Sukses

Lifestyle

Hidup di Atas Kaki Sendiri Itu Terhormat, meski Perjuangannya Berat

Fimela.com, Jakarta Bulan Ramadan senantiasa menghadirkan banyak kenangan dan kisah yang berkesan. Baik itu suka maupun duka, haru atau bahagia, selalu cerita yang sangat lekat dengan bulan suci ini. Cara kita memaknai bulan Ramadan pun berbeda-beda. Tulisan Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories bulan April dengan tema Light Up Your Ramadan ini pun mengandung hikmah dan inspirasi yang tak kalah istimewa.

***

Oleh: larasaty aprillia

Sudah lama rasanya tidak berkumpul bersama keluarga besar semenjak terpisah karena pandemi. Seperti setiap tahun rasanya ada yang hilang tanpa sungkeman ataupun antrean keponakan menanti salam tempel. Tahun ini harapan untuk merasanakan suasana tersebut saudah terasa sejak awal Ramadan. Puasa tahun ini menjadi lebih semangat dan penuh dengan harapan.

Tidak terasa sudah memasuki minggu terakhir berpuasa. Seperti biasa rumah kami akan menjadi titik kumpul dikarenakan nenek ikut tinggal bersama kami.

Rasa tidak sabar untuk bertemu sanak keluarga sudah tidak dapat terbendung lagi. Namun sesuatu hal yang buruk tidak disangka akan terjadi. Bermula dari pesan singkat di whatsapp grup keluarga dari tanteku yang tinggal merantau di daerah Jawa Timur.

Tanteku menanyakan perihal hasil penjualan tanah warisan peninggalan kakek. Sebagai informasi, mamaku adalah anak ke-5 dari 14 bersaudara. Kakekku sudah meninggal dan tersisa hanya nenek (ibu dari mamaku). Nenek juga sudah dalam kondisi sakit dan hanya bisa berbaring di tempat tidur saja, meskipun untuk berbicara masih dilakukannya dengan baik.

 

Perkara Warisan

Di awal tahun 2022, nenekku menyampaikan bahwa sebelum meninggal, kakekku mewariskan tanah di daerah Bogor dengan luasan hampir satu Hektar. Beliau meminta anak tertua yang masih hidup yaitu Pamanku untuk mengurus penjualan dan pembagian hasil penjualan menurut hak dan ketentuan islam. Mamaku sendiri sudah aku pesankan untuk tidak terlalu terlibat di urusan pembagian warisan tersebut apalagi meminta-minta haknya karena akun khawatir akan ada ketidakadilan yang melukai mamaku. Masalah pembagian warisan seringkali menjadi perpecahan dan perselisihan.

Ternyata benar saja yang aku khawatirkan benar terjadi. Bahwa terjadi kecurangan dalam hal nilai jual dari tanah tersebut serta mengenai pembayarannya. Usut punya usut, tanah tersebut sudah dibeli oleh sebuah developer untuk dibangun pabrik dengan perjanjian tiga kali termin pembayaran.

Termin pertama sudah diterima oleh pamanku dan di sinilah masalah mulai terjadi. Hasil pembayaran termin pertama digunakan sepenuhnya untuk kepentingan pernikahan anak pamanku yaitu sepupuku sendiri sehingga hasil penjualannya tidak dibagi sesuai perjanjian.

Mamaku yang dari awal sudah aku pesankan sejak awal untuk tidak terlibat ternyata dipaksa ikut oleh adik-adiknya untuk melakukan perlawanan ke pamanku. Mamaku menolak sampai akhirnya keluar dari grup whatsapp karena sudah tidak kondusif lagi. Kebetulan aku, papa dan adik-adik tidak ada yang bergabung di grup tersebut.

 

Mencari Jalan Tenang

Masalah tidak selesai sampai di situ. Mamaku yang sudah tidak tahu menahu perkembangan masalah tersebut, tiba-tiba namanya terseret dan dituduh provokator oleh pamanku. Ternyata ada sebuah chat dari salah satu tanteku yang mengatakan bahwa mamaku yang memberi info nilai penjualan, padahal mama sendiri tidak tahu berapa nilai jual tanah tersebut.

Kericuhan semakin menjadi hingga akhirnya saat hari Lebaran di mana semua orang berkumpul saling memaafkan, kami malah saling tuding menuding satu sama lain. Aku yang awalnya tidak mau terlibat, terpaksa ikut turun tangan menyelesaikan demi menyelamatkan mama.

Aku bersyukur aku dibekali ketajaman berpikir dan informasi yang cukup untuk membuktikan siapa yang melakukan kecurangan dalam hal ini. Meskipun masalahnya masih berlanjut mengenai ketidakadilan pembagian dan penggunaan uang hasil penjualan tanah warisan yang tidak sesuai, setidaknya aku sudah membersihkan nama mama dan membawanya jauh keluar dari zona perang.

Kami bersyukur hidup dengan kondisi kami yang sekarang tanpa mengandalkan harta warisan. Yang terpenting buat kami saat ini adalah hidup tenang dan tanpa utang. Kami sepakat untuk tidak terlibat dalam pembagian warisan. Karena kami berprinsip warisan itu adalah harta orang tua dan masih sepenuhnya hak orang tua selama mereka masih hidup. Hidup di atas kaki sendiri terasa lebih terhormat walaupun harus berat perjalanan yang kami harus tempuh.

 

#WomenforWomen

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading