Sukses

Lifestyle

Eksklusif Hannah Al Rashid, Tak Mau Jadi Pemanis di Film

Fimela.com, Jakarta Di tengah maraknya perfilman Indonesia, salah satu yang mencuri perhatian dan sedang tayang di bioskop adalah Buffalo Boys. Diperkuat sejumlah bintang terkenal seperti Ario Bayu, Pevita Pearce dan Hannah Al Rashid, film produksi Screenplay Infinite Films ini memang termasuk unik dan menarik.

********

Film garapan Mike Wiluan ini mengawinkan antara budaya West dan East (Barat dan Timur). Karena itulah Hannah Al Rashid sangat tertarik bermain di film ini. Meski kemunculannya tak banyak, wanita kelahiran London, Inggris, 25 Januari 1986 ini begitu menyukai perannya yang sangat beda dari yang pernah dimainkannya.

Hannah sendiri sebenarnya tak sengaja terjun di dunia entertainmen di Indonesia. Berawal dari penantian wanita yang pernah tinggal di London ini pada sebuah pekerjaan dari lembaga internasional yang berkantor di Indonesia.

Pekerjaan yang dinanti belum datang, ia malah dapat tawaran menjadi bintang video klip grup musik Yovie & Nuno yang berjudul Dia Milikku, Janji Sucidan Sejuta Cinta dari album The Special One pada 2008.

Hannah kemudian mulai mendapat tawaran bermain sinetron. Dari sinetron, lalu merambah ke film layar lebar. Di film-lah Hannah menemukan kecocokannya pada seni peran. Karena film dikerjakan persiapan yang lebih matang.

“Yang aku suka dari film, bisa eksplor situasi yang mungkin jauh dari kehdiupan nyata. Misalnya aku berperan sebagai pembunuh dan bisa melakuka apa saja, tapi di real life kan gak bisa terjadi kayak gitu,” ujar Hannah saat bertandang ke redaksi Bintang.com, beberapa waktu lalu. Sejumlah film yang pernah dibintanginya antara lain,

 

Hafalan Shalat Delisa (2011), Modus Anomali (2012), 3Sum (2013) , Bulan Terbelah di Langit Amerika (2015), Comic 8: Casino Kings (2015), Warkop DKI Reborn Part 1 dan 2 (2016 dan 2017), Jailangkung 1 dan 2 (2017 dan 2018) dan Buffalo Boys.

Wanita berdarah Prancis-Bugis ini juga pernah bermain di serial Halfworlds karya Joko Anwar yang tayang di HBO Asia. Hannah yang pernah menjadi atlet pencak silat ini belum permah menunjukkan kemampuannya melakoni adegan fighting karena lebih banyak mendapat tawaran di film drama dan komedi.

Apakah bermain di film laga laga seperti Buffalo Boys memang sudah lama jadi keinginan Hannah Al Rashid? Namun sebenarnya bukan itu pertimbangan seorang Hannah Al Rashid dalam menerima sebuah peran. Untuk tahu jawabannya, simak hasil wawancaranya berikut ini.

 

Peran Favorit di Buffalo Boys

Film Buffalo Boys punya sejumlah keunikan yang membuat Hannah Al Rashid tertarik untuk ikut bermain. Bahkan ia sampai meminta peran pada sang sutradara, Mike Wiluan. Apa yang membuat Hannah sangat tertarik pada Buffalo Boys terutama pada peran yang dibawakannya?.

Apa garis besar cerita Buffalo Boys?

Inti ceritanya, ada dua saudara yang melarikan diri dari Jawa ke Amerika bersama pamannya karena ada konflik antara penjajah Belanda di Jawa dengan masyarakat setempat. Setelah sekian lama mereka balik lagi ke Jawa buat balas dendam. Jadi ini perjalanan mereka untuk balas dendam dan menegakkan keadilan, selain itu ada twist dan kejutan-kejutan yang terjadi.

Apa peran dan karakter kamu?

Aku jadi Adri, ini karakter antagonis tapi agak misterius. Dia pemilik semacam bar gitulah, jarang ngomong dan agak aneh termasuk penampilan fisiknya yang nggak biasa dan pastinya nggak cantik.

Kenapa tertarik bermain?

Pas denger film ini mau dibuat aku udah tertark dan menghubungi sutradaranya karena memang kenal baik sama dia. Katanya waktu itu belum ada peran buat aku. Terus dia bikin peran Adri, yang tadinya nggak ada di film tapi kemudian dibuat. Perannya memang kecil tapi kasih banyak peluang bagi aku untuk bereksplorasi. Ini peran yang sangat berbeda dengan peran aku sebelumnya, jadi aku sangat exciting bermain di sini.

Apa kesulitan dan tantangannya?

Lebih ke soal dialog, aku kan nggak banyak dialog jadi improve nya lebih banyak di hal lain. Ini tantangan buat aku supaya bisa show presence kita tanpa harus ngomong. Bisa lewat gerak tubuh, suara-suara yang lainnya, atau kebiasaan-kebiasaan Adri sendiri yang agak nyentrik.

Ini termasuk peran favorit kamu selama bermain film?

Iya aku suka banget dan mungkin salah satu peran favorit aku. Karena secara fisik beda banget, itu sesuatu yang jarang ditawarkan ke aktris Indonesia, jarang dibutuhkan perempuan dengan look seperti ini atau gaya tubuh seperti ini. Aku justru akan sangat suka bisa memerankan sosok perempuan yang rada hancur dan bisa beda, nggak sesuai sama norma kecantikan pada umumnya. Apalagi secara penampilan terutama make up cukup menarik bisa ada pengalaman dengan make up yang membuat aku terlihat beda banget.

Secara fisik sangat beda, seperti apa bedanya?

Jadi sebagai Adri aku punya gigi hitam, rambutnya juga acak-acakan kayak gembel gitu. Ini kan cuma bisa aku tampilin di film. Kalau di luar film kan gak mungkin, kecuali kalo aku suatu hari jadi gembel, ya tapi jangan sampe lah,hahaha. Hal-hal itu yang menarik dari film, saat kita memerankan karakter yang sangat jauh dan beda di kehidupan nyata.

Apa yang menarik dari Buffalo Boys?

Dari segi tema dan cerita saja kalau menurut menarik dan beda banget, karena memadukan unsur western dengan sejarah dan budaya Indonesia. Terus skala produksi, konsep yang jauh beda dan pembuatannya sudah menarik dan beda sama film Indonesia lainnya. Belum lagi karakter-karakter yang unik dan banyak adegan laga yang bagus.

Perubahan Fisik Hannah Al Rashid

Di luar film Buffalo Boys, masih ada beberapa proyek film yang dikerjakan Hannah Al Rashid. Tak hanya di film layar lebar, anak kedua dari tiga bersaudara ini juga punya proyek lain, termasuk kiprahnya di balik layar. Apa Hannah punya rencana lain selain akting?.

Selain Buffalo Boys, apa proyek film kamu lainnya?

Film lain, Aruna dan Lidahnya. Ini film drama dari buku tentang kuliner. Sudah selesai syuting dan tayang rencananya September nanti. Di sini aku main bareng Dian Sastrowardoyo, Nicholas Saputra dan Oka Antara. Aku juga senang bisa ikut main di sini karena jarang-jarang main film drama.

Ada film laga juga?

Iya aku memang sudah lama ingin main film laga. Ada The Night Come for Us produksi Screenplay. Ini syutingnya lama, udah dua setengah tahun lalu dan semoga bisa tayang tahun ini. Sutradaranya Timo (Tjahjanto), Kimo (Stamboel) jadi produser. Biasanya mereka kan duet jadi sutradara tapi kali ini cuma Timo aja sutradaranya. Film ini masih proses editing karena efeknya lumayan banyak.

 

Pertimbangan apa dalam menerima sebuah peran?

Peran yang menuntut perubahan fisik, itu aku suka banget. Kalau ada kesempatan mainkan karakter yang secara fisik berubah aku seneng banget pake make up yang aneh-aneh gitu kalau di film. Aku suka Helena Bonham Carter yang make up nya bisa berubah-ubah.

Apa yang menarik dari dunia akting?

Seperti aku bilang tadi, berakting terutama di film, bisa eksplor situasi yang mungkin jauh dari kehidupan nyata. Misalnya aku suka berperan sebagai assasin atau jadi pembunuh karena di real life aku gak akan pernah ngerasain. Tapi kalau di film aku bisa bunuh orang karena gak mungkim bisa di real life. Menurut aku itu salah satu yang menarik dari akting.

Kamu pernah punya proyek film tapi bukan sebagai pemain?

Iya, sebenarnya proses di balik kamera juga sangat menarik kayak producing dan scrptwriting. Kebetulan aku sempat memproduseri video series untuk PBB, tentang series kekerasan terhadap perempuan, jadi membaahas masalah dari narasumber. Judulnya Sixteen Days of Activism, dirilis di tahun 2017 kemarin.

Berarti termasuk film dokumenter?

Bisa dibilang film dokumenter karena dari kisah nyata narasumber di serial itu. Kekerasan adalah isu yang sangat besar, karena katanya 1 dari 3 wanita mengalami kekerasan. Ini masih jadi hal tabu sih jadi masih jarang dibicarakan. Mudah-mudahan lewat serial ini banyak orang semakin merasa tidak tabu lagi supaya mungkin ada kesadaran publik untuk tidak menyalahkan korban tapi pelaku kekerasan, juga untuk menguatkan hukum kita karena kalau sekarang hukum kita cenderung melindungi pelaku bukan korban.

Suka pekerjaan dibalik layar?

Seru juga kerja dibalik layar, tapi untuk sekarang aku lebih milih tema-tema sosial seperti itu. Pengennya sih di tahun ini bisa bikin Sixteen Days of Activism season kedua, ya ,mudah-mudahan aja bisa terwujud.

 

Masih ingat awal terjun ke dunia hiburan?

Awalnya waktu pindah ke sini aku banyak tampil di video klip, di MTV di sitkom, sambil kasting film. Aku juga agak picky memilih peran. Aku nggak mau ambil peran yang cuma pemanis doang, aku maunya bisa belajar dari karakter yang aku mainkan.Memang agak lama baru dapet, dari tahun 2008 baru di tahun 2012 dapet peran di film Joko Anwar di Modus Anomali. Disutulah Joko jadi semacam mentor buat karir aku, dan mata aku terbuka terhadap pembuatan film Indonesia.

Dalam lima tahun ke depan, seorang Hannah Al Rashid akan seperti apa?

Pengenya tetap sebagai aktor selama masih bisa. Tapi pengen belajar juga gimana proses dibalik layar seperti naskah atau produser. Aku belajar sendiri tentang editing dan syuting, ya eksperimen aja, learning by doing and making mistake.

Rasanya tak banyak aktris Indonesia seperti Hannah Al Rashid. Wanita yang pernah dua kali masuk nominasi IBOMA (Indonesian Box Office Movie Awards) ini selalu ingin tampil beda, tak takut terlihat jelek, punya prinsip kuat dan sangat peduli pada masalah kekerasan terhadap wanita. Setelah Buffalo Boys, kita tunggu kiprah Hannah Al Rashid berikutnya.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading