Sukses

Parenting

Kasus Perkawinan Anak Naik 3 Kali Lipat selama Pandemi Covid-19, Ini Penyebabnya

Fimela.com, Jakarta Pembatasan sosial skala besar secara terus menerus dan intesitas kegiatan di dalam rumah selama pandemi Covid-19 memicu potensi kekerasan domestik pada anak hingga potesi perkawinan anak.

Berdasarkan data dari Yayasan Plan Internasional Indonesia, menemukan kasus perkawinan anak meningkat tajam di masa pandemi Covid-19. Permohonan dispensasi perkawinan anak di pengadilan naik hingga hampir 3 kali lipat di tahun 2020.

Diketahui, sekitar 22 dari 34 provinsi di Indonesia memiliki angka perkawinan anak yang lebih tinggi dari rata-rata nasional. Beberapa provinsi tersebut di antaranya Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Jawa Barat.

Hal ini membuat Indonesia menempati peringkat ke-2 di ASEAN dan ke-8 di dunia kasus perkawinan anak tertinggi. Namun apa yang menjadi penyebab lonjakan kasus perkawinan anak ini?

Faktor penyebab pernikahan anak

Manajer Advokasi & Kampanye, Plan Indonesia, Sonny Wicaksono menyebut peningkatan kasus perkawinan anak selama pandemi ini disebabkan oleh banyak faktor. Namun, faktor sosial menjadi penyebab terbesar maraknya kasus ini.

“Perkawinan anak banyak terjadi karena ikut-ikutan. Anak muda cenderung mudah terpengaruh oleh teman-teman di sekitarnya, influencer di media sosial, dan sinetron di televisi yang melakukan pernikahan muda. Jadi karena adanya interaksi sosial membentuk cara pikir mereka yang pendek tentang perkawinan anak,” ujar Sonny dalam webinar The Body Shop Indonesia No! Go! Tell!, Selasa (03/08/2021).

Sonny menambahkan, perkawinan anak juga didorong oleh faktor ekonomi. Terutama di masa pandemi dengan banyaknya orangtua yang di PHK membuat mereka kesulitan membiayai kebutuhan hidup anaknya seperti sekolah.

Dampak buruk pernikahan anak

Padahal, perkawinan anak memiliki banyak dampak buruk. Baik dari segi kesehatan fisik maupun mental anak. Kehamilan di usia muda memiliki risiko tinggi, karena secara tubuh ia belum siap untuk hamil dan melahirkan.

Belum siapnya anak untuk hamil dan melahirkan serta minimnya akses informasi, membuat masalah kesehatan ini tidak dapat diakses dengan baik.

Tak hanya itu, perkawinan anak juga mempengaruhi kondisi psikologis anak. Ketidakstabilan emosi membuat rentannya penelantaran oleh suami kepada istri atau sebaliknya. “Akibatnya akan terjadi pola asuh yang tidak benar hingga perceraian,” ujar Sonny.

Banyak orang yang masih beranggapan pernikahan usia dini adalah wujud untuk menyelamatkan kehormatan keluarga. Tetapi nyatanya, pernikahan anak tak hanya merampas hak anak, namun juga menghilangkan masa depan mereka.

#Elevate Women

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading