Sukses

Entertainment

Review Film Tusuk Jelangkung, Kedodoran dan Bikin Pusing

Fimela.com, Jakarta Ekspektasi umum ketika menonton film horor adalah mendapatkan teror, ketegangan, dan rasa takut. Sensasi ini bagi penggemar horor membuat ketagihan. Namun, bukan sensasi itu yang didapatkan melainkan pusing ketika nonton film Tusuk Jelangkung di Lubang Buaya.

Sebenarnya, dari alur cerita film ini cukup bisa dinikmati karena sederhana. Tentang Sisi (Nina Cozo) seorang vloger tempat-tempat mistis yang selalu total untuk mendapatkan vlognya serta dengan segala resikonya. Dia penasaran dengan Lubang Buaya, lalu memainkan Jelangkung disana.

Sisi menghilang, lalu Mayang (Anya Geraldine) dan Arik (Rayn Wijaya) berusaha menemukan kembali sisi kakanya yang telah menghilang. Ternyata ada kisah dibalik Jelangkung yang digunakan oleh Sisi. Kisah inilah yang seharusnya bisa membuat bulu kuduk berdiri.

 

Namun, ekskusi gambar ternyata tak semulus ceritanya yang sederhana. Dari awal film ini bikin pusing dengan gambar yang tidak fokus dan jelas. Bahkan untuk fokus pada karakter wajah pemain saja sulit dilakukan. Penonton seolah diajak berlari secara visual, namun ceritanya lambat.

CGI film Tusuk Jelangkung nampak setengah hati dilakukan. Penampakan-penampakan setan tidak mengesankan. Beberapa titik adegan, saya bahkan memilih memejamkan mata agar bisa bertahan terus melanjutkan nonton film ini sampai akhir.

 

Padahal, lokasi syuting film ini cukup menjanjikan jika digarap dengan baik. Keindahan alam yang alami bisa memanjakan mata. Namun, nyatanya DOP tidak bisa menangkap keindahan itu dengan lensa kamera.

Hal lain yang mengganggu dalam film Tusuk Jelangkung adalah ketidak konsistennan budaya dalam film ini. Sebenarnya premis film ini cukup menarik karena tak mengandalkan kisah masyarakat relegius seperti film horor Indonesia akhir-akhir ini.

 

Serba Tanggung

Tusuk Jelangkung berani keluar dari pengkotakan mayoritas muslim di Indonesia. Film ini mengambil budaya sebagai jalan untuk melawan setan atau penampakan lain di dalam film. Sayangnya, semua serba tanggung. Unsur budaya tidak dimaksimalkan baik melalui kostum, gesture, lisan, semua serba tanggung hingga akhir kisah.

Maka jangan tanya bagaimana akting masing-masing pemain. Asal bisa melotot, teriak, rasanya semua bisa bermain di film ini. Kedalaman emosi tidak ada yang nampak.

Satu hal lagi yang membuat pusing adalah tata suara. Film horor sering menggunakan suara yang mengagetkan untuk membuat penonton merasa tercekam. Tapi bukannya mencekam, rasanya malah bikin sakit telinga. Apalagi, sangat mudah untuk ditebak suara mengelegar sebentar lagi muncul. Jadi mana mungkin bisa merasa mencekam?

 

Satu tinggalan yang bisa diambil dari film ini adalah debut Anya Geraldine sebagai pemain baru. Sukses sebagai selebgram, kehadirannya cukup menarik minat penggemarnya untuk ke bioskop. Potensi penonton dari akting Anya ini perlu dikelola lebih baik ke depan.

Demam penonton film horor tak bisa dipungkiri. 5 dari 10 film laris film Indonesia tahun ini disumbang oleh film horor. Bukankah data ini menarik untuk Produser? Tentu saja. Produksi film horor melimpah tahun ini, bahkan untuk Januari 2019 saja sudah ada 4 judul film horor yang siap tayang.

Namun, film Tusuk Jelangkung seperti menghianati kepercayaan penonton film Indonesia. Setelah pesta sepanjang tahun bagi penggemar film horor Indonesia lewat beberapa judul film yang menjanjikan seperti Pengabdi Setan, Danur 2: Maddah, Asih, Suzzana: Bernafas dalam Kubur, Sabrina, Jailangkung 2 film horor Tusuk Jelangkung menjadi anti klimaks di akhir tahun. Setelah dimanja dengan kualitas, tiba-tiba penonton disuguhi film yang kedodoran di banyak sisi.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading