama kehamilan pun aku masih merasa insecure dengan tubuhku yang berubah. Merasa tidak cantik lagi, perut makin buncit dan merasa lemah. Belum lagi ketika mendapat bodyshaming, “Kok perutnya kecil, hamil berapa bulan, enggak kelihatan kalau hamil.” Dan lain sebagainya yang membuatku makin down.

Pasca melahirkan lewat operasi, omongan orang juga belum berhenti membuatku makin gak pantas menjadi ibu. Menurut mereka kalau melahirkan secara alami itu benar-benar ibu sejati. Aku pun mengalami baby blues.

Sampai aku disangka ibu yang tega kepada anaknya, membiarkan anak menangis. Aku tapi muncul perasaan bersalah dan langsung menyusui lagi. Parahnya yang katanya sahabatku malah membuat status di WA, “Kok ada ibu tidak mau menyusui anaknya." Sakit rasanya, diomongi satu kompleks rumah.

Belum lagi pengobatan pasca operasi terasa berat dan nyeri. Merasa insecure ternyata bikin konflik juga dengan ipar. Aku sendiri orang introvert, sulit untuk curhat. Ketika cerita dengan suami, dia cuma membela orang lain.

Saat itu dalam kacamataku yang sempit suami udah enggak sayang lagi, lebih mementingkan orang lain. Saat ini aku melihat permasalahan yang sama sudah berbeda, aku harus belajar sabar dan mengalah daripada berantem. 

3. Perkara Peran Baru sebagai Ibu

Dua tahun masa aku belajar menjadi ibu baru, tetapi masih banyak salahnya. Belum lagi tinggal seatap dengan mertua dan ipar. Terkadang anakku sering dibandingkan dengan anak ipar oleh banyak orang. Perasaan campur aduk, antara baper, merasa tidak bener jadi ibu dan lain halnya. Berantem lagi dengan suami, ingin pisah rumah. Banyak hal yang dimulai dari rasa insecure membuatku sering konflik dengan pasangan.

Proses healing agak lama, mulai membaca buku, menyibukkan diri dengan aktivitas dan belajar soal psikologi. Aku benar-benar belajar penerimaan diri, hingga aku sadar kalau aku menjalani ritme kehidupan sesuai dengan garis takdirku.

Kalau tiap orang mengalami permasalahan yang berat sesuai dengan kesanggupan menanggung beban tersebut. Tidak ada yang perfect di dunia ini, bahkan status media sosial yang kelihatan bahagia terus itu sebenarnya juga pernah mengalami masalah berat dan pengalaman buruk.

Ternyata di balik komentar orang itu seperti alarm agar diri terus memperbaiki, sekarang aku mulai percaya diri. Apalagi pasca kelahiran anak kedua yang prosesnya persalinan spontan dengan jarak 2 tahun.

4. Perkara Merawat Anak

Walaupun orang-orang banyak yang komentar negatif soal diriku maupun anakku. Aku seakan tidak ada beban, malah kubalas dengan komentar positif. Aku pun bisa tersenyum, walaupun si kakak tantrum, suami main game dan aku kecapekan mengurus anak. Aku tidak mau ambil pusing, menikmati hati-hari bersama anak dan keluarga.

Jadi aku bebas dari insecure hari ini! Aku lebih percaya diri. Berikutnya aku belajar merawat diri, terlebih pasca lahiran kulit makin kusam, kering dan banyak strecthmark. Aku memeluk diriku sendiri, aku mencintai diriku sendiri dan aku pun mulai memproteksi diri dari postingan keluhan, berita negatif dan tontonan yang bikin overthinking.

5. Perkara Kebahagiaan

Aku pun mulai memperdayakan diri dengan informasi seputar kesehatan, merawat bayi, parenting dan bergabung dengan komunitas ibu-ibu secara online. Ternyata kita bisa bebas dari insecure loh!

Bisa mulai dari membuat kebahagiaan versi kita sendiri, menjauhi teman-teman toxic dan explore lagi tentang kelebihan yang kita punya. Karena tiap orang memiliki bakat dan kemampuan yang unik, yakinlah pada diri dan sering berdoa agar makin percaya diri dan dijauhkan dari perasaan yang tidak menentu semacam insecure. 

#WomenforWomen

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading