Sukses

Beauty

Fimela Historia: Seni Tekstil Tie Dye yang Diprediksi Jadi Tren di Tahun 2019

Fimela.com, Jakarta Meski sudah memasuki 2019, kesenian tekstil jaman dulu, seperti tie dye, masih memiliki peminatnya. Buktinya banyak desainer mancanegara seperti Stella McCartney dan Prabal Gurung membawa tie dye dalam koleksi busananya dengan nuansa yang lebih modern.

Dikutip dari Stylecaster.com pada Jumat (4/1/2019) tie dye masuk ke dalam salah satu tren busana yang bakal eksis di 2019. Ini menjadi salah satu bukti bahwa generasi millennial cukup tertarik untuk menggunakan tie dye sebagai paduan busananya.

Tie dye sendiri merupakan teknik pewarnaan kain dengan cara melipat, memutar, dan mengikat kain. Teknik yang dipilih tergantung dari motif yang ingin dibentuk. Teknik ini juga melibatkan perpaduan warna unik untuk memberikan kesan artistik di setiap helai kainnya.

Seni tekstil tie dye ini cukup populer pada orang muda Amerika yang menentang Perang Vietnam yang terjadi pada 1954-1975. Kala itu, Amerika Serikat membantu Vietnam dalam perjuangan melawan komunis. Selama akhir 1960-an, orang muda Amerika memberontak terhadap aturan berpakaian dan penampilan konservatif.

 

Sejarah Tie dye

Aksi pemberontakan ini diwujudkan dengan menciptakan seni dan kerajinan sederhana dengan cara yang tradisional. Kemudian lahirlah tie dye sebagai penggabungan kreativitas pribadi dan desain cerah untuk membuat sebuah pakaian di Amerika.

Tie dye memang bukan penemuan baru di Amerika. Melainkan sudah ada sebelumnya di India yang disebut Bandhani dan Jepang yang disebut sebagai Shibori jauh sebelum Perang Vietnam terjadi. Bahkan, ada motif tie dye yang jauh lebih lawas yang ditemukan di Peru pada tahun 500. Desain yang ditemukan meliputi lingkaran dan garis kecila dengan warna terang, seperti merah, kuning, biru, dan hijau.

Namun di Jepang dan Cina telah mengembangkan teknik tie dye sejak abad keenam dengan menggunakan kain sutera. Kain sutera dinilai sebagai bahan yang cocok untuk proses penyerapan warna yang lebih sempurna. Pewarna yang digunakan pun merupakan pewarna alami yang berasal dari tumbuhan atau rempah-rempah.

 

Jumputan: Tie dye Indonesia

Sementara di Indonesia, memiliki teknik tie dye sendiri yang sering disebut sebagai jumputan. Jumputan menjadi teknik mewarnai kain dengan cara diikat, ditekan, atau dijahit untuk menciptakan motif tertentu dalam kain.

Kata "Jumputan" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti memungut atau mengambil dengan menggunakan jari tangan. Di Indonesia, jumputan menggunakan dua teknik, yakni dijahit atau diikat. Kemudian dicelup pada cairan pewarna dan dijemur hingga kering.

Di Indonesia, teknik jumputan cukup populer di beberapa daerah besar, seperti Jawa, Kalimantan, Palembang dan Bali. Popularitas jumputan di Indonesia membuat sejumlah desainer lokal tertarik menggunakan teknik ini dalam rancangan busananya.

Teknik dijumputan diinovasikan ke dalam beragam motif dengan potongan busana yang lebih modern. Namun tetap mempertahankan ciri khas Indonesia.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading