Sukses

Lifestyle

Memilih untuk Mencintai Seorang Duda, Salahkah Aku?

Fimela.com, Jakarta Setiap orang punya kisah cinta yang unik. Ada yang penuh warna-warni bahagia tapi ada juga yang diselimuti duka. Bahkan ada yang memberi pelajaran berharga dalam hidup dan menciptakan perubahan besar. Setiap kisah cinta selalu menjadi bagian yang tak terlupakan dari kehidupan seseorang. Seperti kisah Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Love Life Matters ini.

***

Oleh: Ika Wulandari - Palembang

Kata orang cinta itu tak pernah salah. Yang salah adalah ketika kita memilih untuk mencintai orang yang salah. Lalu, apa jadinya jika kepercayaanku mengenai cinta yang benar kemudian disalahkan begitu saja? Hanya karena status yang berbeda. Iya, status kami benar-benar berbeda.

Dia, lelaki yang aku cintai seorang duda beranak satu. Istrinya meninggal dunia setelah melahirkan anak mereka. Pertemuan di antara kami berdua pun sama sekali tidak direncanakan. Awal mulanya kami bertemu di taman kanak-kanak yang saat itu kebetulan aku seorang guru TK. Laki-laki itu tampak kebingungan mencari sang anak.

Aku mengenal laki-laki itu dari anak yang tangannya sekarang ada di genggamanku. Anak itu sering bercerita bahwa dirinya ditinggal sang ibu tak lama setelah dia lahir. Dan tentu saja sang ayah sangat sibuk dengan urusan pekerjaannya. Tak ayal, anak itu nampak kesepian. Terlihat jelas bahwa anak itu butuh kasih sayang dari kedua orang tuanya. Sadar dicari sang ayah, anak itu lalu menghampiri sang ayah. Aku pun ikut ditarik ke arah sang ayah. Hari itu, kami bertiga berbincang cukup lama dan hangat. Perbincangan yang singkat namun membekas.

Sejak hari itu, pertemuan di antara kami berdua sangat intens. Komunikasi pun berlanjut via What's App. Dia memberanikan diri untuk menghubungiku duluan. Aku pun tak membuang kesempatan ini. Toh, aku merasa nyaman berada di dekatnya. Hubungan kami pun saat ini terasa dekat. Kami berdua sering makan di luar bersama.

Sejauh ini jika melihat keadaan anaknya, sepertinya menerima kehadiranku. Aku pun jauh merasa lega. Akhirnya, kami berdua memutuskan untuk jadian. Saat itu aku belum memikirkan bagaimana nantinya sikap orangtuaku kepadanya. Apakah mereka menerima atau tidak? Yang terpenting saat ini bagiku adalah menjaga hubungan baik ini dengan dirinya. Sungguh kedua orangtuaku belum mengetahui hubungan kami. Aku masih menyimpan rapat-rapat hubungan ini takut jika orangtuaku tidak menyetujuinya. Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga. Mungkin pepatah inilah yang sama persis sedang aku alami. Ya, sepandai-pandainya aku menutupi hubungan kami akhirnya orangtuaku pun tahu tentang hubungan ini.

Menginjak usia pacaran dua tahun, orangtuaku terutama ibuku sepertinya menyadari bahwa anaknya sedang dekat dengan seseorang.

 

 

Ibu Tidak Merestui

Akhirnya, aku pun tak bisa menutupinya lebih lama lagi. Aku putuskan untuk menceritakan semuanya. Dan bagaimana reaksi ibuku? Sudah aku duga sebelumnya. Ibuku marah besar.

Ibu tidak terima jika putri semata wayangnya menikah dengan duda. Ibuku dari dulu selalu beranggapan bahwa seseorang yang duda atau pun janda berarti dia gagal dalam membina rumah tangga. Namun, aku jelaskan kepada ibu bahwa keadaannya bukan seperti yang ibu bayangkan. Istri dari laki-laki yang aku cintai itu meninggal dunia setelah melahirkan anaknya. Berulang kali, aku jelaskan kepada ibu sambil memohon agar beliau merestui hubungan kami. Namun, kenyataannya ibuku menentang keras bahkan ibu menyuruhku untuk mengakhiri hubungan kami. Apakah aku salah jika aku mencintai seorang duda beranak satu? Maaf ibu, aku memilih tetap pada pendirianku karena aku yakin dia lah orang yang selama ini aku cari.

Semenjak kejadian hari itu, hubungan ibu dan aku tidak baik. Kami tidak saling berbincang satu sama lain bahkan ibu berencana ingin memisahkan aku dari dirinya. Kuceritakan hal ini kepada dirinya, dia hanya tersenyum. Sepertinya dia memaklumi keadaan ibuku. Bahkan, dia tidak menjelek-jelekkan ibuku walaupun dia tahu hubungannya denganku sama sekali tidak direstui.

Rasanya aku ingin kawin lari saja, tapi dia melarangnya. Dia berjanji akan menemui kedua orangtuaku dan meminta restu. Hari itu, dia memberanikan diri untuk menemui orang tuaku. Sebelumnya kami sudah sepakat, jika orangtuaku tetap tidak merestui kami maka kami harus menyudahi hubungan ini. Karena baginya restu orang tua itu yang terpenting.

Keputusan untuk Menikah

Di tengah pembicaraan yang serius antara dirinya dan kedua orang tuaku, tiba-tiba anak laki-lakinya memeluk ibuku. Anak kecil itu berkata bahwa dirinya sangat menyayangi diriku dan sudah menganggapku seperti ibu kandungnya sendiri. Dia memohon agar kedua orangtuaku merestui hubungan ini. Dia tak segan memintaku untuk menjadi ibu tirinya karena selama ini dia merasa kesepian dan sangat merindukan sosok ibu. Pintanya saat itu kepada ibuku dengan air mata yang menetes dari kedua matanya yang kecil.

Semua orang yang melihat kejadian ini pasti akan menitikkan air mata. Betapa sederhana permintaannya yang hanya menginginkan aku untuk menjadi ibu baginya. Sontak saja, ibukupun ikut menangis. Dipeluknya lah anak laki-laki itu sambil berkata, “Maafkan Ibu, Nak. Ibu hanya nggak mau anak perempuan ibu gagal dalam pernikahan. Tapi, setelah melihat semua ini. Melihat keseriusan kalian menerima anak perempuan Ibu. Ibu memutuskan untuk merestui hubungan kalian.”

Ya Allah, apa aku tidak salah dengar? Akhirnya ibuku merestui hubungan kami. Tampak perasaan bahagia terpancar dari raut wajahnya. Dia berhasil menyakinkan ibuku untuk menikahiku. Keputusanku untuk mencintai seorang duda tidaklah salah. Inilah cintaku, inilah jalan hidupku. Kini, aku telah menemukan pelabuhan hatiku yang terakhir. Ibu, terima kasih telah memberi restu kepada kami. Doakan kami agar pernikahan kami selalu bahagia dan dijauhkan dari segala cobaan sampai maut memisahkan.

 

#GrowFearless with FIMELA

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading