Cinta Pertama Bisa Tergantikan, tapi Tetap Memiliki Ruang Khusus di Hati

Endah Wijayanti diperbarui 24 Feb 2022, 10:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Apa arti cinta pertama untukmu? Apa pengalaman cinta pertama yang tak terlupakan dalam hidupmu? Masing-masing dari kita punya sudut pandang dan cerita tersendiri terkait cinta pertama, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My First Love: Berbagi Kisah Manis tentang Cinta Pertama berikut ini.

***

Oleh: Annisah Nurrahmatillah

Definisi cinta pertama menurutku adalah sosok yang mampu membuat jatuh hati, meskipun tidak berakhir dalam suatu ikatan atau hubungan yang khusus. Kisah cinta pertamaku ini datang tepat ketika aku masuk SMP, masih teringat betapa lugunya kami saat itu dan memori kecil yang tidak tergantikan sampai saat ini. 

Tayangan memori tersebut masih teringat jelas di kepalaku. Saat itu aku memilih karate sebagai ekstrakurikuler karena aku sedang semangat-semangatnya berolahraga. Beberapa kakak kelas menyambut dan segera mengajari kami mengenai teknik-teknik dasar karate. Mereka berbakat dan penuh perhatian pada kami. Jangan salah, aku juga menaruh perhatian pada salah satunya. 

Senja sore itu seakan menyoroti seorang laki-laki dengan sabuk biru di teginya. Rambut bagian depannya sedikit terkibas angin, matanya yang cokelat berkilau menyipit karena silau, dan yang paling membuatku bertambah takjub adalah tawanya yang tanpa sengaja membuatku ikut tersenyum dalam euforia kesenangan pribadinya yang tidak dibagikan bersamaku. Hari pertama latihan karate tersebut menjadi hari pertamaku menemukan definisi cinta pertama. 

 

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Dia Punya Mata Indah yang Menarik Hati

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/id/g/blanscape

Sosok cinta pertamaku biasa disapa Ardan—yang tentunya ini adalah nama samaran dariku. Hanya beda satu tingkatan kelas denganku, dengan kata lain dia kakak kelas. Kelas kami memang berjauhan, tetapi setidaknya setiap hari aku selalu melewati kelas Ardan selama tiga tahun.

Entah bagaimana semesta memberikan restu atau pertanda, selalu mejadi kebetulan hebat bahwa selama tiga tahun aku ditakdirkan melewati kelas Ardan terlebih dahulu sebelu masuk kelasku sendiri.

Jika ditanya alasanku menyukai Ardan, jawabannya tidak tahu. Namun, jika ditanya alasannya, aku akan menjawab mengenai matanya yang indah. Mungkin terasa hiperbola jika aku berkata bahwa mata milik Ardan adalah mata paling indah sedunia, seakan ada galaksi yang ada di matanya.

Aku tidak tahu betul cara menjelaskannya dengan masuk akal karena kisah cinta kami yang tidak tersampaikan saja sudah tidak masuk akal, tetapi mata Ardan adalah salah satu daya tarik ketika kali pertama melihatnya, di samping tawanya yang menular. 

Ardan bisa dibilang sosok yang social butterfly, sedangkan aku hanya gadis baru akil baligh yang pemalu dan penuh ragu. Sebagian teman-teman karateku bisa bercengkerama dan akrab dengan Ardan, kiranya hanya aku yang memilih menjauhi Ardan karena terlalu gugup dan keringat dingin yang mengalir jika di sampingnya. Namun, jika Ardan tidak hadir latihan karate justru aku yang mencari dan merasa ada ruang kosong di lapangan. 

3 dari 4 halaman

Futari No Jitensha yang Menjadi Kenangan

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/id/g/fizkes

Memori demi memori mengalun di atas kepalaku, saat itu aku mulai mengulik tentang Ardan dan mencoba mengakrabkan diri seperti teman-temanku yang lain. Saat itu JKT48 begitu populer, terutama di kalangan lelaki seperti Ardan. Mengetahui Ardan menyukai JKT48, aku mengikuti jejaknya dengan mengulik semua informasi mengenai grup idola tersebut. Aku juga tahu bahwa Ardan menyukai lagu Futari No Jitensha, maka aku mendengarnya setiap hari dari website bajakan. 

Satu hal yang lucu sekaligus norak adalah ketika aku benar-benar mengikuti kesukaan Ardan. Salah satu kejadiannya adalah ketika Ardan ternyata menjual merchandise seputar JKT48. Sayangnya harga yang dijual cukup menguras uang jajanku.

Hanya ada satu yang mampu aku beli, yaitu stiker bertuliskan “JKT48” berwarna merah. Saat itu aku menyisihkan uang jajanku dan membeli stiker tersebut dengan modus bertemu dengan Ardan. Bagian noraknya adalah menempelkan stiker tersebut di bagian depan tas boyish-ku yang berwarna hitam legam. Hal itu aku lakukan agar Ardan tahu bahwa aku punya sselera yang sama dengannya. 

Tidak banyak kenangan indah bersama Ardan, tetapi sekali saja ada justru itulah yang paling indah. Betapa bahagianya aku ketika satu kelas ujian akhir semester bersama Ardan dan betapa terkejutnya aku ketika dia menyapaku terlebih dahulu di kelas.

Saat itu dia menyapaku, sapaan hangat dengan senyum paling indah se-alam semesta. Matanya bersinar dengan alis tebal yang sangat cocok di wajahnya yang bulat. Jawabanku hanya mengangguk, bukan karena aku sombong, tetapi karena aku terlalu senang Ardan menyapaku pertama kalinya. 

Kenanganku bersama Ardan memang tidak banyak, terlebih ketika aku tahu bahwa aku tidak pernah punya kesempatan untuk mengutarakan isi hatiku kepada Ardan. Masa-masa luguku terlalu malu untuk menyatakan bahwa aku menyukai Ardan, terasa sangat haram jika adik kelas yang tidak cantik-cantik amat sepertiku menyatakan isi hatiku kepada sosok Ardan yang terlihat ysangat bersinar—kiranya begitu yang terlihat di mataku. 

 

4 dari 4 halaman

Masih Mengagumi dan Menjadikannya Kenangan

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/id/g/wilaiporn+Hancharoenkul

Siapa sangka bahwa kesukaanku kepada Ardan bertahan sampai aku kuliah, mungkin lima atau enam tahun setelahnya aku masih mengagumi sosok Ardan. Bukan berarti tidak pernah ada laki-laki yang singgah di hatiku, hanya saja Ardan mendapatkan ruang khusus dengan fasilitas lengkap di dalam hatiku. Ardan-lah yang membuatku percaya bahwa cinta pertama memang tidak akan pernah hilang. 

Aku tidak pernah punya kesempatan untuk berbicara langsung kepada Ardan mengenai rasa sukaku sejak kelas 1 SMP, padahal beberapa temanku menyarankan hal itu dilakukan agar aku bisa lega.

Hambatan yang dihadapiku ketika ingin menyatakan langsung kepada Ardan adalah dia tidak pernah jomblo! Aku merasakan harga diriku yang jatuh jika aku berani menyatakan suka kepada Ardan ketika dia sedang menjalin asmara dengan kekasih hatinya. Jadi, aku biarkan semua ini mengalir apa adanya. 

Sebenarnya tidak masalah untukku dengan rasa suka selama enam tahun ini tanpa terbalas dan tanpa diketahui Ardan. Aku cukup menikmati rasa suka yang seperti ini, tiada sakit dan kecewa dan benar-benar tidak merasa cemburu ketika dia bersama kekasihnya. Ardan hanya menjadi sosok penyemangatku secara tidak langsung, manusia yang pernah menjadi angan-anganku ketika kali pertama menyukainya diam-diam. 

Aku dan Ardan masih berjalan berlawanan dengan tujuan dan pendamping masing-masing. Meskipun aku tidak tahu kapan—atau mungkin tidak pernah—menyatakan perasaanku kepada Ardan, aku hanya ingin menyampaikan bahwa dia adalah sosok pertama yang membuatku jatuh cinta.

Setelah Ardan, mungkin ada sosok-sosok spesial lainnya di hatiku, tetapi percayalah bahwa cinta pertama seperti Ardan tidak akan pernah hilang dari jejak hidupku karena ada ruang tersendiri untuk dirinya. 

#WomenforWomen