Sukses

Lifestyle

Jungkir Balik Kerja tapi Tak Kunjung Bahagia? Kenali 4 Penyebab Utamanya

Fimela.com, Jakarta Ketika sudah lulus kuliah, sebuah perjalanan baru akan kita mulai. Memulai perjalanan karier memang tak selamanya mulus. Setelah mengakhiri masa-masa sekolah dan kuliah lalu dihadapkan pada tantangan dunia karier, kadang kita memang harus jungkir balik menaklukan setiap batu sandungannya. Bahkan seiring dengan waktu berjalan dan tuntutan hidup yang makin berat, seringkali kita rela bekerja apa saja selama bisa memberi penghidupan sekalipun tidak sesuai passion atau impian.

Karena keadaan dan tuntutan hidup kadang kita pun rela menerima dan melakoni pekerjaan apa saja. Tapi akan ada pada suatu titik ketika kita merasa sudah jungkir balik kerja tapi tak kunjung bahagia. Apalagi yang kini berusia di pertengahan 20an atau awal 30an, kadang ada perasaan hampa yang kadang muncul dan membuat kita merasa tak pernah mendapat kepuasan batin dari pekerjana yang kita jalani. Duh, hari-hari rasanya stres nggak karuan ya. Coba yuk kita telusuri lagi, apa sih yang menjadi penyebab utama munculnya perasaan tidak bahagia dari pekerjaan yang kita lakoni sekarang?

1. Melakoni Pekerjaan karena Terpaksa atau Tuntutan Keadaan

Satu penyebab utama yang membuat generasi milenial mengalami krisis paruh baya (quarter life crisis) adalah karena pekerjaan yang dijalani tak sesuai dengan impian atau passion. Blair Decembrele, kepala pemasaran editorial dan pakar karier di LinkedIn menyebutkan bahwa 75% orang yang berusia 25-33 tahun mengalami krisis paruh baya. Penyebab utamanya adalah karena tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keinginan, ungkap 61% responden dalam survei yang dilakukannya. Penyebab keduanya adalah karena membanding-bandingkan kesuksesannya dengan teman-teman lainnya yang tampak lebih sukses, dengan jumlah perempuan (51%) yang lebih banyak mengalami hal ini daripada pria (41%).

Bila saat ini kita merasa ada yang kosong dari rutinitas pekerjaan kita mungkin karena kita merasa pekerjaan kita belum sesuai dengan passion atau minat kita. Melakoni pekerjaan karena terpaksa atau tuntutan keadaan membuat kita harus jungkir balik bekerja. Cuma dapat capek, tapi tak ada kepuasan batin. Mencari pekerjaan baru mungkin bisa jadi salah satu solusinya. Hanya saja kadang untuk resign pun tak semudah membalikkan telapak tangan. Duh, pusing ya.

 

2. Tidak Mendapat Kesempatan untuk Berkembang

Cuma mengembara tanpa arah. Bekerja monoton dengan rutinitas yang sama setiap harinya. Parahnya lagi, tidak ada kesempatan untuk berkembang. Kondisi ini bisa menimbulkan rasa tidak pernah puas atau bahagia dalam bekerja. Seakan hanya bisa jalan di tempat tapi tak pernah ada kemajuan, kondisi seperti ini yang membuat kita kadang jadi lupa apa rasanya bahagia.

Dalam buku The Progress Principle: Using Small Wins to Ignite Joy, Engagement, and Creativity at Work yang dikutip dari happier.com, disebutkan bahwa kemampuan untuk maju dan membuat perkembangan yang bermakna adalah salah satu faktor utama yang dapat karyawan bahagia di tempat kerja. Bila ingin bisa lebih bahagia saat bekerja, mungkin kita bisa cari celah kesempatan untuk membuat pencapaian atau prestasi yang bisa mewadahi kebutuhan kita untuk berkembang.

3. Tidak Mendapat Apresiasi yang Layak

Well if you can’t get what you love

You learn to love the things you’ve got

If you can’t be what you want

You learn to be the things you’re not

- Things That Stop You Dreaming, Passenger

Dunia kerja akan selalu kompetitif. Persaingan bisa makin berat dari waktu ke waktu. Belum lagi dengan kompetitor atau rekan kerja yang bermain curang atau menghalalkan segala cara untuk cari muka. Kadang yang berbakat pun bisa kalah dengan yang suka menjilat. Itu memang kenyataan pahit tapi begitulah realita yang tak bisa kita hindari begitu saja. Seperti dalam lirik lagu Things That Stop You Dreaming, adakalanya saat kita tak bisa mendapat yang kita sukai, maka sukai apa yang sudah kita dapatkan. Walau tak mudah, tapi bersyukur dengan apa yang sudah kita dapat bisa jadi salah satu solusinya.

Tapi bila selama ini hasil kerja kita tak pernah diapresiasi, maka rasa kecewa tak bisa dielakkan begitu saja. Sudah mengorbankan banyak waktu dan energi, tapi kita tak mendapat imbalan yang sepadan. Ada perasaan terjebak yang dirasakan. Disertai dengan dilema antara ingin cari pekerjaan baru tapi belum tahu arah mana yang akan ditempuh. Perasaan capek tak bisa menemukan jalan keluar ini pun yang kadang membuat kita tak bsia bahagia.

4. Terlalu Keras pada Diri Sendiri

Manusia bisa memiliki kecenderungan terlalu keras pada diri sendiri. Kita sering terbebani dengan kekurangan, kesalahan, dan hambatan kita daripada fokus pada kesuksesan yang ingin dicapai. Dr. Richard Davidson, pendiri dan kepala Center for Healthy Minds at the University of Wisconsin-Madison, seperti yang dilansir dari nytimes.com menyebutkan bahwa kritik pada diri sendiri bisa sangat menguras pikiran dan tubuh kita. Dampaknya bisa menghambat produktivitas kita dan mengganggu kondisi kesehatan karena dapat memicu mekanisme inflamasi yang mengarah pada penyakit kronis dan penunaan dini.

Penyebab kita tak bisa merasa bahagia saat bekerja bisa karena berbagai faktor dan penyebab. Coba ambil jeda sejenak. Istirahatkan dulu tubuh dan pikiran. Temukan akar masalahnya. Lalu, perlahan coba cari solusi dan jalan keluarnya. Pekerjaan dan profesi kita akan menghabiskan sebagian besar waktu kita, jadi jangan menyerah untuk mendapatkan pekerjaan yang terbaik, ya.

Cara Mengatasi Burnout Akibat Pekerjaan

1. Istirahat

Istirahat adalah kunci untuk menghilangkan burnout dan mendapatkan kembali energi yang hilang. Salah satu cara terbaik untuk beristirahat adalah dengan mengambil cuti dari rutinitas sehari-hari. Anda dapat menggunakan waktu tersebut untuk benar-benar istirahat di rumah, menikmati kegiatan-kegiatan yang membawa kesenangan dan ketenangan seperti membaca buku atau berenang. Hal ini akan membantu mengurangi stres dan merilekskan pikiran Anda. Selain itu, Anda juga bisa memanfaatkan waktu cuti untuk pergi berlibur dan menjelajahi tempat-tempat baru. Berlibur bisa menjadi peluang yang baik untuk meningkatkan mood dan menyegarkan pikiran, sehingga Anda bisa kembali ke rutinitas dengan semangat baru.

2. Bercerita pada Orang Terdekat

Ketika merasa terbakar (burnout) dari pekerjaan yang menumpuk dan tekanan yang terus menerus, saya selalu merasa lega ketika berbicara pada orang terdekat. Meskipun mereka tidak selalu memberikan solusi konkret untuk masalah yang saya hadapi, namun hanya dengan mendengarkan keluhan dan cerita saya, saya merasa seolah-olah beban yang ada di pundak saya sedikit demi sedikit sirna. Berbagi pengalaman dan perasaan dengan orang terdekat membuat saya merasa didengar, dipahami, dan diterima apa adanya.

3. Bicarakan dengan Atasan

Burnout merupakan masalah serius yang dapat timbul akibat tekanan dan beban kerja yang berlebihan. Saat Anda mulai merasakan gejala burnout, penting untuk memberitahukan atasan Anda tentang kondisi tersebut. Dengan berdiskusi secara terbuka, atasan Anda akan lebih memahami situasi yang sedang Anda hadapi dan dapat memberikan dukungan serta solusi yang diperlukan. Komunikasi dengan atasan juga membantu mengurangi stigma terkait dengan kelelahan akibat pekerjaan, sehingga bisa menjadi langkah awal untuk mencari solusi bersama-sama.

4. Kurangi Ekspektasi dan Jangan Lupa Apresiasi Diri Sendiri

Burnout di tempat kerja adalah salah satu masalah yang seringkali dialami oleh banyak orang. Salah satu cara untuk mengatasi burnout adalah dengan bersikap realistis terhadap ekspektasi yang dimiliki terhadap pekerjaan. Mengurangi ekspektasi akan membantu mengurangi tingkat stres yang dirasakan, karena kadangkala ansietas muncul akibat tekanan yang terlalu besar untuk mencapai standar sempurna. Dengan bersikap realistis, Anda dapat lebih fokus pada usaha dan proses daripada hanya mengkhawatirkan hasil akhir.

5. Ciptakan Lingkungan Kerja yang Kondusif

Penelitian yang dilakukan oleh Galletta, et al. (2016) menekankan pentingnya lingkungan kerja dalam mencegah burnout. Faktor psikososial seperti rasa stres dan kelelahan yang bisa timbul dari lingkungan kerja yang kurang kondusif dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik seseorang. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menarik guna mengurangi risiko terjadinya burnout. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menambahkan tanaman hijau di ruang kerja, sebagaimana disarankan oleh riset terbaru.

6. Menerapkan Work Life Balance

Keseimbangan kehidupan kerja sangat penting untuk mempertahankan gaya hidup yang sehat dan memuaskan. Dengan memiliki keseimbangan antara pekerjaan, keluarga, urusan pribadi, dan komitmen lainnya, Anda dapat mencegah kelelahan dan menjaga kesehatan secara keseluruhan. Mengabaikan satu aspek kehidupan Anda demi aspek lainnya dapat menyebabkan stres, kelelahan, dan pada akhirnya menurunkan produktivitas di semua bidang kehidupan Anda. Penting untuk mengambil waktu istirahat dan cuti dari pekerjaan untuk fokus pada aspek lain dalam hidup Anda yang memberi Anda kegembiraan dan relaksasi.

7. Mengubah Gaya Hidup

Untuk menghindari dan mengatasi burnout, penting bagi kita untuk mulai mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat dan seimbang. Makan makanan bergizi, tidur yang cukup, dan rutin berolahraga merupakan langkah awal yang dapat membantu kita dalam menghadapi tekanan dan stres yang seringkali menyebabkan burnout. Dengan memastikan tubuh kita mendapatkan asupan nutrisi yang cukup, istirahat yang memadai, dan aktif bergerak setiap harinya, maka tubuh kita akan terjaga kesehatannya dan pikiran pun menjadi lebih fokus.

Simak Video di Bawah Ini

#GrowFearless with FIMELA

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading