Sukses

Entertainment

Editor Says: Ketika Sahabat Indie dan Anak Mainstream Bersua

Fimela.com, Jakarta Selain sandang, pangan, dan papan, musik juga menjadi salah satu kebutuhan hidup. Bukan hanya memposisikan sebagai penikmat, tapi juga orang-orang yang hidup darinya.

Tak bisa dipungkiri beberapa kalangan mengklaim bahwa musik haram, tapi mengutip kata-kata Cak Nun 'Kalau menurut Anda musik haram ya nggak usah hidup.' Karena pada dasarnya banyak aspek kehidupan yang mengandung bunyi, musik yang terjadi secara organik.

Statement di atas hanya untuk memastikan kita memiliki perspektif yang sama, jika musik adalah hak setiap orang. Terlepas dari genre dan style musik seperti apa yang disuka, itu urusan lain.

Menentukan selera musik mungkin sama seperti cara kita menyeleksi teman. Mau yang sifatnya seperti apa, fisiknya bagaimana, atau sepopuler apa bisa kita saring sendiri-sendiri.

Dari situlah muncul yang namanya Sahabat Indie, sebutan yang belakangan ini sering ditemukan di komentar-komentar orang di dunia maya. Sahabat Indie dilihat sebagai komunitas yang keren dengan selera musik yang nggak biasa.

Sementara itu jumlah penikmat musik mainstream memang lebih masif. Kekuatan mereka kadang juga destruktif, dan seleranya tidak jauh dari apa yang disuguhkan pasar.

Indie - Mainstream

Dengan makin mudahnya mengakses social media, tak heran jika orang saat ini lebih ekspresif mengutarakan opininya. Bahkan seringkali terjadi hal yang tidak perlu diperdebatkan, tapi muncul karena waktu luang dan kesempatan.

Penikmat musik indie dan mainstream biasanya asik di dunia masing-masing. Namun masih ada saja sindiran atau segregasi yang terjadi antara kedua belah pihak.

Stigma yang berkembang adalah fans musik indie lebih keren daripada yang lain. Mereka dilabeli sebagai orang yang lebih mengerti musik berkualitas dan tidak pasaran. Padahal musik mainstream juga belum tentu tidak berkualitas.

Harus diakui musik indie memiliki kebebasan lebih ketimbang keluaran label-label major. Batasan-batasan dari segi lirik, lingkup penikmat dan lain-lain, pressure-nya tidak berpengaruh banyak pada karya mereka.

Lantas apakah salah mencintai musik mainstream yang sedang hits di masyarakat? Tentu saja tidak. Mencintai musik cukuplah didasari dengan preferensi pribadi tentang karya itu sendiri, tanpa perlu takut dengan stigma di luar sana. 

Intinya, saling menghargai adalah kunci utama untuk saling berdampingan. Berbeda selera musik bukan jadi penyebab satu orang merasa lebih superior dari yang lain. Jadi, apa musik favoritmu?

 

Nizar Zulmi,

Redaktur Musik Bintang.com

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading